Management Strategy

Prodia Tak Pernah Ragu Berinvestasi untuk People Development

Prodia Tak Pernah Ragu Berinvestasi untuk People Development

Di usianya ke-42 tahun, nama Prodia (PT Prodia Widyahusada) kian melambung. Bisa dibilang, Prodia saat ini menjadi salah satu pusat rujukan diagnostik terbaik di Indonesia, yang dibuktikan dengan perolehan akreditasi dari laboratorium medis paling bergengsi di dunia, yakni College of American Pathologists. Bermula dari sebuah lab sederhana di Kota Solo tahun 1973, Prodia telah berevolusi menjadi pemain besar di industri lab klinik. Penyebaran jumlah cabangnya telah menjangkau hampir seluruh Nusantara, dengan 120 cabang yang diimliki dan dikola sendiri (bukan waralaba).

Dr. Dewi Muliaty, Msi, Presdir Prodia

Dr. Dewi Muliaty, Msi, Presdir Prodia

Kesuksesan Prodia menjadi pemain utama tidak terlepas dari resep jitu perusahaan ini mengembangkan bisnisnya. Sejak awal, perusahaan yang didirikan oleh Andi Wijaya bersama rekan-rekannya itu, paham betul bahwa sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kunci yang bisa menentukan eksistensi sebuah perusahan.

Prodia tidak pernah setengah hati melakukan pengembangan SDM atau people development. Perusahaan banyak berinvestasi dalam pendidikan formal ataupun nonformal untuk karyawan, semisal memberikan beasiswa, pelatihan, dan lokakarya peningkatan soft skill. Saat ini jumlah lulusan penerima beasiswa Prodia telah mencapai 60 orang untuk S-2, 30 orang S-3, dan 106 orang beasiswa medical technology.

Dari 4.500 karyawan di Prodia, 40% adalah lulusan S-1, 40% lulusan S-2, 10% peraih gelar S-3, dan sisanya tenaga supporting dari luar. Presdirnya sendiri, Dewi Muliaty, juga merupakan salah satu karyawan yang merasa dimampukan oleh program people development Prodia. “Saya juga salah satu penerima beasiswa S-2 dan S-3 dari Prodia,” ungkap Dewi.

Para pendiri Prodia jauh-jauh hari telah berpesan kepada Dewi untuk memperhatikan keberlanjutan SDM yang mumpuni. Ketika dipromosikan sebagai chief executive officer, ia diingatkan untuk menyiapkan kaderisasi di semua lini perusahaan. Maka, ia tidak ragu membayar konsultan SDM asal Bandung untuk bersama-sama menggodok sebuah konsep pemetaan talenta untuk diaplikasikan di Prodia. Dengan konsep baru itu, segala aktivitas tentang promosi jabatan dilakukan secara terbuka dan transparan. Terdapat indikator yang menjadi bahan acuan yang jelas dan terukur. “Kalau dulu kami sadar bahwa harus ada kaderisasi, tapi kami bingung bagaimana caranya. Nah, sekarang (dengan pemetaan talenta) sudah ada catatan dan menggunakan sistem,” Dewi menerangkan.

Efeknya pun sangat positif, sejak dilakukan penilaian terukur tersebut, kinerja karyawan semakin meningkat, kompetensi karyawan semakin terasah dengan adanya kompetisi. “Kami sangat serius membentuk pemimpin dari dalam (leader from within),” ia menandaskan.

Dr. Dewi Muliaty, MSi, Presdir Prodia, berama dengan karyawan Prodia

Dr. Dewi Muliaty, MSi, Presdir Prodia, berama dengan karyawan Prodia

Kebanyakan pemimpin di Prodia memang berasal dari kalangan internal. Namun, memang ada beberapa orang yang dibajak khusus dari perusahaan lain, untuk diplot di bidang SDM, seperti Ida Zuraida sebagai HR Organization Development Manager dan Ananto Nugroho sebagai HR Industrial Relation Manager. “Penggunaan konsultan jadi hanya sebentar,” Dewi menambahkan.

Saking merasa pentingnya keberadaan SDM, Dewi menuturkan, sempat merombak struktur organisasi perusahaan. Sebelumnya, SDM memiliki direktur tersendiri, kini, sejak ia menjabat pada 2009, bidang SDM langsung berada di bawah komando presdir dan board of director. Perubahan ini, ia yakini, akan berdampak pada pengurangan birokrasi. Jadi, misalnya ketika direktur keuangan butuh talenta, sang direktur bisa langsung mengontak level manajer di bagian SDM, tidak perlu lagi birokrasi ganda, dari manajer kemudian ke direktur SDM.

Tak sebatas pengembangan ke dalam, Prodia juga aktif melakukan people development keluar. Prodia memandang dokter sebagai mitra dalam mengembangkan ilmu kedokteran dan lab. Maka, Prodia sering menyelenggarakan seminar dan menyebarkan informasi diagnostik terbaru melalui diskusi ilmiah ataupun publikasi lainnya. Sejak tahun 2007, perusahaan ini juga aktif bekerja sama dengan fakultas kedokteran di Indonesia guna menghasilkan sejumlah penelitian demi kemajuan ilmu kedokteran lab di Indonesia. “Salah satu falsafah kami ialah menjaga keseimbangan antara bisnis dan ilmu,” ujar Dewi.

Secara bisnis, ia mengakui Prodia diuntungkan dengan program pengembangan SDM-nya. Omset perusahaan selalu meningkat, hingga saat ini bisa diatas Rp 1 triliun. Namun, ia merendah dengan mengatakan, “Program people development di Prodia belum bisa dikatakan sebagai success story, melainkan ongoing story. Sebab dalam penerapan metodologinya, Prodia selalu mencari resep terbaik untuk kebutuhan perusahaan.”

HR Acquiring & Training Manager Prodia, Melisetiawati Lugito, menambahkan, beberapa hal juga menjadi perhatian utama di Prodia. Khususnya, dalam proses rekrutmen dan pelatihan pegawai. Setiap membuka lamaran pekerjaan, Prodia senantiasa menyesuaikan jurusan di bangku kuliah dengan penempatan karyawan. Dalam masa percobaan selama tiga bulan, berbagai pelatihan (on job training) dan pendampingan (body system) selalu diberikan kepada calon pegawai tetap.

Tak cuma itu, ketika menjadi pegawai tetap pun, peningkatan kompetensi terhadap kinerja karyawan terus dipantau. Caranya, dengan memberikan semacam kuesioner kepada atasan tentang bagaimana peningkatan kompetensi terhadap kinerja karyawan. “Kami adakan evaluasi dari berbagai level,” kata Melisetiawati.

Prodia berusaha pula membuat karyawannya merasa tidak jenuh. Manajemen menyiasatinya dengan cara memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mempelajari hal baru yang dapat meningkatkan skill mereka. Seorang ahli lab misalnya, juga diberi pelatihan mengenai kepemimpinan agar bisa berkontribusi pada bisnis. “Turnover kami masih terkendali, di bawah 5%. Kalau berbicara investasi, tidak sedikit jumlahnya yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk investasi di bidang SDM,” ujar Melisetiawati.

Pengembangan SDM dilihat Prodia sebagai bagian yang tidak terpisah dari kemajuan bisnis. Maklum saja, Prodia merupakan partner dokter dalam menunjang diagnosis kesehatan. “Nah saat memberikan informasi, tentunya pengetahuan akan sangat berperan penting karena akan berdampak pada diagnosis dokter. Maka, pengembangan SDM sangat penting,” ujar Ida Zuraida. Hampir 70% pegawai Prodia, ia menyebutkan, mempunyai latar belakang skill base laboratory. “Kami bukan lembaga riset atau universitas, tapi uniknya pengembangan SDM kami mampu melahirkan banyak doktor dan master di bidang sains lab ataupun biomedis,” ungkapnya.

Salah satu juri HR Excellence, Tonny Warsono, mengapresiasi program people development yang dilakukan Prodia. Ia menilai, Prodia mampu melakukan sebuah lompatan atau transformasi bisnis dan pengembangan SDM di bidang soft skill dengan memiliki pengembangan SDM yang komprehensif dari pendidikan dasar, pendampingan hingga relationship development, meliputi coaching-counseling period, professional membership activities, scientific communication dan talent pool. “Itu yang membuat Prodia menarik dalam pengembangan SDM-nya,” Tonny menandaskan. (Riset Hana Bilqisthi)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved