Management

Kadin: Daya Saing Indonesia Masih Rendah

Oleh Admin
Kadin: Daya Saing Indonesia Masih Rendah

Suryo Bambang Sulisto, Ketua Umum Kadin Indonesia, berpandangan bahwa daya saing Indonesia masih rendah. Menurut dia, ini karena kualitas dan jumlah infrastruktur yang sangat rendah dan sangat jauh dari memadai. Diakui Suryo, pemerintah memang sudah menunjukkan perhatiannya terhadap masalah infrastruktur. Akan tetapi, kemacetan masih terjadi, transportasi publik belum memadai, bandara dan pelabuhan tidak bertambah, kapasitas listrik yang tidak memadai, serta jaringan irigasi justru menurun.

Pada tahun 2010 sampai dengan 2011 peringkat daya saing ekonomi Indonesia menurun dari peringkat 44 menjadi peringkat 46, dan kemudian menurun lagi menjadi peringkat 50 pada tahun 2012. “Daya saing Indonesia masih rendah karena kualitas dan jumlah infrastruktur sangat rendah dan sangat jauh dari memadai,” kata Suryo.

Daya saing infrastruktur Indonesia dinilai masih rendah. Ini bisa terlihat dari posisi Indonesia yang berada di peringkat 78 di dunia. Untuk daerah ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Flipina, Kamboja, dan Vietnam. Dari semua komponen infrastruktur yang diteliti, yang paling buruk adalah kondisi pelabuhan (peringkat 104) dan kondisi jalan (peringkat 90). “Pembangunan jalan baru sangat sedikit. Perkembangan infrastruktur pelabuhan dan bandara juga sangat rendah tidak seimbang dengan perkembangan aktivitasnya,” kata Suryo,

Selama ini, lanjut dia, jika swasta hendak membangun dengan dananya, maka swasta menghadapi persoalan pembebasan tanah, regulasi, birokrasi, dan iklim usaha yang masih tidak kondusif.

Karena kondisi infrastruktur yang buruk maka konektivitas antar daerah pun lemah. Hal ini lantas berimbas pada tingginya biaya logistik di Indonesia. Biaya tersebut saat ini berkisar antara 25-30 persen. Sebagai perbandingan, biaya logistik di Malaysia 15 persen, Amerika 10 persen, Jepang 10 persen, dan Thailand 16 persen.

Peringkat daya saing yang rendah juga tercermin dari kondisi kelembagaan birokrasi yang tidak produktif dan bahkan dinilai mengganggu dunia usaha. “Kebijakan dan regulasi pemerintah sering tidak pasti sehingga mengganggu dunia usaha,” kata dia.

Tenaga kerja yang tidak efisien dan faktor ketidaksiapan teknologi juga mempengaruhi rendahnya daya saing. Menurut dia, tekanan dan tuntutan kenaikan upah sangat kuat, namun tidak disertai efisiensi dan produktivitas tenaga kerja. Hal ini lantas menyebabkan dunia usaha, terutama untuk sektor industri, semakin tertekan pertumbuhannya.

Kondisi infrastruktur dan layanan birokrasi yang buruk pun akhirnya berimbas ongkos produksi dan perdagangan yang semakin mahal. Sementara faktor ketenagakerjaan yang tidak efisien dan teknologi yang relatif rendah menyebabkan inefisiensi industri. “Kondisi seperti ini mempengaruhi rendahnya kemudahan melakukan usaha (doing business),” tambahnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved