Management Trends

PwC: Pembangun Infrastruktur Harus Transparan

image-1

Pembangunan infrastruktur di Indonesia secara keseluruhan mengalami kenaikan secara substansial sebesar 51 persen. Pembiayaan infrastruktur pada 2014 nilainya US$ 11,7 miliar atau setara dengan Rp 139 trilin, sedang tahun 2015 menjadi US$ 15,5 miliar atau Rp 209 triliun. Meski sebenarnya ini masih di bawah target Pemerintah yang sangat ambisius dalam pembangunan infrastruktur yang diharapkan naik 63 persen. Hal ini terlihat dari realisasi anggaran infrastruktur yang menurun dari 78 persen pada 2014 menjadi 72 persen pada 2015.

Pada revisi APBN 2016 tahap pertama, memang ada peningkatan pengeluaran infrastruktur 9 persen dibanding 2015, ini sejalan dengan rencana jangka panjang Pemerintah untuk mendorong ekonomi dengan multi-year inftrastructure projects. Pemerintah berencana pada RAPBN 2017 dana insfrastruktur akan menjadi Rp 346,6 triliun. Artinya infrastruktur masih menjadi prioritas utama Presiden Joko Widodo hingga tahun depan. Hanya saja, PwC Indonesia dalam reportnya mencatat beberapa hal yang menjadi kendala percepatan pembangunan infrastruktur.

Menurut Julian Smith, PwC Indonesia Technical Advisor, sebenarnya pembangunan infrastruktur di Indonesia selama Pemerintahan Jokowi mengalami perkembangan lebih baik, hanya saja dibutuhkan dorongan peraturan yang tegas dan perencanaan pembangunan infrastruktur yang lebih transparan. Sangat penting menyiapkan ketentuan anggaran Pemerintah yang lebih jelas untuk mempermudah lembaga pemerintahan dalam memberikan komitmen kontraktual multi year.

Catatan PwC lain dalam laporan tersebut disampaikan Julian, proses procurement juga dinilai masih belum jelas dan transparan. “Pemerintah masih belum memberikan paparan yang jelas pada kebijakan dan strategi, bahkan sering berubah tiba-tiba,” imbuhnya. Kadang antar departemen atau organisasi publik masih terjadi konflik kepentingan. Pada intinya ketidakpastian regulasi dan aturan masih menjadi kendala dalam pembangunan infrastruktur kita. “Tentu ini memengaruhi kepastian atau kejelasan selesainya project,” tegasnya.

Wahyu Utomo, Ketua Tim Implementasi KPPIP (Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas) yang hadir dalam diskusi di Hotel Fairmont, Jakarta itu mengamini temuan PwC Indonesia, bahwa koordinasi masih menjadi tantangan karena masing-masing kementrian punya prioritas. “Tapi hal ini terus didorong, memang perlu improve dari waktu ke waktu,” ujarnya.

Maka itu, menurut Wahyu, Pemerintah membuat daftar proyek prioritas, yang kemudian ditandatangani Menko Ekuin, yang dengan cara ini diharapkan bisa mempercepat koordinasi. Ada 250 project, yang saat ini 50 persen sudah ditandatangani Menko Ekuin, dan pada akhir 2018 project-project tersebut sudah berjalan.

Emma Sri Martini, Presiden Direktur PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), mengatakan terobosan pembiayaan infrastruktur telah dijalankan Pemerintah guna mempercepat pembangunan infrastruktur. Menurutnya, sektor jalan tol dan energi masih mendominasi pembiayaan. Pihaknya hingga saat ini telah berkomitmen pada proyek infrastruktur sebesar Rp 40 triliun, tapi baru Rp 27 triliun yang terealisasi.

Julian menambahkan sesuai temuan PwC Indonesia mengakui ketergantungan pada BUMN dan Pemerintah mulai mendorong pendanaan sektor swasta. Beberapa catatan positif lain yang dinilainya bisa mendorong percepatan pembangunan insfrastruktur adalah koordinasi yang lebih baik secara internal dan antar lembaga pemerintah, sudah adanya pelatihan dan motivasi karyawan berkeahlian untuk mengelola proyek, penyederhanaan dan perbaikan proses pengadaan tanah, serta alokasi anggaran yang lebih besar untuk LMAN (Lembaga Manajemen Aset Nasional), lembaga pengadaan tanah yang baru. PwC menawarkan beberapa rekomendasi dari temuannya. Salah satunya untuk energi, Pemerintah harus fokus menyelesaikan bottleneck pada project power plant sebesar 35 gigawatt, terutama dalam hal akusisi lahan dan investasi di infrastruktur transmisi.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved