Management Strategy

Merger dan Akuisisi, Kunci Bisnis 30 Tahun Manulife Indonesia

Merger dan Akuisisi, Kunci Bisnis 30 Tahun Manulife Indonesia

“Manulife menunjukkan pertumbuhan yang baik, begitu juga dengan kekuatannya dari sisi keuangan dan diversifikasi bisnis,” ujar Nelly Husnayati, Vice President Director PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia ketika ditanya mengenai bagaimana perkembangan bisnis Manulife.

Nelly Husnayati

Nelly Husnayati

Menurutnya, strategi selama 30 tahun membangun Manulife adalah merger dan akuisisi. Korporasi itu melakukan akuisisi terhadap 6 perusahaan termasuk portofolio bisnis, kebijakannya, orang yang bekerja di dalamnya dan dilakukan transisi.

Tahun ini perusahaan yang merupakan hasil join venture dari Kanada ini memasuki usianya yang ke-30 tahun. Kendala sejak awal berdiri, kantor hanya dalam bentuk rumah kecil di Medan, hingga dapat melakukan akuisisi besar dirasakan benar oleh karyawan perusahaan, khususnya yang sudah bertahun-tahun berkarir di sana.

Seperti yang dikatakan oleh Nelly, bahwa dulu asuransi dipandang sebelah mata, bahkan bekerja di asuransi adalah pilihan terakhir. Mengapa? karena masyarakat tidak mengetahui kemana arah kariernya, dan berbagai alasan lain.

Ketika awal mula didirikan tahun 1985, Manulife menjual produk asuransi hanya melalui agen. Sehingga perusahaan melakukan rekrutmen besar untuk mencari agen yang mau dan mampu bekerja profesional dan full time. Filosofi perusahaan saat itu yaitu merekrut adalah untuk karier. Agen yang sudah terseleksi akan menjual produk asuransi kepada konsumen. Upaya menjual melaui tim agen disebut Manulife sebagai core distribution.

Empat tahun kemudian, dibentuklah employee benefit, dimana perusahaan menjual produk asuransi kesehatan dan pensiun melalui agen dan korporat. Untuk menjalankan tugas tersebut, Manulife merekrut tenaga employed benefit consultant, di mana mereka bertindak seperti agen tetapi hanya menjual dua produk tersebut.

Nah, terhitung tahun 1997, perusahaan tersebut mengakuisisi AMP Panin Life, yaitu perusahaan join venture Panin Life dan AMP Australia. Setahun setelahnya, pada tahun 1998, Manulife menjual produk reksadana dan membentuk anak perusahaan yaitu Manulife Aset Management Indonesia dan distribusi melalui agen baru dikembangkan melalui bank. Nelly mengatakan bahwa perusahaan bekerjasama dengan bank, dimana bank bertindak untuk mendistribusikan produk.

Sudah banyak melakukan akuisisi, membuat Manulife semakin gencar untuk membeli perusahaan yang tidak bertahan lama di Indonesia atau yang mau menghentikan bisnisnya di Indonesia. Akhirnya pada tahun 2004, akuisisi secara global pun dilakukan yaitu John Hancock.

Sebagai perusahaan asuransi yang sudah dipercaya, Manulife ingin memberi banyak kemudahan dan meningkatkan pelayanan bagi para nasabahnya. Seperti kemudahan dalam hal peminjaman premi pada saat krisi tahun 1998 lalu hingga kerjasama eksklusif dengan beberapa bank seperti, Danamon, DBS, dan Muamalat untuk menjual premi Manulife secara eksklusif.

Strategi Manulife meningkatkan premi terbukti dengan kinerja premi pada tahun 2014 sekitar Rp 3,2 Triliun. Sedangkan untuk 2015 kuartal II mencapai Rp 1,8 Triliun. “Target kami mencapai Rp 3,6 Triliun sehingga lebih tinggi dari tahun lalu,” dia berujar.

Ke depannya Manulife ingin terus berkontribusi dengan mendukung program Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu asuransi mikro, di mana OJK ingin seluruh lapisan masyarakat memiliki akses terhadap keuangan. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved