Management Strategy

Gawat, Perusahaan Besar di Daerah Tak Bertambah!

Gawat, Perusahaan Besar di Daerah Tak Bertambah!

Rakyat Indonesia pantas menepuk dada dengan deretan perusahaan besar yang tumbuh dan besar dari daerah. Kiprah sebagai perusahaan nasional tidak diragukan lagi. Mereka bahkan sukses menembus pasar internasional.

Sebut saja, Batik Keris, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), PT Sido Muncul, PT Gudang Garam Tbk, Grup Djarum, Grup Maspion, Grup Meratus Line, PT Nyonya Meneer, PT Sungai Budi, Grup Bosowa, Grup Wings.

Mereka itu hampir seluruhnya adalah perusahaan keluarga yang di masa lalu menjadi pemasok korporasi nasional dan bahkan global. Mereka juga motor pembangunan ekonomi nasional.

Untuk mendukung perkembangan bisnis, pengusaha nasional mau tidak mau harus beraliansi lewat strategic partner ataupun melantai di bursa efek (IPO). Hanya dengan cara itulah, mereka mampu meraih pendanaan dengan biaya murah.

Sayang, pertumbuhan raja bisnis dari daerah melambat dalam lima tahun terakhir. Riset Arrbey menunjukkan terjadi kondisi “stuck in the middle” alias perusahaan kelas menengah tak mampu menjadi perusahaan besar.

Chairman The-Family-Enterprise Indonesia dan Chief Strategy Consultant Arrbey Handito Hadi Joewono.

Chairman The-Family-Enterprise Indonesia dan Chief Strategy Consultant Arrbey, Handito Hadi Joewono

“Ini bahaya. Perusahaan menengah yang gagal menjadi besar di daerah terancam eksistensinya. Mereka biasanya akan dibeli investor asing atau nasional,” kata Chairman The-Family-Enterprise Indonesia dan Chief Strategy Consultant Arrbey Handito Hadi Joewono.

Sungguh sangat disayangkan. Padahal, perusahaan menengah yang berasal dari daerah umumnya relatif lebih efisien. Andai tekun dan gigih mengembangkan bisnis, mereka seharusnya bisa tumbuh menjadi perusahaan besar.

Umumnya, mereka mengawali bisnis dengan menyediakan kebutuhan pokok bagi masyarakat di sekitarnya, meliputi sandang, pangan, dan papan. Banyak dari mereka yang bisnisnya di seputar pertanian dan pengolahan, perumahan, produk tekstil, dan lainnya.

“Di masa lalu, menjadi pabrikan besar merupakan harapan banyak pelaku bisnis di daerah. Sekarang, jauh panggang dari api, justru dihindari oleh pelaku usaha baru,” katanya.

Ia juga khawatir dengan gaya bisnis dari Amerika, yakni lewat startup company, yang sejak dini berorientasi mengikutsertakan mitra strategis termasuk angel investor dan modal ventura. Semua itu dilakukan agar perusahaan bisa lebih cepat IPO dan pendirinya kaya mendadak dalam waktu singkat.

Tren baru ini mengacaukan rute perjalanan dan pertumbuhan perusahaan yang tadinya dari kecil-lokal menjadi besar-lokal, besar-nasional, lalu besar-global, menjadi ingin serba ‘instan’ dari berdiri langsung besar tanpa mengenal ‘kewarganegaraan’ atau asal usul daerah.

“Harapan menjadi start up company dengan customer base besar lalu diakuisi perusahaan besar atau modal ventura merusak mental calon pebisnis baru. Ini terbukti dengan semakin berkurangnya perusahaan besar dari daerah,” katanya. (Reportase: Lia Amelia Martin)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved