Management Strategy Entrepreneur

Mimpi Logo Menjadi Ratu Jeans di Indonesia

Mimpi Logo Menjadi Ratu Jeans di Indonesia

“Saya ingin suatu saat di setiap lemari perempuan Indonesia ada jeans Logo di dalamnya,” ucap Andrio Suhendro, founder dan owner clothing merek Logo yang awalnya membidik segmen wanita muda tentang impian bisnisnya. Meski sampai sekarang belum terwujud, tapi mimpi Andrio itu bukanlah kemustahilan. Sebab, perkembangan bisnis Logo dari waktu ke waktu terbilang pesat.

Lihat saja, sejak kehadirannya tahun 1980 yang bermula dari produk t-shirt, kini Logo mampu mengembangkan tiga merek baru: Bomb Boogie, Ninety Degrees, Body Talk. Varian produknya pun beragam, tidak cuma kaos, tapi ada jeans, kemeja, blouse, topi, jaket dan sebagainya. Merek-merek itu dikelola di bawah manajemen Logo de Corps.

Andrio Suhendro (tengah) dan kedua anaknya yang meneruskan bisnis clothing Logo

Andrio Suhendro (tengah) dan kedua anaknya yang meneruskan bisnis clothing Logo

Andrio punya alasan khusus mengapa semua merek yang dikembangkan Logo de Corps berbau bahasa asing. Pasalnya, berdasarkan insight, sampai saat ini untuk produk fesyen, konsumen Indonesia masih berkiblat dengan produk asing. Alhasil, ektensifikasi merek Logo mengikuti arus pasar yang ada.

Apalagi kini produk-produk Grup Logo sudah tersebar di 700 outlet (30 outlet milik sendiri dan 670 outlet konsinyasi) di seluruh Indonesia. Ya, sejak tahun 1987 produk Logo sudah masuk ke jaringan Matahari Dept Store hingga sekarang (tiga dekade). Dan terhitung tahun 2004 mulai membangun showroom Logo sendiri di pusat perbelanjaan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Saat ini, showroom Logo mandiri sudah mencapai 30 gerai. Bahkan, Logo juga mampu menembus gerai ritel ke Centro Dept Store, Yogya Dept Store, Sogo Dept Store dan Metro Dept Store.

Di balik keberhasilan Logo menyeruak di pasar fashion di tengah gempuran merek-merek asing, tak luput dari kegigihan usaha Andrio Suhendro. Pria kelahiran Gombong, Jawa Tengah, 27 Mei 1957 ini merintis usaha dari nol. Dia mengalami jatuh bangun dalam membangun bisnis clothing yang bermarkas di Bandung itu.

Perjalanan usahanya dimulai dari tahun 1979 dengan berjualan kaos yang dibeli dari pabrik, lalu dipasarkan ke toko-toko di seputar Bandung. Dari keuntungan yang dikumpulkan, lalu menyewa kios di King Bandung. Begitu ada peluang, dia mendesain sendiri kaos yang akan dijual di tokonya maupun di toko-toko lainnya.

Tahun 1980, Andrio membesut merek Logo untuk kaos dan t-shirt yang dijualnya. Mengapa mereknya Logo? “Karena setiap produk itu kan ada lambang logonya. Nah, agar mudah diingat ya saya pakai nama Logo saja jadi merek produk,” jelas kakek dari 4 cucu ini.

Kendati bisnis Logo masih belum terlalu besar, tapi Andrio sudah memberanikan diri promosi produknya lewat katalog majalah Gadis dan Aktuil. Malahan, tahun 1982 menyelenggarakan ajang Putri Logo.

Seiring berjalannya waktu, strategi marketing ini mampu mendongkrak nama dan penjualan Logo. Lihat saja pada 1987, produk produk Logo sudah berhasil masuk ke Matahari Dept Store Bandung, disusul gerai Matahari di kota-kota lainnya.

Sukses mengibarkan t-shirt merek Logo, tahun 2000, Andrio ekspansi dengan meluncurkan jeans merek yang sama: Logo. Mengapa masuk ke pasar jeans? “Potensi pasarnya besar. Hampir semua orang suka pakai jeans, termasuk saya,” jelasnya yang menyelesaikan SD – SMP di Bandung, sedangkan SMA di Yogya, tapi tidak lulus.

Tahun 2004, membangun showroom Logo di pusat perbelanjaan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Juga, menambah portofolio merek baru: Boom Boogie yang membidik pasar pria dewasa dengan produk, jeans, t.shirt, dan kemeja. Perluasan merek itu dibarengi dengan penambahan jalur distribusi dengan masuk ke ritel modern lainnya, seperti Centro Dept Store dan Yogya Dept Store.

Merek BomBogie dikembangkan lOgo untuk membidik segmen pria

Merek Bomb Bogie dikembangkan Logo untuk membidik segmen pria

Sukses dengan merek Logo dan Bomb Bogie, selanjutnya tahun 2005 dikembangkan merek baru bernama Ninety Degrees yang menyasar kalangan remaja putri melalui produk jeans dan kemeja. Bila pasar anak muda pria dan wanita sudah berhasil dirangkul, tahun 2010 Logo kembali melebarkan sayap dengan menggarap segmen ibu ibu muda melalui merek Body Talk. Jenis clothingnya ada kemeja dan jeans.

Menurut Andrio, dalam setahun Grup Logo merilis 500 desain baru untuk empat brand. Meski produktif menghasilkan model-model anyar, sesungguhnya Logo tidak memiliki pabrik sendiri. “Kami menggandeng banyak UKM plasma untuk menjahit berbagai model dari empat brand yang dimiliki Logo,” ucapnya tentang model bisnis Logo.

Dari empat brand Grup Logo, diungkapkan Andrio, kontribusi masing-masing brand adalah Logo 40%, Bomb Boogie 30%, sisanya Ninety Degrees dan Body Talk.

Belakangan ini di era digital, Logo pun sudah memanfaatkan teknologi informasi sejak tahun 2012. Dengan sentuhan tangan Rene Martine, CEO Logo de Corps, yang notabene anak sulung Andrio, produk ini sudah aktif di media sosial (Facebook dan Instagram) serta media digital dengan merilis situs www.logojeans.co.id, dan eksis di market place Zalora dan situs belanja online lain. Namun, kontribusi belanja online ini masih kecil sekitar 5%. Toh, akan terus digeber karena e-commerce sedang booming.

Apa resep Andrio melanggengkan bisnisnya?

“Kami memilih bisnis yang dekat dengan keseharian kita, sehingga mengetahui dan memahami kebutuhan pasar. Juga, selalu melakukan riset pasar guna mengetahui kebutuhan dan keinginan pasar. Tidak lupa, kami mengikuti perkembangan tren fesysen, sehingga produk selalu up to date,” jelas ayah tiga anak (Rene, Yolanda, Karina).

Jurus marketing lain yang dilancarkan Andrio adalah memilih media promosi yang sesuai dengan target pasar yang dibidik. Lalu, memilih ritel modern yang tepat untuk memperluas pasar. Kemudian, mengembangkan showroom sendiri untuk mempertajam branding. Serta menjaga kepercayaan mitra bisnis, baik perbankan maupun supplier plus menjaga kualitas produk.

Sebagai pengusaha yang banyak makan asam garam di dunia fashion, Andrio berbagi tips rahasia suksesnya. Pertama, harus berinovasi. Kedua, selalu optimistis dan berpikir positif. Ketiga, memakai produk dalam negeri yang berkualitas. “Apa yang saya capai ini semua berkat Tuhan, bukan karena saya pintar. Lha wong dulu saya muda itu bandel,” ujar sosok yang kreatif, tekun dan pekerja keras ini.

Ke depan, Andrio yang akrab disapa Abeng ini sudah memiliki agenda bisnis pengembangan Grup Logo. “Kami segera meluncurkan konsep outlet baru Street Store dengan nama Logo House di daerah Bali dan Yogya,” jelas lelaki yang cita citanya waktu kecil ingin menjadi dokter dan orang kaya itu saat ditemui di Gedung Logo de Corps yang megah dan asri di Bandung. Selanjutnya Logo House akan hadir di Makassar dan Palembang.

Mulai tahun 2016, pihaknya bakal fokus membangun gera-gerai mandiri di luar mall, terutama di daerah-daerah tempat berkumpulnya anak-anak muda. Yang jelas, investasi pembukaan sebuah Logo House sekitar Rp1 miliar di luar sewa gedung. Jika Andrio berniat buka 50 outlet Logo House, maka total biaya investasi yang harus disiapkan minimal Rp50 miliar. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved