Management Strategy

Holding BUMN Pertahanan Dongkrak Kepercayaan Investor

Holding BUMN Pertahanan Dongkrak Kepercayaan Investor

Pembentukan perusahaan induk (holdingisasi) pada BUMN pertahanan, PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, PT PAL, dan PT Dahana, akan mendongkrak kepercayaan investor sekaligus pasar atau para pembeli produk pertahanan karya perusahaan pelat merah tersebut. Selanjutnya, BUMN pertahanan juga berpeluang merambah ke pasar yang lebih luas.

Presiden Direktur PTDI Budi Santoso mengatakan, dengan digabungkan menjadi satu, investor akan melihat BUMN pertahanan Indonesia sebagai perusahaan besar. Investor lebih percaya kepada perusahaan dengan 20 ribu karyawan daripada perusahaan dengan 2.000 karyawan. Apabila, holding BUMN pertahanan ingin berhutang, investor akan lebih dipercaya karena asetnya gemuk. “Yang satu membuat senjata, yang satu membuat kapal, dan yang satu membuat pesawat. Tetapi, market-nya sama. Keuntungan sebuah holding adalah mendapatkan kepercayaan dari pembeli dan investor. Selain itu pasarnya juga akan lebih besar,” katanya.

Presiden Direktur PTDI, Budi Santoso

Presiden Direktur PTDI, Budi Santoso

Menurut dia, permasalahan utama yang dihadapi industri pertahanan di Tanah Air adalah kurang memadainya strategi penjualan atau pemasaran. Karena itu, apabila semua BUMN pertahanan di Indonesia dijadikan satu menjadi sebuah holding, maka strategi pemasaran bisa diperkuat tapi di sisi lain biaya pemasaran bisa ditekan.

“Jika semua industri pertahanan ini dijadikan satu holding, yang paling utama ditekankan adalah sales marketing-nya. Misalnya ada pameran di luar negeri, daripada hanya membawa satu produk, lebih baik membawa beberapa produk sekaligus, delivery cost-nya akan lebih hemat,” kata Budi Santoso.

Industri apapun, lanjut dia, jika dijadikan satu akan menjadi industri yang besar dan mampu membuat sesuatu yang besar. Mengembangkan sesuatu produk juga akan lebih mudah. Karena itu, holdingisasi BUMN pertahanan akan lebih efisien lewat opsi merger, akusisi, atau joint venture dengan perusahaan lain yang kinerjanya sudah bagus daripada harus membuat satu perusahaan lagi karena cenderung boros waktu dan biaya. “Jika memliki partner yang bagus di luar negeri kenapa tidak joint venture? Nantinya BUMN bisa mendapat teknologi dan pasar yang lebih besar. Tetapi, jika sudah menjadi joint venture, pasarnya jangan Indonesia saja, harus global,” kata dia.

Budi mencontohkan, Airbus mempunyai anak perusahaan yang banyak, lalu dijadikan satu menjadi tiga perusahaan yang besar. Dengan begitu, Airbus dapat bersaing dengan Boeing. Kekuatan anak-anak perusahaan itu dijadikan satu lalu menjadi kekuatan ekonomi lebih besar. “Untuk BUMN pertahanan, jika ingin dibuat operational holding tidak bisa karena karakternya beda-beda. Yang bisa digabungkan dari konteks BUMN pertahanan adalah marketing dan keuangannya,” ujar dia.

Dalam prosesnya, kata Budi, cukup dikumpulkan direktur-direktur dari BUMN pertahanan, lalu pilih satu direktur untuk menjadi ketuanya dan sisanya dijadikan satu kelompok, bisa juga ditambah direktur marketing dan keuangan. “Nanti perusahaannya dibiarkan sendiri-sendiri. Jangan di masing-masing perusahaan terdapat satu direktur, nanti akan kacau. Mungkin bisa mencontoh Astra. Anak perusahaan Astra yang banyak itu dijadikan satu lalu direkturnya hanya ada satu dalam satu holding. Ini juga nantinya menentukan policy untuk keseluruhan perusahaan. Ini juga menghemat biaya karena direkturnya sudah dibayar oleh anak perusahannya, gajinya tidak double,” ujar dia. (Reportase: Maria Hudaibyah Azzahra)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved