Management Strategy

Masukan Suryo Bambang Sulisto untuk Kemajuan Bangsa

Oleh Admin
Masukan Suryo Bambang Sulisto untuk Kemajuan Bangsa

Dalam acara Indonesia Investor Forum 3, yang diadakan di JCC, Senayan, Jakarta, Suryo Bambang Sulisto, Ketua Umum Kadin Indonesia, mengemukakan sejumlah masukan dalam rangka membangun Indonesia ke arah yang lebih baik lagi. Infrastruktur menjadi salah satu yang diperhatikan olehnya. Memang, biaya untuk membangun infrastruktur tidak kecil, tapi hal itu mungkin untuk didapatkan sehingga pembangunan pun bisa dilakukan lebih cepat. Solusi yang dia sodorkan adalah menggunakan dana subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Seperti apa maksud Suryo terkait solusinya tersebut? Simak penuturannya dalam acara IIF3 yang bertajuk “Pemerintahan, Investor, dan Masyarakat Demi Kesejahteraan Bersama: Solusi Atas Kegelisahan Investor dan Masyarakat Menyongsong Tahun Politik 2014,” pada hari ini, Selasa (21/1/2014).

Suryo Bambang Sulisto, Ketua Umum Kadin Indonesia

Suryo Bambang Sulisto, Ketua Umum Kadin Indonesia

Pakai dana subsidi BBM

Kalau kita melihat permasalahan yang dihadapi, kita di sini berbicara masalah infrastruktur, di mana kebutuhan kita akan infrastruktur itu begitu besar. Dan dikatakan infrastruktur di Indonesia ini sangat tertinggal. Kebutuhan menyangkut pelabuhan, jalan, pembangkit listrik, dan sebagainya. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya kita bisa mengejar ketertinggalan ini? Ujung-ujungnya permasalahan itu, menurut hemat saya, di pendanaan.

Tadi dikatakan, seperti Pak Bambang (Susantono, Wakil Menteri Perhubungan) mengatakan diperlukan sekitar Rp 200 triliun untuk membangun semua pelabuhan. Pak Hatta (Rajasa selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian) juga mengatakan anggaran untuk infrastruktur sekitar Rp 200 triliun.

Saya bertanya, dari mana dananya untuk mengejar ketertinggalan-ketertinggalan itu? Kadin melihat ada solusinya sebetulnya, tapi ini memerlukan keberanian pemerintah untuk menjawab tantangan ini. Solusinya di mana? Ada Rp 300 triliun lebih setiap tahun, kita itu, istilahnya saya pakai mungkin perkataan yang agak keras di sini, menghamburkan dana untuk subsidi BBM.

Kenapa saya katakan menghamburkan? (Itu) tidak jelas. Yang diberikan subsidi itu, sudah pernah ada yang mengatakan, adalah mayoritas orang-orang yang tidak perlu disubsidi. Kedua, banyak penyeludupan-penyeludupan terjadi dengan BBM yang disubsidi. Belum lagi pemborosan dan lain sebagainya. Di Filipina saja yang PDB-nya lebih rendah dari Indonesia, rakyatnya membayar bensin Rp 15 ribu per liter. Saya baru dari sana. Kita ya masih separuhnya. Jadi, apa bisa diukur efisiensi, efektivitas, dan pemborosan yang kita biarkan setiap tahun Rp 300 triliun lebih untuk itu?

Bayangkan, kalau kita bisa hemat Rp 300 triliun itu, misalnya, kasih Rp 5 triliun ke setiap provinsi untuk pembangunan infrastruktur. Itu saja baru Rp 170 triliun, kalau dikali dengan 34 provinsi. Masih ada lagi sisanya. Malah, ada provinsi yang saat ini dana anggaran setiap tahunnya tidak sampai Rp 5 triliun. Bayangkan bila diberikan Rp 5 triliun, maka begitu cepat pembangunan infrastruktur di daerah itu. Kalau tidak semua dana digunakan di infrastruktur, mungkin bisa untuk pendidikan, kesehatan, menambah gaji PNS-nya, membantu modal BPD, dan sebagainya.

Yang ditakutkan pemerintah, hal itu (menaikkan harga BBM bersubsidi) akan menyengsarakan rakyat miskin. Tapi, kalau dijelaskan dengan suatu program, saya kira rakyat akan menerima. Karena Rp 300 triliun ini tidak jelas.

indonesia investor forum 2014 Swasta lebih dilibatkan dalam pembangunan infrastruktur

Kemudian, juga perlu adanya pemikiran-pemikiran kreatif untuk mengembangkan partisipasi swasta di dalam pembangunan infrastruktur, misalnya, di daerah-daerah terpencil yang perlu konektivitas. Misalnya, ada pulau yang memiliki potensi pariwisata, tambang, atau hal lainnya, tapi tidak ada hubungan ke pulau itu. Bagaimana kalau ditawarkan ke swasta.

“Coba kamu (swasta) bangun hubungan ferry ke pulau itu. Coba tolong dihitung.” Kalau hitung-hitungan untuk kelayakan swasta mengusahakan ferry ke pulau itu, di mana dia memerlukan katakanlah 1.000 penumpang setiap harinya, tetapi karena belum ramai yaitu baru 500 penumpang, maka pemerintah yang memberikan tambahan subsidi demi memenuhi kekurangan yang 50 persen itu. Ini dilakukan di banyak negara. Disebut guaranteed viability untuk proyek itu. Jadi, ada semacam bantuan, apakah dari pemda atau pemerintah pusat, agar usaha itu bisa menjadi layak. Hal-hal seperti ini perlu dipikirkan supaya kita bisa mempercepat pembangunan infrastruktur.

Solusi terhadap kemacetan

Kedua, mengenai kemacetan. Belum lama ini, Kadin memberikan usul ke pemerintah terkait macet. Karena macet itu diakibatkan oleh kendaraan bermotor. Jadi, kenapa tidak diadakan pajak tambahan sebesar 10 persen untuk penjualan mobil-motor yang baru? Itu pajak nanti dipakai untuk pembangunan jalan.

Bagaimana tidak macet, setiap tahun, ada 1 juta unit lebih mobil dan hampir 10 juta motor digelontorkan masuk ke dalam sistem jalan raya kita. Mungkin separuhnya ke Jakarta. Bagaimana tidak macet kalau tidak diimbangi dengan pembangunan jalan raya, jalan layang, dan sebagainya, seperti kita lihat di negara-negara lain, yaitu di Jepang, bahkan di Bangkok.

Hitung-hitungan kasar kami, kalau 10 persen mobil baru dikenakan pajak, dan begitu juga sepeda motor, setiap tahun kurang lebih ada Rp 40 triliun yang bisa dihasilkan. Itu bisa membangun sekitar 400 kilometer jalan setiap tahun. Ini kenapa tidak? Kalau orang membeli mobil Rp 200 juta ditambah Rp 20 juta, saya kira dia akan tetap membeli mobil. Ya, mungkin ada penurunan sedikit dari penjualan mobil. Dan, itu juga belum tentu, karena dengan ditambahnya jalan, bertambah lancar, akan lebih banyak mobil yang bisa terjual. Jadi, menurut hemat saya, diperlukan keberanian untuk mengambil keputusan-keputusan yang praktis. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved