Management Strategy

Pengusaha Alihkan Pendanaan ke Mata Uang Euro & Yen

Pengusaha Alihkan Pendanaan ke Mata Uang Euro & Yen

Tekanan terhadap rupiah masih membayangi Indonesia seiring masih tingginya ketidakpastian global. Kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat sangat memengaruhi pasar Asia. Namun, Vice-Chairman Asia-Pasific and Country Chief Executive Officer, Credit Suisse, Jose Isidro Camacho, menilai pasar Asia sudah mulai siap menghadapi dampak dari kebijakan The Fed. Meski begitu, penyatuan pasar modal Asia, terutama di kawasan ASEAN masih lambat. “Harus ada langkah-langkah khusus untuk mengurangi dampak buruk dari (penguatan) nilai tukar dolar AS,” katanya di sela-sela World Economic Forum on East Asia, Senin (20/4).

John Riady, Direktur Eksekutif Lippo Group, menilai para pengusaha di Indonesia bisa mengurangi risiko terhadap nilai tukar rupiah dengan melakukan diversifikasi sumber pendanaan. Saat ini, sebagian besar sumber dana masih dalam denominasi dolar AS. Itulah yang membuat gejolak di Amerika Serikat akan terasa dampaknya di berbagai negara, termasuk Indonesia. “Di banyak negara, China masih merupakan mitra dagang, ekspor-impor yang terbesar. Kalau kita berhubungan dengan mereka, kenapa kita masih banyak menggunakan dolar AS. Itu pertanyaannya, kenapa tidak menggunakan Renmimbi,” ujarnya.

John Riady, Executive Director Lippo Group

John Riady, Executive Director Lippo Group (Foto: World Economic Forum)

Namun, upaya penerimaan Renmimbi di pasar internasional akan memakan waktu lama sekitar 10-20 tahun. Saat ini, mata uang Negeri Tirai Bambu belum sepenuhnya convertible seperti dolar AS. Pemerintah Tiongkok sendiri tengah dalam menginternasionalisasikan mata uang mereka. Sembari menunggu itu, para pengusaha di Tanah Air harus bisa mendiversifikasi sumber pendanaan. “Sekarang, kebanyakan fund raising kita dalam bentuk USD. Kenapa tidak sebagian diganti Euro, atau yen (Jepang). Kebetulan, saat ini Amerika mulai ketat (kebijakan moneternya), Eropa dan Jepang masih cukup longgar (kebijakan moneternya). Ini akan menguntungkan Indonesia,” ujarnya.

Terkait dengan rencana penaikan suku bunga Federal Reserve, John menyebutkan bahwa tidak ada yang tahu kapan The Fed akan menaikkan suku bunga, entah dalam enam bulan atau sembilan bulan mendatang. Tapi, situasi saat ini di Asia sangat jauh berbeda dari situasi pada 1996 silam. “Kini, Asia memiliki cadangan 4,5 kali lebih besar dibanding 1996, jika tidak mencakup Tiongkok, maka kami masih memiliki cadangan 2,5 kali lebih besar. Jadi posisi Asia saat ini sudah lebih baik untuk menghadapi moratorium yang akan dikeluarkan di AS,” ujarnya.

Untuk mengurangi risiko nilai tukar, para pengusaha, terutama Badan Usaha Milik Negara melakukan hedging untuk pinjaman dalam denominasi dolar AS bekerjasama dengan perbankan. Sejumlah perusahaan pelat merah telah melaksanakan instruksi Menteri BUMN Rini Soewandi seperti PLN, Garuda Indonesia dan Semen Indonesia. Transaksi hedging (lindung nilai) dilakukan melalui sebuah perjanjian antara korporasi dan perbankan yang menyepakati untuk membeli atau menjual level tertentu nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing di masa depan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved