Management zkumparan

Generasi Kedua RS Azra: Menuju Smart Hospital

Generasi Kedua RS Azra: Menuju Smart Hospital
Mohammad Rangga Aditya, Direktur Administrasi Umum dan Keuangan Rumah Sakit Azra Bogor

Rumah Sakit Azra termasuk salah satu rumah sakit besar di Kota Bogor. Berdiri 25 tahun lalu, kini RS Azra dikelola oleh generasi kedua, putra dan putri pasangan pendiri (founder) dan pemilik RS, Dr. Hidayat Danukusumah, Sp.OG (alm.) dan Aida Hidayat.

Laila Azra, putri pertama, menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Artasabena Putra (perusahaan yang menaungi RS Azra) dan Mohammad Rangga Aditya (49 tahun), putra kedua, menjabat sebagai Direktur Administrasi Umum dan Keuangan RS Azra.

Dengan dukungan penuh generasi kedua, banyak terobosan yang dilahirkannya. Salah satunya, membawa RS Azra sebagai smart hospital yang berbasis teknologi digital, mulai dari informasi jadwal dokter, booking online, hingga sesi tanya-jawab pasien dengan dokter bisa dilakukan melalui aplikasi RS Azra dan media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Instagram.

Dijelaskan Rangga, panggilan keseharian Mohammad Rangga Aditya, dalam aplikasinya ada fitur pendaftaran untuk langsung mendapat nomor antrean di poli/dokter yang dituju. Lalu, bisa diketahui jam kedatangan dokter, sehingga pasien tidak lagi buang waktu berlama-lama mengantre dan menunggu di rumah sakit. “Jadi, tidak lagi orang datang pukul 4 sore, lalu daftar, lalu tunggu, tiba-tiba dokter baru datang pukul 7 malam. Wah, itu sudah bukan zamannya lagi-lah seperti itu,” katanya.

Pengembangan menjadi smart hospital ini didorong oleh perkembangan zaman saat ini. Salah satunya didorong oleh yang kita kenal sebagai generasi milenial. Mereka adalah generasi yang inginnya segala sesuatu serba cepat, mudah, ringkas, dan kalau bisa simpel semuanya. Mau nonton ke bioskop, tidak lagi mengantre beli tiket. Mau naik pesawat, tidak lagi beli tiket ke agen tiket dan tidak lagi mengantre check-in. Lalu, mau makan tinggal memesan melalui aplikasi. “Segitu mudah dan simpel hidup mereka. Nah, kami melihat prinsip seperti itu sebenarnya bisa diaplikasikan ke dalam layanan RS. Jadi, smart hospital adalah sistem yang dibuat untuk mempermudah pasien dalam mendapatkan pelayanan,” kata Rangga.

Jadi intinya, pasien tidak perlu lagi mengantre untuk bisa dilayani di RS Azra sehingga pelayanan di RS ini harus cepat dan tepat. Itu sebabnya, di RS ini mulai dari depan (lobi) sudah ada mesin-mesin pendaftaran otomatis, atau bisa pula daftar melalui aplikasi RS Azra. Aplikasi ini bisa diunduh melalui ponsel pintar. Di aplikasi tersebut bisa dilakukan pendaftaran dan booking dokter.

Sistem tebus obat juga diatur, sehingga setelah pasien keluar dari ruang dokter, resepnya sudah dikirim ke bagian farmasi dan kasir, sehingga pasien tinggal membayar dan mengambil obatnya. “Jadi, smart hospital ini pada dasarnya untuk mempermudah pasien,” kata Rangga.

Ke depan, aplikasi ini akan terus dikembangkan. Misalnya, bisa memanggil dokter dan konsultasi jarak jauh. “Kami masih akan terus kembangkan versi selanjutnya,” ucapnya. Kemudian, dari sisi manajemennya juga harus smart, baik dari back office maupun front office. Misalnya, ada keterlambatan pengiriman obat, bisa segera terdekteksi dan diatasi dengan cepat.

Rangga juga menjelaskan, ibunya sebagai pendiri RS ini masih sangat konservatif dalam menjalankan bisnisnya sehingga RS ini tumbuh secara organik. Ibunya sama sekali tidak mengandalkan sumber pembiayaan dari luar, misalnya kredit bank untuk mengembangkan RS ini. Namun dengan kondisi sekarang, generasi kedua RS ini melihat sudah menjadi kebutuhan untuk mendapatkan sumber dana dari pihak ketiga, karena di seputar Bogor mulai bermunculan RS yang skalanya cukup besar. Sebut saja, RS Siloam, Hermina, Mayapada, dll. “Karena ibu saya belum merestui kami untuk mencari sumber dana dari luar, akhirnya yang bisa kami lakukan adalah pengembangan yang kecil-kecil tetapi bisa membawa dampak cukup signifikan. Misalnya, aplikasi itu tadi dan mesin untuk pendaftaran,” kata Rangga berterus terang.

Ibunya, lanjut Rangga, memang tidak pernah membayangkan bahwa RS ini akan tumbuh besar. “Semuanya Ibu jalankan, slowly but sure. Dikembangin sedikit demi sedikit. Jadi, traditional business banget. Kalau ada uangnya, baru dibangun apa. Lalu, tunggu lagi, kalau sudah ada lagi uang, baru ditambah lagi apa. Begitu selama beliau memimpin, benar-benar mengandalkan dana internal, tidak ada pinjaman dari bank,” ungkapnya menginformasikan.

Melihat sejarahnya, RS Azra bermula dari sebuah klinik bersalin yang berdiri pada 1982 yang berlokasi di Jalan Gunung Gede, Bogor. Klinik bersalin bernama Azra ini didirikan oleh Hidayat dengan tujuan memberikan pelayanan kebidanan dan kandungan. Karena banyaknya permintaan dari pasien dan keluarga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan selain pelayanan kebidanan dan kandungan, didirikanlah RS Azra pada 6 April 1994. Status badan usaha RS Azra saat itu berbentuk yayasan. Lokasinya di pusat Kota Bogor yang tergolong strategis, tepatnya di Jalan Raya Pajajaran 219, hingga saat ini.

Pada 2002, kepemilikannya berubah menjadi perseroan terbatas yang bernama PT Artasabena Putra. Dengan perubahan itu, secara operasional RS Azra berubah menjadi RS yang bersifat umum dengan segala aktivitas dan kelengkapannya. Pada 2000-2001, RS Azra melakukan pengembangan fasilitas RS dengan membangun gedung baru dan menata gedung lama serta membeli peralatan kesehatan yang memiliki teknologi lebih maju.

Pada Januari 2012, RS Azra telah mendapatkan akreditasi dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) sebagai suatu pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada RS Azra yang telah memenuhi standar yang telah ditentukan secara nasional. Memasuki awal 2017, RS AZRA kembali meraih akreditasi KARS versi 2012 dengan predikat “Paripurna” (bintang 5) melalui 15 kategori penilaian. Tak hanya itu, sejumlah penghargaan pun sering diraih RS Azra. Misalnya, RS Azra pernah dinobatkan sebagai Juara 1 Best Provider dari 900 provider RS seluruh Indonesia dari Garda Medika (PT Asuransi Astra Buana).

Rangga bergabung dengan RS Azra sejak 2007 setelah menyelesaikan kuliahnya di luar negeri. Kendati anak pemilik, ia tidak serta-merta menduduki posisi tinggi, tetapi harus belajar dulu dari bawah dalam mengelola RS ini. “Jadi, saat saya bergabung di RS ini, saya pindah beberapa kali dari divisi ke divisi. Selain belajar, saya juga jadi mengenal kompetensi dan passion saya, ternyata saya klik dengan pengembangan bisnis. Lalu, di 2016 saya diangkat jadi direktur,” ujarnya mengenang.

Adapun kakaknya, Laila, bergabung dengan RS Azra sejak awal 2000. Sejatinya, sebelum bergabung dengan RS ini, Laila yang lulusan Jurusan Komunikasi Universitas Indonesia ini sudah bekerja di sebuah perusahaan. Namun sang ibu memintanya membantu membesarkan RS ini. Memang, semenjak Hidayat meninggal dunia saat umroh di Tanah Suci pada 1994, Aida-lah yang mengelola Azra. “Ibu saya bukan seorang pebisnis. Beliau benar-benar otodidak belajar menjalankan manajemen rumah sakit yang kalau saya bilang kompleks banget sehingga di 2002, kakak saya Laila akhirnya terjun ikut bantu ibu saya,” ungkap Rangga.

Ke depan, RS Azra harus terus berkembang dan mampu bersaing dalam menghadapi kompetisi yang semakin ketat. “Maka, kami harus mencari sesuatu yang unik dari RS kami. Apa kekuatannya yang beda yang bisa kami tawarkan kepada pelanggan kami. RS Azra, selama 25 tahun, so far yang saya dengar, kekuatannya adalah pelayanannya yang bikin orang masih terus ke sini. Nah, saya dan Laila berencana ke depan akan membangun jejaring klinik,” ungkap Rangga.

Jadi, klinik-klinik kecil tersebut akan menopang RS Azra. Dengan demikian, RS Azra adalah pusatnya, dan klinik-klinik itu akan menjadi satelitnya. “Jadi, ini seperti prinsip ritel minimarket yang lebih dekat ke masyarakat. Istilahnya, seperti jemput bola,” kata Rangga menjelaskan rencana bisnisnya. (*)

Dede Suryadi dan Arie Liliyah; Riset: Hendi Pradika

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved