Management Editor's Choice Strategy

Hotel Amaris, Masuk ke Ceruk Kelas Melati

Hotel Amaris, Masuk ke Ceruk Kelas Melati

Konsumen hotel kelas melati atau hotel nonbintang kini menuntut standar pelayanan yang tinggi: kebersihan, kenyamanan, dan keamanan hotel yang terjaga. Group Hotel Santika masuk ke ceruk pasar itu lewat hotel budget Amaris, yang jaringannya kini sudah beroperasi di 10 kota Indonesia – bahkan akan ekspansi ke Singapura? Bagaimana ide-ide kreatif dituangkan dan dieksekusi dalam menjalankan bisnis hotel budget ini? Reporter SWA Gustyanita Pratiwi mewawancarai Guido Andriano, General Manager Corp. Sales & Marketing Santika Indonesia Hotel&Resort. Gustiyanti Pratiwi juga mewawancarai Himawan Wijanarko, Pengamat Pemasaran, untuk mengomentari gerak langkah Hotel Amaris:

Siapa yang menjadi motor kreativitas Amaris?

Kalau disebut namanya mungkin tidak berkenan ya, he..he..he. Ya, ini satu tim dari manajemen di sini lah, untuk melihat satu kebiasaan di market dalam melihat pertumbuhan dan perkembangan pasar. Amaris ini kami kembangkan dengan melihat satu alternatif: bahwa ini ada pasar yang tidak bisa masuk/tidak bisa diakomodir oleh hotel berbintang. Dulu masih ada yang disebut sebagai Hotel Melati atau hotel nonbintang, yang mungkin tidak di-manage dengan baik. Di samping itu, kami memandang bahwa perilaku orang yang bepergian ini adalah sudah memiliki satu level yang meningkat. Karena mungkin kalau sosialitasnya sudah meningkat, tetapi kalau mereka bepergian tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan (secara fasilitas penginapannya, mungkin dari standar keamanannya, kebersihannya kurang, dan sebagainya). Dari situlah timbul satu pemikiran bagaimana mengakomodir pasar tersebut dengan satu level hotel yang dikelola dengan baik.

Istilahnya Amaris itu anaknya Santika ya?

Sebetulnya adiknya Santika lah he..he..he. Awalnya, kami melihat market tersebut mengingatkan kami bahwa ada penginapan yang menurut standar kebersihannya ada, standar pelayanannya ada, standar keamanannya juga ada. Misal, kalau kamar itu, kuncinya betul-betul bukan kunci manual. Kalau kunci manual, kan dapat diduplikat siapa saja. Kemudian kami melihat keamanan dari CCTV yang harus ada, security juga harus ada, serta fasilitas di kamar yang lebih memadai. Dulu, kamar mandi di penginapan yang istilahnya dulu sebagai hotel melati itu, bareng-bareng, sekarang kami shiftment di dalam. Itu perkembangannya sih.

Hotel Amaris yang awal itu di Panglima Polim, tahun 2007, itu prototype-nya. Pengembangan memang belum ya. Dalam tiga tahun baru kelihatan. Di kuartal kedua baru muncul.

Sudah ada berapa banyak cabangnya sekarang, di kota mana saja?

Sampai sekarang yang sudah dibuka ada 22 (yang sudah beroperasi). Kalau yang terbaru, di Cirebon. Amaris sendiri sudah ada di 10 kota di Indonesia, yaitu, Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Bali, Ambon, Makassar, Banjar, serta Pekanbaru.

Tahun ini, di September akhir atau Oktober awal, kami buka di Surabaya, November di Singapura, mungkin kami juga akan buka di Malang.

Berapabiaya investasi untuk setiap pembukaan cabang baru? Serta berapa rentang harga jualnya?

Investasi pembukaan hotel baru, kami hitungnya per room. Investasi untuk 1 ruangan, 1 kamar, rata-rata Rp 250-300 juta, di luar tanah. Kalau harga jual tergantung dari daerahnya. Rata-rata rate Amaris itu sekitar Rp 400-500 ribu. Kalau di daerah masih bisa di Rp 330-370 ribu, tergantung daerahnya.

Siapa segmen pasar Amaris?

Segmennya sebetulnya middle down, atau dalam istilah orang bekerja, kelasnya untuk supervisor/manajer ke bawah. Kenapa? Karena di dalam perusahaan itu kan ada level-level-nya, di mana mereka mempunyai pagu. Pagu ini misalnya Rp 300-400 ribu. Nah, kalau harus ke hotel berbintang kan sudah tidak mampu. Kalau mereka masuk ke hotel biasa (penginapan, dulu namanya Melati), mereka sudah agak ragu duluan. Karena sosialitasnya mereka sudah terbiasa dengan kebersihan di kantor atau di rumah. Kadangkala kalau sudah bekerja, sudah punya sosialitas tinggi, datang ke kamar, lalu lihat seprai yang ada bercak-bercaknya, jadi merasa malas. Sehingga Amaris dibuat untuk menyasar sampai ke sana.

Seperti apa passion dan komitmen pemilik perusahaan dengan Amaris ini dalam mengembangkan kreativitasnya? Sebutkan contoh-contohnya? Bagaimana Anda terus berkreasi?

Jelas dalam arti kata perkembangan ini selalu kami up date dengan perkembangan kebutuhan pasar. Kebutuhan pasar ini sekarang lebih kepada kemudahan untuk menjalankan bisnis mereka. Seperti dengan perkembangan teknologi. Istilahnya, kalau di Amaris sekarang harus ada wi-fi yang bisa diakses di kamar maupun di tempat-tempat lainnya secara mudah dan gratis. Terutama gratisnya ya. Kemudian, kreativitas secara desain juga kami selalu ikuti. Kalau kreativitas yang lain-lain, lebih ke kemudahan-kemudahan tersebut bisa diberikan kepada customer menurut perkembangan teknologinya. Istilahnya, untuk mendapatkan reservasi, atau tamu kamar dengan segala cara. Kalau toh, memang jalurnya online ya kami buka online. Untuk mem-booking kamar di sini dengan mudah, bagaimanapun caranya, sebisa mungkin kami lakukan, entah itu dari online, atau secara tradisional (datang sendiri ke resepsionis), telepon, atau melalui travel agen. Jadi ‘lebih memberikan kemudahan’, itulah kreativitas ke depan.

Bagaimana proses kelahiran setiap kreativitas? Gambarkan dengan beberapa contoh? Bagaimana melibatkan karyawan untuk berkreasi?

Kami melihat apa sih yang ada di pasar. Apakah teknologi yang sesuai dengan kebiasaan pasar? Sebagai pemicu, tentunya kami harus banyak benchmarking, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Misalnya, kami melihat dari sisi netbook, HP, dsb. Istilahnya :”Loh, kalau mereka bisa sampai sana, mengapa kami tidak?” Kemungkinan-kemungkinan itu yang harus selalu kami asah supaya tidak terlalu ketinggalan. Ada yang dari segi teknologi bisa kami adaptasi, tapi kami kembalikan lagi, apakah masyarakat/ pemakai di sini sudah bisa atau tidak? Sudah menerima atau tidak? Kalau kami menanamkan satu kreatif yang terlalu jauh, tetapi tidak bisa diterapkan/ tidak bisa digunakan semaksimal mungkin, itu yang buang-buang uang. Mungkin kalau belum bisa diterapkan sekarang, bisa jadi bisa diterapkan di masa yang akan datang. Seperti misalnya kunci, kalau di luar negeri, segala macam proses, mulai dari reservasi, itu semua sudah online. Mereka hanya menerima bar code di HP, kemudian mereka datang ke hotel, tinggal check ini saja, lalu masuk kamar (karena nomor kamarnya sudah ada, tinggal memasukkan ke kunci lewat bar code yang sudah diperoleh secara online). HP dengan aplikasi yang bisa menghasilkan bar code tersebut sudah ada di luar negeri. Nah, apakah di kita mau diterapkan? Ini juga tanda tanya. Karena sistem tersebut tidak di semua HP ada, atau kalaupun ada, apakah semua orang bisa pakai? Kalau toh memang kami terapkan, mungkin baru setengah-setengah yang pakai. Jenis creativity ini sih bisa saja diterapkan kapanpun, namun harus melihat dari sisi pasarnya juga.

Bagaimana menjaring ide-ide baru?

Mencari ide-ide biasanya kami diskusi sih. Kami ada forum diskusi/ forum meeting, apapun, ide gila dan semacamnya kami lempar. Nah, di situ, baru kami sharing, mana yang bisa diterapkan? Mana yang belum? mana yang harus digodog lagi?

Bagaimana mengimplementasikan ide-ide yang telah ditemukan?

Pengimplementasiannya kami lihat, kalau di Amaris memang satu hotel sama semua dengan cabang-cabangnya. Di Amaris ini tidak boleh berkembang terlalu ‘masing-masing’. Harus sama, tetapi ada juga yang harus diaplikasikan/ disampaikan ke semua, ada yang per daerah. Seperti kalau kami menyajikan makanan, harus sesuai standar. Kami saling kerjasama. Kami buat misalkan sop buntut atau nasi goreng, itu dibuat oleh satu perusahaan, nantinya akan dikirim ke semua. Sehingga harganya sama, rasanya sama. Di hotel-hotel itu, mereka tinggal memanaskan dengan microwave atau kompor, kemudian disajikan. Tapi, hal itu tentu saja tidak bisa kami sajikan di luar Jakarta. Karena untuk saat ini, distribusi kami baru sampai Jakarta saja. Kalau di kota lain, ya belum. Jadi itu banyak kendala, apakah hal yang satu itu harus dijadikan standar yang sama atau tidak?

Apakah di tiap-tiap hotel ada khasnya masing-masing?

Kalau di Amaris diusahakan tidak. Karena memang Amaris dibuat sama tipikalnya di semua kota. Beda dengan Santika, dia boleh berkembang, menyesuaikan dengan tipikal yang ada di daerah. Kalau Amaris diharuskan tidak boleh terlalu banyak berinovasi. Jadi kalau pusat berkata A, ya harus A semua. Mengapa? Karena Amaris adalah budget hotel yang dibuat secara konsep. Jadi kalau konsepnya berbeda-beda, bukan Amaris lagi namanya. Amaris istilahnya seperti KFC atau McDonald’s lah: di mana-mana harganya sama, rasa, dan penyajiannya juga sama.

Kalau ada apa-apa ya harus dari pusat, dikirim ke daerah. Jadi tidak ada yang namanya berkreasi sendiri. Karena kami menjual Amaris ini sebagai sebuah konsep. Bukan individual hotel.

Bagaimana mengevaluasi setiap temuan yang telah dijalankan?

Itu kembali kami akan melihat bagaimana evaluasinya. Karena kami ada komentar dari tamu, ada juga komentar dari staf (bagaimana mereka mengaplikasikan semua ide dengan mudah atau tidak). Kalau dari tamu, dilihat dari kenyamanan/kesenangan mereka. Dari situ kami evaluasi. Karena memang ini adalah investasi, tidak semua ide bisa langsung diterapkan. Ada yang bertahap. Kalau toh memang tidak/belum bisa, kami akan lempar ke satu Amaris dulu. Kalau sudah oke, baru bisa diterapkan dan dilanjutkan.

Apa saja output kreativitasnya? Apa hasil kreativitas yang dapat dilihat?

Kalau output kreativitas yang sudah bisa dilihat, sebetulnya kalau untuk Amaris tidak terlalu banyak ya. Karena memang tipikalnya harus sama. Kreativitas di sini lebih melihat ke sisi internalnya. Misalkan, dari segi fisik, di Tendean, itu kan tidak melebar. Karena tanahnya kecil, tiba-tiba dia menjulang tinggi 18 lantai, dengan setiap lantai hanya berisi 6 kamar. Jadi sebetulnya, proses kreatifnya adalah bagaimana kami memanfaatkan lahan dengan semaksimal mungkin sesuai dengan investasinya. Secara operasionalnya, kami harus berpikiran kalau ini bisa 1 orang yang mengerjakan, nah sedangkan ini kan beberapa lantai, jadi bagaimana efektivitas mereka bekerja itu dilihat dari berapa lantai yang dikerjakan. Kalau 3 lantai, pekerja akan naik ke lantai 1, 2, kemudian 3. Kalau dia pakai troli, dia juga akan kesusahan. Jadi, akhirnya kami siapkan alat yang mudah untuk bergerak, misalnya dengan mengkreasikan basket/wadah, di mana mereka bisa naik turun dengan satu kali jinjingan. Ini lebih ke internal lah. Bagaimana proses itu lebih efisien, dengan tidak membuang waktu atau menambah orang. Ini adalah proses kreatifnya. Kalau dilihat dari luar, mungkin tidak ada proses kreatifnya ya, karena memang Amaris akan sama semuanya.

Apa dampak kreativitas terhadap kinerja bisnis?

Sangat terlihat melalui net profit, atau gross profit-nya. Dalam artian, kalau Amaris bisa terlihat sangat bagus dengan proses kreatif tersebut. Karena Amaris itu mengharuskan setiap orang multiskill. Tidak yang satu cuci piring, lantas cuci piring terus sampai malam. Tapi dia juga harus bisa bekerja mulai dari kantor depan, sampai kantor belakang, beresin kamar, masak, dsb. Memang, orang tidak dibuat secara robot, misalnya kalau di hotel lampu mati, biasanya orang akan telepon teknisinya. Di Amaris tidak. Kalau lampu mati, dia harus bisa ganti sendiri. Itu yang harus setiap orang bisa lakukan.

Sejauh mana kreativitas dapat menggoyang pasar?

Kreativitas ini adalah, apakah yang diserap oleh pasar sudah bisa diterima atau tidak? Jadi kreativitas ini kadang-kadang ada yang sulit menerima. Seperti Amaris di Makassar, awalnya kan mereka tidak menerima. Kenapa. Dalam benak mereka :”Lo kok hotel begini?” kalau di daerah timur, dikatakan hotel itu harus ada karpetnya. Di Ambon, awalnya mereka protes tentang TV. Karena kalau mereka bilang, TV itu ya pakai salon, yang masih ada kondenya. Sementara waktu itu, teknologi TV sudah masuk ke flat. Sedangkan sampai sana, ternyata teknologi TV flat belum sampai. Itulah susahnya mendidik masyarakat setempat, bahwa kami punya konsep baru. Proses inilah yang sulit. Ya, sekarang sih, orang sudah mulai mengenal yang namanya budget hotel. Kalau, awalnya, memang proses kreatif itu memerlukan waktu yang tidak sebentar.

Proses kreatif apa lagi yang ingin diusung Amaris selanjutnya?

Kalau proses kreatifnya Amaris, mungkin secara building atau service tidak terlalu banyak berkembang, tetapi proses kreatifnya hanya berusaha mengembangkan cabang sebanyak mungkin. Proses kreatif sebetulnya lebih ke pemasaran atau lebih ke adaptasi teknologi. Karena besaran kamar Amaris tidak boleh lebih dari 18 meter persegi, jadi mau melebar atau meninggi, itu saja perbedaannya. Kemudian di setiap teknologi, misal TV. TV dulu standar minimum 18 inchi, sekarang ganti 22 inchi, karena yang 18 inchi sudah tidak keluar lagi. Setelah ada hotel baru dibangun, dan hotel tersebut mengganti dari 22 ke 26 inchi, ya kami ikut. Tapi kami tidak akan melebihi minimal di pasaran. Karena istilahnya kalau 18 per meter, kami kasih TV 42 inchi, juga sudah tidak nyaman lagi. Lagipula, Amaris dirancang bagi orang yang tidak terus-menerus di kamar. Amaris merupakan pasar untuk tamu-tamu pekerja yang di luar seharian, dan datang ke kamar untuk mandi, tidur, istirahat. Amaris dibutuhkan untuk tipe orang yang bekerja dan tidak stay terus di dalam kamar.

Himawan Wijanarko, Pengamat Pemasaran:

Bagaimana proses lahirnya setiap kreativitas? Bagaimana perusahaan melibatkan karyawannya untuk masuk ke proses kreatif? Bagaimana Hotel Amaris melibatkan karyawan untuk berkreasi?

Perusahaan membutuhkan orang kreatif untuk mengasah daya saingnya. Kreativitas adalah cikal bakal inovasi. Untuk menyemai kreativitas berbuah inovasi ini, mengelola karyawan kreatif sama pentingnya dengan menumbuhkan kreativitas itu sendiri. Mengelola orang kreatif merupakan seni tersendiri. Mereka memiliki sederet karakteristik, seperti daya penyesuaian diri terhadap perubahan, melihat sebuah masalah dengan cara yang baru, dan akhirnya melahirkan jawaban yang unik. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan berpikir ke masa depan. Ide-ide baru yang gemilang tercetus, meretas belenggu pemikiran masa lalu. Mereka acap lebih mempercayai intuisi ketimbang pola pikir mapan.

Tentu mereka harus diberi wadah yang kondusif, agar potensinya berkembang optimal. Beri kebebasan dan kepercayaan untuk mengekspresikan, memikirkan, menelusuri, mempertanyakan, serta mencoba ide-ide baru. Sikap otoriter, kendali yang berlebihan, serta pemaksaan ide mesti disingkirkan. Berhati-hatilah dengan kritik. Kritik kepada karyawan kreatif sebaiknya berupa umpan balik konstruktif dan mengobarkan semangat.

Apa yang menjadi kendala kendala karyawan Hotel Amaris sulit berkreasi? Atau apa yang menjadi kendala perusahaan secara umum terkait karyawannya yang merasa kesulitan ikut dalam proses kreatif?

Banyak ide kreatif tidak dikemukakan, karena khawatir ditolak atau dianggap tidak masuk akal. Perusahaan harus siap mengambil risiko dengan menoleransi kesalahan hingga derajat tertentu. Kesalahan dijadikan sumber pembelajaran demi perbaikan di masa depan. Mereka harus diberikan kesempatan untuk berkontribusi, merasa tertantang dan termotivasi. Lontarkan pujian atas ide-ide mereka. Beri penghargaan terhadap ide kreatif yang mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

Apa saran Bapak agar Hotel Amaris terus memberdayakan kreativitas termasuk dengan melibatkan karyawannya?

Dan saran Bapak untuk perusahaan umum agar melibatkan karyawan untuk proses kreatif bisa sukses, sehingga pengimplementasiannya bisa “menggoyang pasar”?

Komunikasi merupakan hal yang penting. Buka wawasan mereka agar tidak terobsesi kepada hal kecil. Buka pintu lebar-lebar, mudahkan akses bagi mereka, tanpa terikat tempat dan waktu. Ingatlah, orang-orang ini terkadang tak kenal waktu dalam berkreasi. Ide sering muncul tiba-tiba.

Bagi seorang karyawan kreatif, paling membahagiakan adalah saat hasil karyanya dikenal, dihargai, serta bermanfaat. Mereka sangat peduli terhadap pendapat rekan kerja mereka. Pengakuan rekan kerja penting bagi mereka. Seorang pemimpin harus memastikan agar rekan-rekan kerjanya mampu memberikan penghargaan yang layak kepada sang karyawan kreatif.

Keseimbangan mesti dijaga, agar karyawan kreatif mampu bekerja dalam tim. Selain menjembatani agar mereka mengekspresikan ide-idenya, pemimpin juga mengimbangi agar tindakan mereka selaras dengan tata nilai perusahaan. Banyak karyawan kreatif yang cenderung individualistis, kurang disiplin akibat terlalu asyik dengan ide-ide dalam benak mereka. Mereka bosan dengan pekerjaan rutin dan repetitif, seperti membuat laporan. Kenyataannya perusahaan adalah sebuah sistem, dan jantungnya adalah sistem tata nilai.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved