Management Strategy

Hambatan Pembangunan Pembangkit Listrik Harus Dihapuskan

Hambatan Pembangunan Pembangkit Listrik Harus Dihapuskan

Pembangunan pembangkit listrik 35.000 mega watt (MW) membutuhkan konektivitas melalui percepatan pembangunan infrastruktur. Proses perizinan dan akuisi lahan harus disederhanakan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah harus membangun kepercayaan dengan para investor untuk memuluskan program ini.

PLTU Jenepunto.

PLTU Jenepunto. Pebangkit Listrik yang Dibangun oleh Grup Bosowa

Andi Widjajanto, Sekretaris Kabinet, menyebutkan konektivitas adalah sumber energi di abad 21. “Untuk memulainya kita harus membangun infrastruktur,” kata Andi di seminar Looking Ahead at Indonesia’s Power and Energy Sectors di Jakarta, Selasa (31/3/2015). Ia menyebutkan program pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla membutuhkan sumber energi untuk mengembangkan poros maritim dan infrastruktur.

Sektor energi adalah salah satu dari lima sektor yang diprioritaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015. Sektor ini sangat berkaitan dengan pasokan listrik yang kapasitasnya masih belum memadai. Rasio elektrifikasi nasional hingga 2014 baru mencapai 84,12%.

Untuk itu, pemerintah berencana untuk membangun pembangkit listrik guna meningkatkan produksi listrik nasional.Sumber energi untuk ini berlimpah dan bervariasi mulai dari energi fosil hingga energi terbarukan seperti geotermal. Untuk itu, menurut Andi, pemerintah membangun kepercayaan dengan negara-negara lain untuk berinvestasi di sektor energi dan sektor lainnya, contohnya dengan Jepang dan Tiongkok. Andi mengatakan pemerintah mendapatkan komitmen investasi senilai US$ 73.46 miliar dari Jepang Tiongkok. Rinciannya, komitemen investasi dari Jepang senilai US$ 10.06 miliar dan US$ 63.40 miliar dari Tiongkok. Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi kedua negara tersebut dan bertemu dengan pengusahan dan petinggi negaranya.

Andi menambahkan, Indonesia menggunakan pendekatan baru dalam membangun sektor energi yakni bekerjasama dengan perusahaan yang punya kompetensi dan kapabilitas di bidangnya. “Baru-baru ini pemerintah menyepakati kerjasama dengan dua perusahaan energi terbesar. Ini adalah cara untuk mengamankan komitmen investasi,” tuturnya seraya menyebutkan pemerintah ingin segera merealisasikan pembangungan infrastruktur, diantaranya pembangkit listrik. Ia menginginkan pemerintah bisa merealisasikan pembangunan pembangkit listrik 35.000 mega watt (MW) yang tersebar di Jawa, Sumatera hingga Papua.

Sebelumnya, pemerintah mengumumkan pembangkit listrik dari program percepatan pembangunan pembangkit (fast track program /FTP) 10.000 MW tahap I dan II belum selesai hingga detik ini.Penyebabnya karena mayoritas kontraktor yang terlibat dalam program tersebut tidak memiliki kapabilitas. Akibatnya pembangunan pembangkit listrik pada kedua program tersebut terhenti lantaran tender dimenangi oleh perusahaan-perusahaan yang tidak punya kapabilitas. PT PLN (Persero) membutuhkan biaya Rp 21 triliun guna menyelesaikan pembangunan sejumlah pembangkit listrik di program FTP tersebut.

Untuk mempercepat infrastruktur ketanagalistrikan, pemerintah membentuk Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN). Nur Pamudji, Ketua UP3KN, menjelaskan kendala lahan menjadi hambatan dalam pembangunan pembangkit listrik seperti yang dialaminya ketika menangani pembangunan pembangkit listrik PT PLN (Persero). Nur adalah mantan Dirut PLN periode 2011-2014. “FTP ada garansinya dari pemerintah tapi belum direalisasikan,” kata Nur.

Nur Pamudji, Ketua UP3KN. (Foto : Dok PLN).

Nur Pamudji, Ketua UP3KN. (Foto : Dok PLN).

Soal pengurusan lahan itu, kata Nur, bisa berlarut-larut hingga dua tahun karena tahapan birokrasinya berjenjang hingga Kementerian BUMN. “Makanya itu, kita butuh keputusan dan eksekusi yang lebih cepat,” tambahnya. Lebih lanjut, Nur memaparkan jumlah pembangkit yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi sekitar 60% dari program pembangkit listrik 35.000 MW. “Sedangkan 6% adalah pembangkit yang menggunakan energi terbarukan seperti geotermal sekitar 4% dan hydro power sebesar 2%,” ungkap Nur.Moazzam Malik, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, mengusulkan pemerintah menggunakan energi terbarukan sebagai upaya menekan perubahan iklim.

Ndiame Diop, Ekonomi dari Bank Dunia, berpendapat pemerintah bersikap transformatif dengan mengalokasikan subsidi BBM ke anggaran infrastruktur. Namun, Diop mengingatkan pemerintah harus mempertimbangkan pemberian insentif fiskal untuk perusahaan swasta yang berinvestasi di sektor energi. “Reformasi birokrasi juga sangat diperlukan, seperti yang dilakukan BKPM dengan layanan satu pintu,” tambah Diop.

Saat ini, pemerintah membuka kesempatan bagi investor swasta untuk ikut serta dalam program pembangunan percepatan pembangkit listrik 35.000 MW. Kementerian ESDM berencana merampungkan perizinan untuk memudahkan investor membangun proyek penambahan kapasitas listrik akan rampung di tahun ini.

Sinthya Roesly, Dirut PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia/PPI (Persero), mengatakan pihaknya melihat empat aspek dalam pembangunan pembangkit listrik nasional, diantaranya adalah soal akuisis lahan dan kapabilitas. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved