Management Book Review Strategy

Mencetak Talent Level Global Perlu 5 Stimulan

Mencetak Talent Level Global Perlu 5 Stimulan

Bagi perusahaan, untuk memenuhi kebutuhan talent berkapasitas global kemungkinannya ya cuma dua, membeli atau mencetaknya dari internal. Opsi kedua inilah yang menjadi pertimbangan perusahaan lantaran dengan mendevelope talentnya sendiri dari dalam, maka akan terjadi efisiensi yang cukup signifikan, ketimbang harus berburu talent dengan pertimbangan harga selangit seiring dengan kualitasnya.

priyantono

Priyantono Rudito, Direktur Human Capital PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), dalam bukunya yang berjudul “Leveraging Global Talent”, mengulas bahwa untuk mendevelop potensi si talent hingga mencapai level global, perusahaan harus memfokuskan pada 5E (Equity, Enthusiasm, Eduknowledge, Enabler, dan Exposure). Adapun perwujudan fokus tersebut meliputi knowledge management, spiritual, sistem pengembangan talent dari korporatnya, management karir, serta placement. “Untuk jadi pemimping global tidak cuma skill saja saja yang dibutuhkan,” kata Priyanto, dalam seminar bedah bukunya yang dihelat di PPM Manajemen.

Yang paling substansial adalah Equity. Definisinya adalah memberikan target kepada talent. Priyantono mencontohkan, ketika ia masih merasakan sentuhan Menteri Pariwisata, Arief Yahya, bahwa dirinya meminta Priyantono untuk menyiapkan seribu orang dalam interval satu tahun yang sudah harus siap dikirimkan ke luar negeri. Dengan kata lain, Telkom memang sengaja menciptakan kondisi “kepepet” kepada talent agar langsung nyemplung ke atmosfer selayaknya level global.

“Gampangnya seperti ini, talent dipaksa menghadapi situasi yang tidak mudah. Misalnya talent diberikan target memenuhi skor test GMI (Global Mindset Index) tertentu. Diberikan waktu satu selama satu tahun dengan perusahaan memberikan mereka insentif. Jika pada rentang waktu tersebut talent belum memenuhi standar, maka insentif dicopot,” tandasnya.

Dengan demikian, kondisi inilah yang membuat talent akan memacu dirinya sendiri untuk bisa match dengan standar global yang ditetapkan. Terlebih dengan target bawaan yang ditetapkan mantan Presdir Telkom tersebut, bahwa setiap talent yang terpilih memasuki program Global Talent Program (GTP), bakal dituntut target untuk menggoalkan sejumlah bisnis di luar negeri, juga bakal membangkitkan antusiasme talent untuk mengembangkan dirinya.

Untuk mensupport tujuan tersebut, korporat juga perlu menyiapkan enabler-nya, yakni bagaimana korporat menginisiasinya dengan business strategy, policy, dimana apa yang dilakukan talent harus terintegrasi keseluruhannya itu. “Jadi gak bisa talent mempelajari seenaknya, melainkan harus kongruen dengan pandangan bisnis perusahaan,” lanjut Priyantono,

Sehingga antara metodologi, karier management, dan placement ada satu kesatuan yang saling reciprocal. Priyantono juga mencontohkan, program CorpU (Corporate University) Telkom yang menyiapkan kurikulum berbasis pandangan bisnis korporat, dengan ketersebarannya di berbagai negara dengan menjalin kerjasama dengan 5 institusi dunia.

Inisisasi perusahaan dalam men-treatment talentnya dari segi edukasi, itu masuk ke dalam kategori eduknowledge. Lebih lanjut lagi, implementasi dari aspek ini misalnya memberikan kesempatan talent untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, ke luar negeri, atau terlibat dalam rutinitas research and developmentnya.

Selanjutnya adalah enthusiasm. Dalam bukunya, Priyantono menggambarkan enthusiasm sebagai faktor vital yang dapat menggugah semangat diri, dengan memacu metabolisme tubuh fisik untuk selaras mengitunya. Contoh konkritnya ia tunjukkan misalnya seorang talent berada pada posisi “keterpurukan kompetensi”, kemudian memaksa dirinya agar keluar dari zona tersebut. Saat itulah energi enthusiasme berperan mengejak anggota fisik untuk turut terlibat dalam terealisasikannya tujuan tersebut. “Karena kutipan bahwa semangat yang tinggi akan mengantarkan jalannya sendiri untuk sukses,” katanya.

Faktor berikutnya adalah exposure, dimana korporat mentreatment talent dengan memberikan experience yang supportive terhadap perkembangan kapabilitasnya. Priyantono mencontohkan bahwa, di Telkom, pihaknya “secara tega” menceburkan talentnya di kawah candradimuka, misalnya beberapa talent dikirim ke Hongkong untuk diberikan target tertentu, uang saku dipenuhi, dan hasilnya tiga bulan kemudian dirinya diundang untuk meresmikan peluncuran Telkomsel di Hong Kong. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved