Management Strategy

Prospek Jamu Tingkatkan Perekonomian

Prospek Jamu Tingkatkan Perekonomian

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, sebanyak 59,84 persen penduduk di Indonesia minum jamu. Hal ini membuktikan bahwa tanaman obat dan jamu memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Tak hanya untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk bersaing di pasar internasional. Dan, Indonesia memiliki kekuatan luar biasa untuk tanaman obat. Potensi tersebut bisa terlihat di Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan, Kebun Tanaman Obat Dlingo di Tawangmangu, Jawa Tengah yang belum lama ini mendapat kunjungan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani dan sejumlah menteri lainnya.

Puan Maharani

Kebun Tanaman Obat Tlogo Dlingo Tawangmangu yang memiliki 850 koleksi dan baru 250 jenis yang diteliti ini dirintis oleh Romo Santoso sejak awal kemerdekaan. Mulai April 1948, kebun koleksi tanaman obat itu dikelola oleh Pemerintah di bawah Lembaga Eijkman dan diberi nama Hortus Medicus Tawangmangu. Kini, sesuai Permenkes No 491 Tahun 2006 tanggal 17 Juli 2006, lokasi itu menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT). Sejak 2010, B2P2TOOT memprioritaskan pada saintifikasi jamu, dari hulu ke hilir, mulai dari riset etnofarmatologi tumbuhan obat dan jamu, pelestarian, budidaya, pascapanen, riset praklinik, riset klinik, teknologi, menajemen bahan jamu, penelitian, pelayanan ilmu pengetahuan teknologi, dan diseminasi sampai dengan community empowerment.

Untuk layanan klinik misalnya, B2P2TOOT itu melayani hingga 150 orang pasien perhari dengan delapan dokter dan dua apoteker. Kepala B2P2TOOT, Indah Yuning Prapti menyebutkan pihaknya juga melakukan diklat untuk para dokter. “Sudah ada 384 dokter yang ikut pelatihan, juga ada 71 apoteker,” ujarnya. Prapti menambahkan jika koleksi tanaman obat yang ada di tempatnya hanya 20 persen dari jenis tanaman obat yang ada di seluruh Nusantara. Tapi yang ada di sana pun belum semuanya diteliti, karena untuk melakukan penelitian satu jenis saja membutuhkan waktu hingga satu tahun. “Sekarang sudah ada komitmen politik dari Pemerintah untuk mengangkat hal ini. Sehingga tanaman obat akan menjadi kerja bersama, dan lintas bidang. Ini terobosan yang sangat bagus,” ujarnya.

Dalam kunjungan tersebut, Menko PMK berkesempatan untuk meresmikan lima jamu saintifik nasional. Dia menyebutkan bahwa salah satu tantangan jamu adalah soal saintifikasi. “Jamu masih dianggap sebagai warisan budaya, belum teruji secara ilmiah. Padahal, jamu sudah teruji ratusan atau ribuan tahun. Tapi kita tidak meruncingkan perdebatan itu, kita ke sini untuk mengembangkan jamu dan obat tradisional agar bisa diterima secara luas. Jika memang harus diuji secara empiris, maka kita akan melakukannya. Saya akan meminta universitas, kementerian kesehatan, kementerian pertanian, LIPI, dan lain-lain untuk melakukan penelitian. Saya ingin penelitian dilakukan dengan fokus, ada yang meneliti bahan, ada juga yang meneliti pemasarannya. Peneliti jangan dipusingkan soal pemasarannya juga,” tambah Puan.

Puan sepertinya tidak mau setengah-setengah untuk urusan pengembangan jamu dan tanaman obat ini. Setelah mengunjungi B2P2TOOT sebagai bagian hulu, dia mengunjungi Kabupaten Sukoharjo yang terkenal memiliki ikon jamu. Puan mengajak sejumlah pejabat pemerintahan untuk menyosialisasikan minum jamu. Kali ini dia mengajak puluhan ribu anak sekolah untuk minum jamu di alun-alun Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Tak hanya itu, dia juga mengundang menteri terkait untuk mengembangkan produk jamu di pasaran. Gebrakan Puan Maharani ini pun mendapat sambutan hangat dari para produsen jamu. “Tentu saja sangat senang, sekaligus bangga. Selama ini jamu hanya dilihat sebagai warisan budaya saja, tidak dilihat potensinya. Tapi kini, Pemerintah benar-benar ingin membangkitkan kesadaran akan jamu lebih luas lagi,” ujar Ketua Gabungan Pengusaha Jamu, Charles Saerang. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved