Management Book Review Strategy

PPM Booktalk: Karyawan Harus Diperlakukan Sebagai Mitra Kerja

PPM Booktalk: Karyawan Harus Diperlakukan Sebagai Mitra Kerja

Dewasa ini masih banyak ditemukan perusahaan – perusahaan yang menganggap karyawan adalah obyek untuk dieksploitasi. Hal ini karena mereka masih melihat kontekstual karyawan itu sendiri sebagai adalah human resource. Pandangan tersebut memang tidak sepenuhnya bisa disalahkan, namun yang perlu dipertimbangkan adalah apabila perusahaan tetap memperlakukan karyawan seperti itu, maka sangat mungkin mereka akan meninggalkan perusahaan tersebut.

PPM book talk

Dwi Idawati, Senior Core Faculty Sekolah Tinggi PPM Management, dalam acara booktalk dengan tajuk “As CEO’s Soulmate” , memberikan masukan kepada setiap CEO bahwa seharusnya karyawan itu diperlakukan sebagai mitra guna meningkatkan coorporate value. Salah satu implementasinya adalah dengan menyamakan visinya terhadap perusahaan guna dapat memberikan nilai tambah pada produk atau jasa suatu perusahaan.

Ia kemudian mengkaitkan hal ini dengan fenomena kecenderungan gen Y yang kerap ganti – ganti perusahaan dalam perjalanan kariernya. “Hal tersebut sangat wajar, karena gen Y cenderung memiliki rasa ingin tahu, dan pola berpikir kritis yang lebih besar jika dibandigkan dengan babyboomers”.

Sehingga secara praktisnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa gen Y sebagai talent, tidak cocok diposisikan sebagai sebuah mesin yang hanya dituntut produktivitasnya tanpa pernah perusahaan memberikan kontribusi sebaliknya untuk pengembangan diri. Oleh karena itu perusahaan perlu menyiapkan suatu system yang mampu memberikan benefit bagi kedua sisi tersebut, baik perusahaan dan karyawannya sebagai talent, yakni melalui sistem HR (Human Resourcenya).

“Dalam membangun sistem HR ada 6 model pendekatan yang bisa diimplementasikan guna mendongkrak performa perusahaan, yakni model credible activist, strategic positioner, capability builder, change champion, innovator and integrator, dan teknologi proponent,” jelas Idawati.

Sebagai contoh, model HR innovator and integrator disebutnya paling efektif lantaran dapat melihat potensi talents untuk ditempatkan di divisi lain sebelum diangkat ke level yang lebih tinggi. Pada model ini top figure yang meliputi jajaran BOD, dan Manager dituntut bisa membaca ability suatu talent untuk ditempatkan ke tempat yang baru.

“Di perusahaan saya, ada beberapa talent yang memiliki best performance, kemudian saya minta dari divisi lain mengajak talent ini untuk diberikan pos yang cukup strategic, ” ungkap Paulus Bambang, Direktur PT Astra International Tbk, saat menceritakan bagaiamana sistem HR diterapkan di perusahaannya.

Selain itu, perlu pula peran para atasan yang secara langsung responsible terhadap suatu talent untuk terus menularkan abilitynya, seperti misalnya melakukan mentoring. Hal ini tercermin dalam konteks capability builder dimana model ini sangat penting untuk menjaga engagement talent karena langsung diberikan guidance dari atasannya. “Karena pada umumnya dari 100% talent, 80% perlu ada bimbingan, dan 20%nya bisa nyemplung sendiri,” kata Paulus.

Perusahaan juga tidak boleh mengesampingkan peran konteks global serta efektivitas teknologi karena hal ini dapat mendrive perusahaan dalam memonitor perkembangan talent dengan disupport oleh infrastruktur yang memadai, misalnya sebuah sistem / software yang diembed ke dalam HR system, sehingga HR department dapat men-trace historical data dari talentsnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved