Management Strategy

Lesunya Bisnis Properti Berdampak Buruk pada Industri Kaca

Lesunya Bisnis Properti Berdampak Buruk pada Industri Kaca

Glasstech Asia merupakan pameran terbesar se-Asia Tenggara khusus untuk industri kaca. Pameran ini diadakan pada 19 hingga 21 November 2015 di JI Expo Kemayoran, Jakarta dan terdapat 8 pavilion yaitu Indonesia, Singapura Italia, Inggris, Taiwan, Jerman, Tiongkok dan Malaysia, dengan total peserta 233 peserta dari 14 negara. Pameran ini tidak hanya menampilkan hasil produk kaca tapi juga menampilkan industri kaca dari hulu hingga ke hilir.

IMG_20151119_203824

Saat ini, industri kaca dalam negeri sudah mampu menyerap sekitar 70-80% untuk sektor properti dan konstruksi. Sisanya 20% untuk memenuhi permintaan industri otomotif. Selain ke dalam negeri, untuk pasar luar negeri seperti Asia tenggara, Jepang, Timur Tengah dan Selandia Baru, Indonesia sudah mampu mengekspor sekitar 30%-40%.

Industri kaca sangat erat kaitannya dengan bisnis properti dan otomotif. “Saat ini, sedang ada pelemahan ekonomi yang didahului dengan pelemehan kurs. Hal ini berdampak pada industri properti dan otomotif yang pada akhirnya juga mempengaruhi industri kaca.” ujar Putra Narjadin, Ketua II Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Indonesia.

Pelemahan pada industri properti berdampak pada industri kaca dikarenakan industri properti merupakan indsutri yang paling banyak menggunakan kaca dalam menjalankan bisnisnya. Di tahun ini diperkirakan penurunan di bisnis properti adalah sekitar 10%. Sebenarnya penurunan bisnis properti tahun ini belum terlalu besar karena proyek properti yang dilaksanakan pada tahun ini adalah proyek yang sudah diputuskan dan ditandatangani pada satu atau 2 tahun yang lalu. “Yang saya khawatirkan adalah kondisi bisnis properti satu atau dua tahun ke depan karena proyek satu dua tahun ke depan seharusnya diputuskan pada tahun ini.” lanjutnya. Sedangkan untuk bisnis otomotif saat ini mengalami penurunan sekitar 17%.

Nilai penjualan bisnis kaca tahun ini sekitar US$ 1,4 miliar. “Pasar domestik di Indonesia walaupun yang terbesar di Asia, namun masih jauh di bawah China. Contoh di Indonesia kami hanya punya dua pabrik kaca, sedangkan di China sudah ada 360 pabrik kaca. Di China sudah ada sekitar 20 pabrik yang membuat pemrosesan lembaran kaca menjadi kaca siap pakai. Di Indonesia hanya ada sekitar 10-15 pabrik kaca yang besar. Sedangkan di China mencapai 7.600 pabrik.” ujarnya. Jika dilihat dari skalanya, Indonesia memang masih jauh di bawah China. Namun untuk kualitas Indonesia masih dapat bersaing.

Menurutnya, kapasitas produksi kaca di Indonesia, jika diambil contoh dari dua perusahaan kaca yang besar dalam sehari bisa mencapai angka 3.000 ton per hari. Misalnya produsen kaca Asahimas dan Mulia, masing masing bisa memproduksi 1.500 ton per hari. Banyak faktor yang memengaruhi kapastias produksi kaca di Indonesia. Seperti harga gas dan listrik yang mahal. Sedangkan untuk pemrosesan kaca sangat membutuhkan dua hal tersebut. Menurutnya, faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan industri kaca dalam negeri adalah dari sisi logistik, infrastruktur dan kondisi krisis global. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved