Management

Paradoks dan Kepemimpinan untuk Berinovasi

ilustrasi foto : Istimewa

Fenomena paradoks menjadi fenomena yang tidak terpisahkan dari masyarakat.Pada dasarnya, paradoks merupakan sebuah pernyataan yang seolah-olah berlawanan atau bertentangan dengan asumsi umum, namun kenyataannya pernyataan tersebut mengandung sebuah kebenaran. Strategi paradoks sebagai kontradiksi (pertentangan) yang dapat diselesaikan, dalam arti memperkaya pemahaman fakta atau memberi manfaat peluang baru, nilai baru atau inovasi.

Demikian rangkuman orasi ilmiah bertajuk Paradoxical Strategies: Using Both/And Thinking to Lead Business Transformation yang dijabarkan Mohammad Hamsal, Guru BesarTetap Bidang Ilmu Manajemen Stratejik di Binus University, Jakarta. “Paradoks didasarkan pada persepsi organisasi dicirikan dengan elemen yang acap kali bertentangan tapi terjalin satu sama lain dan merupakan fakta yang tidak dapat diabaikan,” ujar Hamsal di Jakarta, Kamis (16/2/2023).

Mengutip dari kajian PwC (2020), Hamsal mencatat enam paradoks yang menjadi semakin penting untuk dikelola yang mendukung keberhasilan seorang pemimpin. Yang pertama adalah globally-minded kocalist yang merupakan Pemimpin harus bisa berkiprah secara efektif di pasar lokal dan terhubung dengan baik di seluruh dunia pada saat yang bersamaan.Ini membutuhkan pemimpin yang tidak terpaku pada sistem kepercayaan dan struktur pasar, dan mampu mengenali bias dan melihat dunia tanpa kehilangan integritas dan sukses pasar lain.

Kedua, high-integrity versus hypocrisy politicia. Hamsal, dalam pernyataan tertulisnya ini, menyampaikan paradoksnya dalam lingkungan politis, pemimpin bisa kehilangan integritasnya karena fokus pada memenuhi kebutuhan orang lain dan manajemen politik. Namun, integritas sangat penting bagi keberlangsungan perubahan dan keterlibatan insan dalam organisasi.

Ketiga, humble versus arrogant hero. Paradoksnya dalam situasi kritis, pemimpin harus tampil seperti pahlawan, namun juga harus menerima saran dan meminta bantuan. Memiliki kemampuan mengelola paradoks penting untuk membuat keputusan cerdas dan melewati kegagalan, sehingga membuat bawahan menghargai pemimpin sebagai atasan yang baik.

Yang keempat adalah strategic executor. Paradoksnya orang cenderung lebih memperhatikan strategi atau eksekusi. Pemimpin harus mampu mengartikulasikan strategi, memahami bagaimana pengembangannya, dan melaksanakan dengan baik.Ini membutuhkan kemampuan untuk menentukan saat strategis dan memecahkan masalah hari ini dengan memikirkan hari esok.

Kelima adalah tech-savvy humanist. Paradoksnya keterampilan teknis dan pemahaman aspek kemanusiaan seringkali bertentangan. Banyak inidividu yang kuat dalam teknologi tetapi tidak memahami dampak manusianya, dan sebaliknya, pemimpin juga harus memahami dampak teknologi pada bisnis dan tenaga kerja. Peran pemimpin adalah menyeimbangkan kedua hal tersebut untuk memastikan keberhasilan bisnis dan masa depan yang lebih baik bagi bawahannya.

Keenam adalah traditioned innovator, pemimpin harus menemukan keseimbangan antara mempertahankan hal-hal yang sudah baik dalam bisnis dan membuka peluang untuk inovasi baru yang relevan.”Kajian bidang manajemen stratejik dan kerjasama industri akan terus digalakkan dan dukung oleh industri dan lembaga pemerintah untuk mencapai level global,” kata Hamsal

Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mengapresiasi gagasan Hamsal mengenai paradoks. “Ini bisa ditafsirkan menegaskan satu sama lain sekaligus menjadi kekuatan jika kita bisa meramu dan mentransformasikan menjadi suatu strategi,” tutur Bima.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved