Management Strategy

Pemerintah Modali Bank Infrastruktur Rp 25 Triliun

Pemerintah Modali Bank Infrastruktur Rp 25 Triliun

Masalah pembiayaan infrastruktur bisa diatasi dengan kehadiran bank infrastruktur. Embrionya adalah PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Pemerintah bergerak cepat membentuk lembaga yang khusus membiayai proyek-proyek infrastruktur. Perbankan tak bisa diharapkan mampu mengucurkan kredit dalam jumlah besar mengingat sumber dananya mayoritas berasal dari simpanan dengan jangka waktu kurang dari 3 bulan.

“Perbankan itu bisnis yang high regulated. Semuanya diatur ketat. Kami hanya boleh menyalurkan kredit ke setiap institusi hingga 20% dari modal. Bank Mandiri modalnya Rp 100 triliun, kalau PLN mau pinjam, kami hanya bisa memberi kredit hingga Rp 20 triliun. Tidak bisa lebih. Itulah kenapa biasanya sindikasi dengan bank lain,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Bank Infrastruktur, Perlu atau Tidak?” di Jakarta.

Dirut PT SMI, Emma Sri Martini (Foto: IST)

Dirut PT SMI, Emma Sri Martini (Foto: IST)

Selama ini, perbankan memang telah banyak terlibat dalam pembiayaan proyek-proyek infrastruktur. Namun, nilainya baru Rp 244,8 triliun atau hanya 16,8% dari total pembiayaan yang dibutuhkan. Kehadiran bank infrastruktur diharapkan bisa memimpin sindikasi pembiayaan bank untuk proyek infrastruktur besar. “Kalau masuk sendiri, risikonya besar. Nilainya juga tidak bisa besar. Bank maju-mundur karena takut. Sudah saatnya, Indonesia punya semacam bank pembangunan baru seperti yang pernah sukses dilakukan China dan Brasil. Bank itu diharapkan bisa menarik partisipasi bank komersial dan juga swasta,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak bisa diharapkan untuk membiayai puluhan proyek infrastruktur bernilai ribuan triliun. Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) 2015-19, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melansir perkiraan kebutuhan pendanaan infrastruktur mencapai Rp 5.519 triliun atau sekitar Rp 1.102 triliun per tahun. Anggaran infrastruktur di APBN 2015 hanya Rp 290 triliun. Itupun hanya untuk pembangunan proyek infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, waduk, dan sanitasi.

Untuk memperkuat kapasitas pembiayaan infrastruktur, pemerintah memberi penyertaan modal negara kepada SMI sebesar Rp 25 triliun. Dananya berasal dari pengalihan aset milik Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Dengan modal sebesar itu, perseroan bisa menerbitkan obligasi dengan nilai hingga enam kali lipatnya. “Dana dari obligasi inilah yang akan digunakan untuk membiayai infrastruktur. Jadi, bank infrastruktur tidak mengumpulkan dana dari masyarakat. Ke depan, ia juga bisa mengelola dana idle yang ada di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan dana haji,” ungkap Menkeu.

Indonesia sempat memiliki Bapindo yang didirikan khusus untuk membiayai pembangunan. Dalam perjalanannya, bank justru terjebak dalam operasional seperti layaknya bank umum, yakni menghimpun dana-dana masyarakat yang berjangka pendek. Padahal, pembiayaannya lebih banyak untuk proyek pembangunan yang sifatnya jangka panjang. “Jadi, terjadi mismatch. Ketika Bapindo fokus ke bank umum, terus terkena krisis tahun 1998, tidak ada lagi lembaga khusus yang membiayai infrastruktur,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved