Management Strategy

Jelang MEA, Konsolidasi Perbankan Harga Mati

Jelang MEA, Konsolidasi Perbankan Harga Mati

Era perdagangan bebas di kawasan ASEAN (MEA) akan segera bergulir pada akhir tahun ini. Untuk industri jasa keuangan, memang baru akan dimulai tahun 2020 mendatang. Namun, Bank Indonesia (BI) menilai kesiapan perbankan di Tanah Air masih jauh panggang dari api. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, bank-bank di seluruh dunia, termasuk kawasan ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, telah melakukan konsolidasi. Hasilnya, bank-bank dari negeri tetangga itu sudah siap berkompetisi di era pasar bebas ASEAN.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo (Foto: IST)

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo (Foto: IST)

Menurut dia, jumlah bank di Indonesia masih sangat banyak, yakni 118 bank. Jumlah itu telah jauh menurun dibandingkan era sebelum krisis finansial 1998, yang mencapai 240 bank. Namun, hanya sekitar 20 bank dari total 118 bank, yang menguasai sekitar 75% pangsa pasar. “Jika dari 20 bank itu bisa melakukan konsolidasi, perbankan RI akan lebih siap menghadapi MEA. Pertempuran di negeri sendiri dan regional ASEAN akan jauh lebih sengit. Konsolidasi ini imbauan. Nanti, pasti ada konsolidasi baik yang natural sifatnya, maupun diarahkan otoritas,” katanya dalam Diskusi bertema Kesiapan Bankir Indonesia Menghadapi MEA 2015.

Dia menjelaskan, sulit bagi perbankan Indonesia untuk bisa mengejar ketertinggalan dengan bank-bank besar milik negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura bila hanya mengandalkan pertumbuhan organik. Meski mampu menggeber pertumbuhan yang signifikan selama beberapa tahun ke depan, tetap saja volume aset dan kredit perbankan RI masih kalah jauh. Saat ini, 30% pangsa pasar perbankan di kawasan ASEAN dikuasai 7 bank besar. “Singapura, Malaysia, dan Thailand sudah melakukan konsolidasi perbankan. Indonesia belum. Itu yang menjadi kelemahan kita,” ujarnya.

Dari data yang dihimpun SWA, pemerintah Singapura sukses mengonsolidasikan jumlah bank dari 13 bank menjadi tinggal tiga bank yang besar-besar, yakni DBS Bank, OCBC Bank, dan UOB Bank selama kurun 1990-2013. Sementara itu, pemerintah Malaysia juga melakukan hal serupa di mana jumlah bank mereka dikonsolidasikan dari 28 bank menjadi tinggal 8 bank besar. Hasilnya, bank-bank mereka sukses menginvasi banyak negara di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Bank-bank asal Malaysia dan Singapura telah memiliki banyak jaringan kantor di Indonesia. Sebut saja, PT Bank CIMB Niaga Tbk yang memiliki 968 jaringan, BII-Maybank 426 kantor, PT Bank Danamon Indonesia Tbk 1.509 jaringan, Bank UOB Buana sebanyak 215 cabang, dan PT Bank OCBC NISP Tbk 334 cabang.

Konsolidasi perbankan sangat dibutuhkan untuk menghadapi liberalisasi perbankan MEA 2020 di mana nanti bank-bank berstatus Qualified ASEAN Banks (QAB) akan bebas berekspansi ke berbagai negara ASEAN. Sebagai pemegang saham, pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur aset dan pengelolaan bank-bank milik negara. Untuk itu, pemerintah harus mencari kandidat dirut bank BUMN yang mampu menjawab tantangan zaman dalam 10 tahun ke depan. Mereka yang ditunjuk mesti mendukung program konsolidasi bank-bank pelath merah.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved