Management

Masa Sulit Si Raja Streaming

Masa Sulit Si Raja Streaming

Setelah menikmati pertumbuhan yang konstan, raksasa streaming ini diterpa masalah hingga harus mem-PHK-kan karyawan. Apa faktor penyebabnya? Apa pula rencana taktisnya melewati tantangan tersebut?

Co-CEO Netflix Reed Hastings (Getty Images/GETTY IMAGES FOR NETFLIX).

Hidup memang naik-turun. Tak selamanya langit cerah. Begitulah yang kini dialami Netflix. Setelah terus berjaya, terutama di masa pandemi, raksasa streaming film itu tengah menghadapi awan pekat yang menggantung. Mei 2022, mereka melaporkan telah kehilangan 200 ribu pelanggan secara global selama kuartal pertama di tahun ini (Januari-Maret). Labanya per 31 Maret 2022 pun dilaporkan hanya mencapai US$ 1,5 miliar, merosot 6% year on year (31 Maret 2021).

Netflix memang masih memiliki sekitar 222 juta pelanggan. Jumlah ini membuatnya tetap duduk di kursi terhormat: rajanya streaming di dunia. Total pendapatannya pada kuartal I/2022 mencapai US$ 7,87 miliar, meningkat dari US$ 7,16 dibandingksn periode yang sama. Namun, alih-alih bersuka cita, alarm tanda bahaya terus menyala. Mengapa?

Pada akhir semester I/2022, jumlah pelanggan yang akan cabut ditaksir lebih besar dari tiga bulan pertama 2022, yakni bisa mencapai 2 juta pelanggan. Padahal, sebelumnya, jumlah pelanggan ditaksir justru akan meningkat hingga 2,5 juta.

Sungguh sangat jauh meleset dari perkiraan, dan ini benar-benar mimpi buruk yang tak terbayangkan sebelumnya. Ini juga sekaligus meneruskan rentetan kabar jelek yang telah bertiup sejak akhir tahun lalu. Menutup tahun 2021, value Netflix merosot sekitar US$ 200 miliar, turun 70% dibandingkan tahun 2020 karena investor mencium perlambatan bisnisnya.

Tak ayal, isu ini segera menimbulkan perkiraan yang tidak sedap atas masa depan Netflix di tengah para pesaingnya yang justru terus mengukir posisi yang makin cemerlang di tengah persaingan yang kian sengit. Disney+, terutama, yang menikmati penambahan sekitar 7,9 juta pelanggan selama tiga bulan pertama 2022, sementara HBO Max mendapat 3 juta pelanggan. Disney+ menyebut total pelanggannya kini mencapai 87,6 juta di seluruh dunia.

Sementara waktu, respons cepat Netflix adalah memangkas karyawan. Tak lama setelah mengumumkan kehilangan 200 ribu pelanggan, mereka membuat keputusan pahit: melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 150 karyawan.

Jumlah ini memang kurang dari 2% dari total karyawan sebanyak 11.300 staf dan kebanyakan berada di Amerika Serikat (AS). Namun, bagi Netflix, ini sungguh aib besar.

Pasalnya, sejak 2015 mereka ngebut untuk terus menambah SDM sejalan dengan bisnis yang berlari cepat. Jumlah karyawannya terus meningkat. Tahun 2015, karyawan tercatat sebanyak 3.500 orang. Pada 2016, menjadi 4.500 orang. Lalu, menjadi 5.400 orang setahun berikutnya, 7.100 orang (2018), 8.600 orang (2019), dan 9.400 orang pada 2020.

“Turunnya pertumbuhan pendapatan membuat kami harus memperlambat biaya operasional. Dengan berat hati, kami harus memberhentikan 150 pegawai, kebanyakan berasal dari kantor di Amerika Serikat,” kata perwakilan Netflix, dikutip dari Bloomberg, 18 Mei 2022.

“Perubahan ini terutama didorong oleh kebutuhan bisnis daripada kinerja individu. Tidak ada dari kami yang ingin mengucapkan selamat tinggal kepada rekan kerja yang hebat. Kami bekerja keras mendukung mereka melalui transisi yang sangat sulit ini,” lanjutnya.

Masih belum berhenti di sini, pada akhir Mei, Netflix juga memberhentikan pekerja kontrak di Tudum, sebuah website yang mempromosikan film dan serial televisi untuk layanan streaming.

Sekali lagi, ini adalah mimpi buruk bagi Netflix. Sejauh ini manajemen perusahaan ini menyebut sejumlah faktor sebagai biang kerok sehingga pertumbuhannya melambat. Dalam surat tertulis yang ditujukan kepada pemegang saham, mereka mengungkap tiga faktor. Apa saja?

Pertama, password sharing akun kepada orang lain yang tidak tinggal satu rumah. Saat ini, manajemen Neflix memperkirakan ada 222 juta rumah tangga yang membayar untuk mengakses layanan video-on-demand miliknya. Nah, akses akun itu juga ditengarai dibagikan kepada lebih dari 100 juta rumah tangga tambahan melalui kebiasaan berbagi akun. Hal ini menyalahi aturan main yang hanya mengizinkan berbagi akun ekstra untuk keluarga. Rencananya, akan ada tindakan pemungutan biaya tambahan bagi pengguna yang sering berbagi akun di luar keluarganya.

Faktor kedua, Perang Rusia-Ukraina. Setelah perang meletus, Netflix memutuskan menghentikan layanannya di Rusia pada Maret 2022. Keputusan itu juga turut menangguhkan seluruh langganan berbayar di negaranya Putin yang disebut memiliki 700 ribu pelanggan. Bila tak menangguhkan layanannya di Rusia, Netflix memperkirakan mereka masih akan melihat pertumbuhan pelanggan hingga 500 ribu.

Adapun faktor ketiga, tentu saja, persaingan yang meningkat antarplatform streaming. Selain Disney+, platform streaming lainnya yang terus berupaya menggerogoti Netflix adalah HBO Go, Amazon Prime Video, Viu, Hulu, dan ESPN+.

Di antara para pemain itu, Disney+ terlihat sebagai pemain yang makin agresif. Sejalan dengan pertambahan pelanggan, manajemen Disney juga melaporkan nilai pendapatan per pelanggan Disney+ kini jauh lebih banyak daripada sebelumnya, setidaknya di AS. Pendapatan bulanan rata-rata per pelanggan berbayar yang sebelumnya US$ 6,01, meningkat menjadi US$ 6,32.

Menyadari konten menjadi hal kunci, Disney+ memang makin serius untuk memperkaya kepustakaan filmnya. Mereka bahkan rela mengeluarkan hingga US$ 1 miliar untuk mengakhiri perjanjian lisensi konten film dan televisi keluaran Disney agar dapat ditayangkan di layanan streaming-nya sendiri. Hal ini cukup menarik minat pelanggan baru di samping harga langganannya yang relatif lebih murah (Rp 199.000 per tahun) dibandingkan Netflix (Rp 2,2 juta per tahun).

Tentang Disney+, Co-CEO Netflix Reed Hastings yang selama bertahun-tahun menepis ketakutan kepada para pesaingnya, kini bahkan secara terbuka mengakui bahwa Disney+ punya acara dan film yang sangat bagus, yang mengancam perusahaannya.

Di luar tiga faktor di atas, para analis menyebut ada faktor lain yang turut berpengaruh, yakni pencabutan pembatasan pandemi di sejumlah wilayah dunia. Harus diakui, bisnis streaming memang mendapat banyak keuntungan saat pandemi ketika orang-orang di seantero bumi tinggal di rumah.

Namun, sejalan dengan meluasnya vaksin dan pelonggaran mobilitas dalam beberapa bulan terakhir, banyak orang yang kini menghabiskan waktu lebih sedikit di dalam platform streaming yang sebelumnya banyak ditonton. Kerinduan kepada aktivitas di luar ruang mendorong orang mengurangi aktivitas film streaming-nya.

Jadi, apa yang akan dilakukan Netflix?

Reed Hastings, co-CEO of Netflix Kwaku Alston—Netflix

Selain menurunkan biaya operasional (dengan cara PHK karyawan), saat memaparkan kinerja keuangan Netflix selama kuartal I/2022, Reed Hastings mengatakan mereka sedang menjajaki penerapan harga berlangganan yang lebih rendah, sekaligus membuka ruang untuk iklan setelah bertahun-tahun menolak iklan di platform.

Menariknya, cara ini tidak unik. Pesaingnya, HBO Max, telah menerapkan sistem US$ 15 per bulan yang bebas iklan (commercial-free service) dan US$ 10 untuk service with advertising.

Sementara Disney+, Maret lalu juga mengumumkan akan menghadirkan paket berlangganan yang lebih murah lagi, tapi disertai iklan. Rencananya, kebijakan ini akan dirilis akhir 2022. Disebut-sebut, Disney+ bakal menampilkan iklan selama empat menit pada film atau serial yang berdurasi satu jam ke bawah.

Langkah lain, Netflix berencana memungut biaya tambahan bagi pengguna yang sering berbagi akun dan kata sandi. Si Raja Streaming dilaporkan tengah menguji fitur baru yang memungkinkan pemegang paket standar dan premium menambahkan sub-akun hingga dua orang, yang tidak tinggal bersama mereka.

Fitur tersebut diuji di beberapa negara, yakni Cile, Peru, dan Kosta Rika. Pelanggan akan dikenai biaya tambahan sebesar 2.300 peso (sekitar Rp 41.069) di Cile, US$ 2,99 (Rp 42.883) di Kosta Rika, dan 7,9 nuevo sol (sekitar Rp 30.000) di Peru.

Bila rencana tersebut berhasil diluncurkan, ditaksir bakal menambah pundi-pundi Netflix secara signifikan. Para analis Wall Street memprediksi kebijakan terbaru itu berpotensi menambah US$ 1,6 miliar (sekitar Rp 22,9 triliun) per tahun ke kantong perusahaan yang bermarkas di California, AS itu.

Rencana-rencana taktis untuk mendongkrak kinerja itu dijalankan berbarengan dengan sejumlah langkah strategis, yakni masuk ke bisnis video games, merekrut VP game development, sekaligus mengakuisisi sejumlah perusahaan studio gaming. Netflix juga terus berupaya melipatgandakan konten orisinal, memproduksi lagi sejumlah film laris seperti Squid Game, Bridgerton, dan Stranger Things.

Bagaimana hasil dari langkah-langkah taktis tersebut, publik masih menunggu. Yang menarik, kebijakan baru perihal berbagi akun dan password disebut-sebut tak disenangi banyak pelanggan. Tak mengherankan, mereka terdorong untuk berhenti menjadi pelanggan, sehingga semakin banyak yang dikhawatirkan akan stop berlangganan di akhir semester I/2022.

Kabar ini tentu bukan sesuatu yang ingin didengar. Namun, Reed Hastings berikut jajaran manajemen Netflix bukanlah pemain kemarin sore. Ini bukanlah tantangan berat yang pertama kali mereka hadapi. Dalam 25 tahun kehidupannya, mereka telah kenyang jatuh-bangun.

Tahun 2011, misalnya, Netflix membagi sistem langganannya: untuk streaming dan DVD. Masing-masing berbanderol US$ 8 sebulan, sementara sebelumnya US$ 10 per bulan untuk dua layanan yang disatukan (langganan streaming dan sewa DVD). Peningkatan ini membuat marah para pelanggan yang masih banyak juga berlangganan DVD. Netflix meresponsnya dan memutuskan untuk bercabang dengan membuat Qwikster buat layanan sewa DVD, serta Netflix untuk streaming. Mereka lalu melaju.

Pada akhirnya, pergulatan bisnis memang sesuatu yang natural. Sejauh mana Reed Hasting bisa melewati tantangan ini, akan menjadi sangat menarik. Yang jelas, sementara Netflix bergulat dengan problemnya, para pemain platform lain tak akan mau melewatkan kesempatan untuk terus menggerogoti singgasana sang raja. (*)

Teguh S. Pambudi

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved