Management Trends

Organisasi Harus Menjadi Pabrik Pencetak Leaders

Organisasi Harus Menjadi Pabrik Pencetak Leaders
Untuk menjadi pemenang, menurut Tichy, organisasi perlu berkomitmen menjadi pabrik para leaders. (Ilustarsi Finansialku.com)

Pendiri Kubik Leadership Jamil Azzaini mengatakan bahwa para leaders jika mengumumkan kepanikan dalam suatu organisasi, maka karyawan juga gelisah. Contoh jika pilot mengumumkan kondisi penerbangan bermasalah, maka penumpang akan panik. Begitu pula dalam sebuah organisasi atau perusahaan, apabila mesin kepemimpinannya rusak atau mati, maka penumpang (karyawan) akan panik dan perusahaan bersiap untuk terjatuh yang bisa berujung kepada kebangkrutan.

“Saya jadi teringat pada buku The Leadership Engine yang ditulis oleh Noel M Tichy dari Michigan Business School. Untuk menjadi pemenang, menurut Tichy, organisasi perlu berkomitmen menjadi pabrik para leaders. Apa artinya pabrik?, organisasi harus mampu memproduksi sebanyak mungkin leaders di seluruh level dan lini organisasi. Caranya? Melalui teaching/mentoring/coaching, bahwa pemimpin puncak harus menjadi teacher/mentor/coach bagi pemimpin-pemimpin yang ada di level di bawahnya,” jelasnya.

Untuk menjadi pabrik, para leaders sekaligus menjadi pemenang, menurut Jamil, sebuah perusahaan perlu memiliki engine atau mesin yang baik. Mesin yang pertama adalah ide dan gagasan. Pemimpinnya mendorong munculnya berbagai ide dan gagasan dari semua karyawan. Semua orang didorong untuk memberikan urun pendapat, gagasan, usulan demi kemajuan perusahaan. Budaya feedback menjadi kebiasaan, sehingga orang-orang di dalamnya tidak mudah ‘baper’ saat ada orang lain memberi saran dan masukan. Kegagalan bukanlah kesalahan atau aib tetapi menjadi pembelajaran.

Selain terbukanya terhadap ide dan gagasan, sebuah organisasi yang ingin menjadi pemenang wajib memiliki engine kedua yaitu value. “Saya sering mendapat curhatan dari para pemimpin dan pebisnis tentang ruwetnya bisnis yang dijalaninya. Dari yang semula kawan menjadi lawan, dari semula anggota timnya bergaya hidup bersahaja menjadi berfoya-foya dan lainnya,” ungkap Jamil.

Dari hasil diskusi, pihaknya sepakat bahwa penyebab ruwetnya bisnis adalah karena tidak adanya values yang disepakati sejak awal. “Fokus kami adalah uang, profit dan revenue. Kami melupakan yang lebih esensial yaitu values,” begitu ungkapan para pemimpin perusahaan.

Pembahasan tentang pentingnya values semakin mengemuka, setelah John Kotter dari Harvard merilis risetnya bahwa perusahaan besar yang bertumbuh dan berkesinambungan adalah perusahaan yang memiliki values jelas dan merata pada semua level karyawan. Para pakar menyebutnya Values Based Organization. Selain menjadikan bisnis semakin jelas dan punya ruh, values juga menjadi pemicu lahirnya para leader di perusahaan.

Apakah bisnis Anda ruwet saat ini? Atau mungkin sulit mencari leader pengganti di perusahaan? “Coba tengok sejenak, apakah Anda sudah serius menancapkan values kepada tim? Untuk itulah, saya sangat mendukung keputusan Menneg BUMN yang menekankan pentingnya nilai bersama yaitu Akhlak: Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif. Apabila semua BUMN sangat serius menanamkan values ini, akan mempercepat lahirnya pemimpin muda yang siap membawa pertumbuhan BUMN,” jelas Jamil.

Dan engine ketiga yang wajib ada di sebuah organisasi pemenang yang melahirkan leader adalah 3 E (energy, emotional, dan edge). Energi dan emosi yang berkembang adalah energi dan emosi yang positif. Hubungan yang terjalin adalah hubungan yang saling respect, menghargai dan mendukung satu dengan yang lainnya. Suasana kerja dan interaksi yang terjadi sangat positif, saling memberi apresiasi dan saling support untuk tercapainya kinerja terbaik.

Selain itu, para leader wajib berani mengambil keputusan yang tidak populis, mengambil keputusan sulit dan berani mengorbankan kenyamanan demi kepentingan masa depan yang jauh lebih baik. Para pemimpin memikirkan masa depan perusahaan, keberlangsungan perusahaan dan terkadang berani mengambil keputusan berbeda dari kebanyakan perusahaan. Semua itu disebut edge.

Apakah Leadership Engine di perusahaan kita bekerja sudah berjalan? Apabila ide, value, energy, emotional dan edge belum bergerak dengan baik itu pertanda mesin leadeship di perusahaan itu sudah rusak, perlu segera diperbaiki agar tidak segera terjatuh, sebagaimana pesawat terbang yang mesinnya mati. “Saya yakin, Anda tidak mau pesawat yang Anda tumpangi jatuh karena mesinnya mati. Saya juga yakin, Anda tidak mau bila perusahaan tempat Anda bekerja jatuh karena leadership engine-nya mati,” Jamil menguraikan argumentasinya.

Maka, Jamil menganjurkan leaders harus mendorong tim untuk berani mengeluarkan ide dan gagasan, bekerja dengan merujuk kepada values yang telah disepakati. Pastikan suasana kerja yang didukung oleh energi, emosi dan edge yang sangat kondusif.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved