Management

Jurus Cimory Mengelola Rantai Pasok Susu

Jurus Cimory Mengelola Rantai Pasok Susu

Awalnya hanya ingin membantu problem peternak susu, kini justru menjadi tulang punggung bisnis Grup. Kemampuan mengelola rantai pasok menjadi salah satu kunci sukses bisnisnya.

Bambang Sutantio

Bambang Sutantio, Presiden Direktur sekaligus pemilik Grup Macro

Tak sedikit pengelola perusahaan besar yang pusing tujuh keliling ketika menentukan arah pengembangan dan ekspansi bisnisnya. Terutama, terkait pertanyaan apa bisnis baru yang sebaiknya dimasuki. Banyak yang gagal kendati dilengkapi studi riset yang canggih.

Pengalaman berbeda dialami Grup Macro. Saat melakukan kegiatan CSR, pengelolanya melihat banyak peternak sapi perah di sebuah desa di Cisarua (Puncak), Bogor, yang kesulitan menjual produknya. Dari sana, terpikirlah ide untuk menolong dan membinanya. Grup Macro sendiri berkutat di bisnis pengolaan daging serta distribusi produk makanan dan minuman.

Lewat unit usaha baru, susu dari peternak tersebut dibeli, dan kemudian dikembangkanlah produk yogurt. Dan siapa sangka, unit usaha ini membesar, berkibar menjadi PT Cisarua Mountain Dairy. “Bisnis susu Cimory ini sekarang bisnis terbesar di grup kami,” ujar Bambang Sutantio, Presiden Direktur sekaligus pemilik Grup Macro yang memulai bisnis ini tahun 2006.

Keberadaan Cimory memang tak lepas dari kiprah Bambang. Sebelum merintis bisnis susu, dia sering bepergian dan beristirahat bersama istri dan anak-anaknya di Puncak. Di sana dia biasa membeli susu segar di koperasi susu setempat (KPS Giri Tani) untuk dikonsumsi anak-anaknya. Dari sanalah dia tahu problem yang ada. “Mereka kesulitan karena ongkos produksi justru lebih tinggi dari harga jual susu ke pabrik,” ungkapnya.

Bambang tidak serta-merta percaya informasi yang diterimanya. Untuk membuktikan kebenarannya, dia beternak sapi kecil-kecilan sendiri, 10 ekor sapi perah. Setelah beberapa waktu, dia mengakui cerita para peternak memang benar adanya.

Di tengah situasi tersebut, Bambang pun berpikir, “Kenapa tidak memulai bisnis produksi yogurt saja dengan memanfaatkan susu produksi mereka? Saya akan beli produksi mereka dengan harga yang lebih tinggi sehingga saya bisa membantu kehidupan mereka.”

Dia lalu mendirikan pabrik susu segar skala keci (kapasitas 2 ton per jam) untuk mengola susu dari KPS Giri Tani. Lokasinya di Cisarua, yang sekarang menjadi gerai resto Cimory.

Namun, sebelum mendirikan pabrik, terlebih dulu Bambang membuat beberapa komitmen dan perjanjian dengan KPS Giri Tani. Di antaranya: Cimory menjamin membeli dengan harga 10% lebih tinggi dari harga tertinggi mana pun. Waktu itu Rp 2.000 per liter, sementara pabrik lain Rp 1.700/liter. Bambang mematok harga tersebut karena tahu dengan harga Rp 1.800, Giri Tani sudah impas, tetapi kalau Rp 1.700, masih rugi.

Bambang Sutantio

Bambang Sutantio bersama staf

Namun, jaminan harga ini bersyarat. “Saya boleh memandu secara langsung koperasi agar kualitas susu bisa ditingkatkan,” kata Bambang. “Hanya itu permintaan saya,” katanya mengenang. Giri Tani setuju.

Saat itu Bambang meyakini bisnis susu segar punya masa depan yang baik asal dikomunikasikan dengan tepat. Umumnya masyarakat Indonesa belum tahu kandungan nutrisi susu segar jauh lebih bagus dibanding susu bubuk yang mayoritas produk impor itu. “Produk susu bubuk impor itu dihasilkan setelah melewati dua kali pemanasan, jadi sudah banyak kandungan nutrisi yang hilang,” ungkapnya.

Optimisme itu melecut Bambang sehingga dia sangat intensif mengedukasi pasar, dengan tujuan konsumen tahu kualitas nutrisi produknya, dan agar mereka makin mengenal Cimory. Cimory biasa mengundang sekolah atau lembaga untuk melihat bagaimana proses pembuatan susu segar. Tak mengherankan, dibanding perusahaan susu sejenis yang biasanya tertutup, Cimory cenderung menerapkan pola open door.

Kembali ke manajemen pasokan susu. Hubungan dengan Giri Tani berlangsung baik sehingga koperasi yang dulu peternaknya enggan memerah ini mulai aktif lagi. Koperasi yang mengelola 200-an sapi itu hidup lagi, bahkan produksinya meningkat setelah diberi pelatihan. Bila sebelumnya hanya 3.000 liter per hari, menjadi 16 ribu liter per hari.

Pada awal beroperasi, Bambang sering terjun untuk memberikan masukan dan pelatihan ke peternak dan koperasi. Namun, kini dia sudah menyerahkan kepada stafnya (dairy specialist) untuk menjalankan fungsi pembinaan. Yang pasti, kebijakan gradasi kualitas susu yang berbanding lurus dengan harga tetap diberlakukan hingga sekarang menjadi bagian dari cara merangsang untuk menghasilkan susu yang lebih berkualitas.

Sukses kerjasama pasokan dengan Giri Tani ini kemudian dijadikan pola Cimory dalam memperkuat sumber pasokan susu. Maklum, seiring dengan penjualan yang terus meroket, kebutuhan susu segar untuk bahan baku terus meningkat. Saat ini Cimory tak hanya mengandalkan Giri Tani, tetapi juga lima koperasi yang lain di Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Terlebih, Cimory sudah membangun pabrik baru skala industri besar di Kawasan Industri Sentul sehingga kebutuhan susunya juga lebih besar. “Itu sudah menjadi komimen kami untuk memberdayakan koperasi sehingga semua bahan baku dari koperasi dalam negeri. Kecuali kalau nanti pasokan sudah tidak cukup, terpaksa kami harus memilki peternakan sendiri. Sejauh ini pasokan dari koperasi masih cukup,” kata Bambang.

Dalam ekspansi pun Cimory tetap dengan pola mendekati beberapa sentra susu dan mendirikan pabrik kecil untuk menampung susunya. Setelah sukses di Cisarua, dan kapasitas produksinya membesar, proses produksi dipindahkan semua ke Kawasan Industri Sentul. Adapun pabrik mini di Cisarua dipindahkan ke Semarang.

Saat ini Grup Cimory bertekad membangun pabrik susu mini di sentra-sentra peternakan susu di seluruh Jawa, baik wilayah Barat, Timur, maupun Tengah. Setelah melakukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah, saat ini mereka sedang melakukan kontruksi untuk membuat pabrik susu ketiga, di Bligen, Jawa Timur.

Kebutuhan susu segar Grup Cimory terus meningkat dan saat ini sudah mencapai 120 ton/minggu atau sudah lebih dari 6.000 ton per tahun. Salah satu hal yang terus dilakukan ialah mendorong munculnya sentra-sentra susu dan Cimory akan mencoba untuk hadir. Bahkan, belum lama ini ada seorang bupati di Sumatera yang meminta Cimory mendirikan pabrik pengolahan di sana. Kini semua sedang dikaji kelayakannya oleh tim Cimory.

Salah satu koperasi yang menjadi mitra pemasok adalah Koperasi Peternak Susu (KPS) Cianjur Utara yang menjadi mitra sejak 2007. KPS ini membawahkan sekitar 150 peternak susu dengan jumlah sapi perah piaraan sekitar 1.000 ekor.

Aan Supendi, Ketua KPS Cianjur Utara, menjelaskan ada beberapa alasan mengapa pihaknya memilih bekerjasama dengan Cimory. Pertama, dari sisi jarak, lokasi Cimory lebih dekat dibanding pabrik besar yang sebelumnya menjadi mitra sehingga bisa lebih menghemat biaya kirim susu. Kedua, dari sisi harga, Cimory memberikan harga lebih tinggi sehingga mereka bisa menutup biaya produksi. Ketiga, dari sisi model kerjasamanya, tidak berbelit-belit. Bila ada pengurusan atau perubahan tertentu yang mereka butuhkan, cenderung mudah diselesaikan. Bila ada keluhan atau masukan, biasanya langsung direspons perwakilan Cimory yang mengurus di tingkat lapangan.

Tentang ini, Aan mencontohkan permodalan usaha. Selama ini Cimory sangat membantu dalam permodalan. Misalnya, ketika ada tawaran bantuan permodalan dari lembaga tertentu, Cimory bisa memberikan jaminan pasar yang dipersyaratkan kreditor. Pernah juga ketika akan mencari pinjaman baru ke lembaga kredit tetapi dengan syarat utang lama harus ditutup dulu, Cimory memberikan talangan untuk melunasi utang. “Jadi, kerjasama kami sangat baik,” ujar Aan.

Bambang mengakui, memberdayakan peternak susu bukan hal mudah. Persoalannya cukup kompleks. Hal ini terbukti dari jumlah populasi sapi perah di Indonesia yang cenderung stagnan. “Salah satu problem utamanya ialah skala ekonomi per peternak yang sangat kecil. Satu keluarga hanya punya 3- 4 sapi. Kalau bisa di atas 10 atau 20 ekor per keluarga, mungkin akan lebih mudah mengelolanya,” kata Bambang. Di Cimory bila ada petani yang bisa memasok 500 liter sehari, akan dipersilahkan untuk dilakukan pengiriman langsung ke pabrik. Namun bila di bawah itu, mesti melalui koperasi dulu agar tim logistik Cimory tidak kewalahan.

Agar peternak susu berkembang, perlu meningkatkan skala ekonomi mereka. Memang hal ini tidak mudah karena juga terkait permodalan. Pemerintah perlu memberikan kredit yang sangat lunak bagi mereka agar para peternak susu di Indonesia bisa bangkit dan tidak menjadi sasaran produk impor. Yang menarik, sejumlah peternak susu yang sejak awal dibina Cimory juga sudah banyak yang berkembang maju. “Ada peternak yang sudah punya 50 sapi dan ke mana-mana pakai Pajero, tentu kami ikut senang,” ungkap Bambang.

Di sisi lain, diakui Bambang, pihaknya tidak membuat perjanjian bahwa peternak harus menjual susu ke perusahaannya sehingga beberapa peternak sapi anggota koperasi yang sudah besar ada yang memilih keluar sebagai pemasok ketika usahanya sudah besar. Hal ini diakui Bambang sebagai risiko bisnis. Namun, sejauh ini, dari koperasi yang sejak awal dibina, semuanya masih bermitra dengan Cimory.

Pakar manajemen agribisnis dari Universitas Padjadjaran, Tomy Perdana, melihat potensi industri persusuan dari sisi permintaan cukup besar terutama karena konsumsi susu cair per kapita penduduk Indonesia lebih rendah dibandingkan negera lain. Namun, persoalan yang dihadapi industri persusuan Indonesia adalah peternak susu memiliki skala usaha yang kecil (3-5 ekor). Kondisi tersebut menyebabkan produktivitas hasil produksi susunya menjadi terbatas (10-15 liter per hari) sehingga daya saing produknya menjadi lebih rendah dibandingkan peternak susu negara lain (30-35 liter per hari). Selain itu, lemahnya penggunaan teknologi pembibitan, nutrisi pakan, dan logistik menjadi pendorong rendahnya daya saing peternak susu Indonesia.

Cimory di sisi lain, menurut Tomy, dinilai berhasil mengembangkan sistem rantai pasok inklusif yang melibatkan peternakan kecil ke dalam model bisnis yang dibangunnya. Sistem insentif berupa harga yang lebih tinggi 10% dari pasar umum menjadikan daya tarik bagi peternak susu untuk bermitra dengan Cimory.

Selain itu, Cimory juga melibatkan koperasi sebagai agregator bisnis di level produsen yang menjadi pengendali kualitas (quality control) bagi susu yang dihasilkan peternak anggota koperasi. “Harga pembelian susu yang lebih tinggi tersebut merupakan salah satu bentuk transfer nilai tambah dari industri pengolahan susu seperti Cimory,” katanya.

Lebih lanjut, Cimory bisa mengembangkan sistem rantai pasok yang berkelanjutan dengan menerapkan sistem “active bonus voucher” bagi para peternak susu yang mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas susunya agar memenuhi standar yang ditetapkan.

Tak hanya itu, Cimory pun dinilai mampu menerapkan circular supply chain/closed loop supply chain untuk meningkatkan efisiensi dan nilai tambah rantai pasoknya, mulai dari peternak susu yang menjadi mitranya hingga industri pengolahan yang dikembangkannya. Cimory juga dapat memberikan insentif bagi koperasi agar meningkatkan kinerja peternak susu angggotanya melalui program pendampingan aplikasi teknologi.

Selanjutnya, Tomy menyarankan, untuk mengurangi ketergantungan pada impor, sudah selayaknya Indonesia menerapkan model kolaborasi triple helix dalam menciptakan nilai bersama (value co-creation) dalam pengembangan industri persusuan nasional. “Pelaku rantai pasok industri persusuan seperti Cimory harus menjadi aktor utama dalam kemajuan industri persusuan dengan menghasilkan inovasi kolaboratif (co-innovation),” katanya. Dalam hal ini pelaku usaha, peternak, dan pemerintah harus bekerjasama untuk inovasi, co-branding, kemitraan pembibitan, pembiayaan rantai nilai, hingga pengadaan lahan.

Saran dari Tomy tentunya patut disimak. Yang jelas, PT Cisarua Mountain Dairy sekarang memproduksi susu pasteurisasi, yogurt, keju, dan roti yang semuanya dipasarkan di gerai modern. Bahkan agar memudahkan pelanggan dalam memikmati produk, juga sudah dibuka Cimory Milk Plus dan Cimory Dairy Shop yang khusus menjual produk-produk Cimory. Atas suksesnya mengolah produk dalam negeri ini, Cimory sudah mendapatkan berbagai penghargaan.

Keberadaan bisnis Cimory dalam memberdayakan para peternak susu lokal dipandang sebagai upaya yang berarti dalam membantu menurunkan impor susu bubuk serta menaikkan taraf hidup peternak. Yang pasti, usaha yang dulunya hanya bagian dari CSR ini kemudian justru mengalahkan omset bisnis lama Grup Macro, baik itu bisnis pengolahan daging, nuget, dan sosis; bisnis distribusi bahan makanan-minuman; bisnis pengolahan telur; maupun bisnis pengolahan kacang dedelai. Sesuatu yang dulu tak terpikirkan sewaktu Bambang merintisnya. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved