Management Strategy

Perlunya Meningkatkan Kualitas Pendidikan PAUD

Perlunya Meningkatkan Kualitas Pendidikan PAUD

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan yang cukup tajam dalam jumlah anak yang berpartisipasi dalam Kelompok Bermain (KB), Taman Kanak-Kanak (TK) dan Taman Penitipan Anak (TPA). Ini sebagian besar berkat promosi aktif pemerintah terhadap layanan tersebut. Menurut laporan terakhir Puslitjakdikbud, pada tahun 2004/2005 hanya 25.3% atau 7,2 juta dari total 28,2 juta anak usia 0-6 yang menerima layanan pendidikan anak usia dini (PAUD), dan hanya 32,26%, atau 2,63 juta anak usia 5-6 tahun yang menikmati pendidikan PAUD.

Ttahun 2010 anak-anak usia 5 tahun yang berpartisipasi dalam PAUD baik secara formal maupun non formal mengalami peningkatan hingga57%. Namun demikian, angka partisipasi tersebut lebih rendah pada anak-anak usia 4 tahun (35%) dan 3 tahun (11%), meskipun dari tahun 2000 hingga 2011 telah mengalami peningkatan 2 kali lipat.

Tingkat partisipasi tersebut mengalami variasi yang dipengaruhi oleh wilayah dan tingkat pendapatan atau kesejahteraan. Selain itu partisipasi juga ditentukan oleh tingkat pendidikan sang ibu. Seorang anak dengan ibu yang setidaknya menyelesaikan pendidikan dasar, 30% lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam PAUD atau TK pada usia 5 tahun.

Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) Kemdikbud, partisipasi juga ditentukan oleh jarak antara rumah dengan sekolah, serta biaya transportasi ke sekolah.

Semua faktor tersebut tentunya terjadi dibarengi dengan naiknya kesadaran masyarakat akan pendidikan sejak usia dini. Namun bukan berarti salah kaprah pendidikan usia dini menjadi berkurang. Menurut Ela, Direktur Pembinaan PAUD, masih banyak orang tua yang salah kaprah dengan pendidikan PAUD. “Masih banyak orang tua yang mengira bahwa PAUD itu agar anak bisa disiapkan belajar baca tulis untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi,” ujarnya.

Padahal menurutnya, PAUD merupakan proses pendidikan menstimulasi dan mempersiapkan ketrampilan awal mereka seperti kemandirian dan percaya diri. Anak-anak usia dini juga wajib diajari melalui berbagai kegiatan fisik untuk melatih saraf motorik mereka.

Tak heran bila permainan menjadi salah satu yang akrab bagi anak-anak usia dini. Permainan ini juga menjadi salah satu langkah awal untuk belajar membaca dan menulis sehingga mereka tak hanya mengerti huruf tetapi juga bagaimana esensi suatu bacaan.

Baginya, anak-anak perlu diberikan pendidikan melalui sesuatu yang kelihatan senang-senang seperti bernyanyi dan membca buku cerita dengan bahasa ibu. Hal ini sangatlah penting mengingat tuna aksara masih banyak di Indonesia. Menurutnya, penyebab tuna aksara adalah masih tingginya ego bahasa daerah sehingga timbul bahasa nasional pun menjadi sulit untuk masuk.

Oleh karena itu pendidikan menggunakan bahasa ibu amatlah penting, namun sayangnya program pembelajaran seperti ini masih hanya dinikmati oleh segelintir anak indonesia. Saat ini ada 22.073 desa yang belum memiliki layanan PAUD. Idealnya satu desa memiliki satu PAUD yaitu 7sekitar 72,56% atau sekitar 57.362desa dari 80.435 desa di Indonesia. Selain itu kebanyakan PAUD di Indonesia juga masih mengalami kendala lain.

Masih banyak guru PAUD di Indonesia yang dikelola secara sukarela oleh ibu-ibu PKK dan Posyandu. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki latar belakang pendidkan untuk anak. Ada 22.972 yang lulusan sekolah menengah keatas, 289.762 yang lulusan sekolah menengah pertama, 7.567adalah diploma, sementara hanya 196.181 yang lulus sarjana.

Meskipun begitu menurut Ela, kemampuan para ibu-ibu PKK ini tidak bisa diremehkan, karena kemampuan mereka dalam mengurus anak-anak tersebut. “Mereka mampu mengurus minimal 5 anak dalam sehari, bagaimana mengurus keadaan mereka di sekolah, yang nangis, marah, dan segala macam,” ujarnya.

Selain itu PAUD pun masih memiliki masalah yang lain. Investasi publik pemberian layanan PAUD bergantung pada Anggaran Nasional. 90% dari pendapatan PAUD diperoleh dari APBN, dan diperkirakan 60% dari kegiatan yang dilaksanakan di masyarakat yang diimplementasikan oleh badan-badan nasional. Sementara investasi untuk PAUD di Indonesia berada jauh di bawah investasi pendidikan dasar dan menengah atas. Pada tahun 2011 dan 2012 anggaran nasional menyediakan subsidi operasional untuk sekitar 1,9 juta anak (per tahun) dan melakukan investasi dalam program model di seluruh Indonesia untuk meningkatkan fasilitas dan mengembangkan program.

Pada 2015 ini BOP mengucurkan dana Rp 7.200.000 untuk masing-masing 73.000 lembaga PAUD di Indonesia. Angka tersebut dirasakan kecil, mengingat ambisi PAUD untuk mengembangkan konsep pendidikannya menjadi lebih holistik atau PAUD HT. Dalam konsep ini nantinya tidak hanya tingkat pendidikan saja yang di perhatikan tetapi juga kesehatan sang anak-anak.

PAUD akan diwajibkan menyediakan dokter sebagai salah satu layanan kesehatan untuk anak-anak. Mereka juga diwajibkan untuk memeriksakan kesehatan mereka dalam beberap waktu sekali. Oleh karena itu program ini sepertinya akan dirasakan untuk kalangan kota besar saja.”Ambisi kita semua anak indonesia bisa ikut PAUD HT namun untuk beberapa wilayah, akan difokuskan pembangunan PAUD dulu,” tutup Ela. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved