Management Editor's Choice Strategy

Simon Pratama: Menyesuaikan Diri dengan Irama Kerja Manajemen

Simon Pratama: Menyesuaikan Diri dengan Irama Kerja Manajemen

Simon Pratama, anak Budi Sunardi, pendiri dan pemiliki PT Artha Prima Multifinance, langsung masuk ke perusahaan keluarga seusai menamatkan pendidikan Master of Finance di Australia. Ketika bergabung, Simon langsung ditunjuk sebagai Direktur Keuangan dan Operasional.

Maka, Simon pun langsung belajar dari para manajer senior dan anggota direksi lain. Ia menyesuaikan diri dan mengikuti irama kerja para seniornya, sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi perusahaan. Bagaimana lika-liku Simon terjun di bisnis keluarganya? Ia menuturkannya kepada Gustyanita Pratiwi:

Sejak kapan bergabung dengan perusahaan keluarga?

Saya bergabung dengan PT Artha Prima Finance sejak tahun 2010. Jabatan pertama yang saya pegang adalah sebagai Wakil Divisi Pengembangan Bisnis. Tidak lama saya keluar untuk meneruskan pendidikan Master of Finance, University of Melbourne, Australia. Padahal S1 saya kedokteran UI. Akhirnya mengikuti jejak keluarga yang kebanyakan memang dari finance. Tahun 2012, saya diangkat menjadi Direktur Keuangan dan Operasional. Selain itu saat ini saya juga menjadi Presiden Komisaris PT Buana Sejahtara (holding company groupperusahaan kami).

Simon Pratama, Artha Prima Finance

Simon Pratama

Bagaimana orang tua mempersiapkan, apa saja wisdom yang diberikan orang tua?

Pak Budi Sunardi sebagai ayah saya memiliki prinsip hands-on approach dalam perusahaan-perusahaan kami. Tidak boleh ada penyekat antara pemilik, top management, middle management sampai ke level staf paling bawah. Seluruh karyawan harus bisa bekerja sama dalam memajukan perusahaan. Tidak ada pelatihan secara khusus yang diberikan kepada saya. Setelah lulus sebagai Master of Finance, saya langsung ditempatkan ke posisi yang strategis dalam perusahaan untuk dapat belajar langsung dari para Direktur dan manajer-manajer senior yang berada di dalam PT Artha Prima Finance.

Apa saja rintangan yang dihadapi untuk menempati posisi sekarang?

Untuk bisa masuk dan langsung memberikan performa yang baik di dalam perusahaan kami yang sudah cukup established tentu tidak mudah untuk bisa langsung menyesuaikan ritme pekerjaan. Perusahaan-perusahaan dalam grup kami memiliki ratusan kantor cabang di seluruh Indonesia. Jadi, saya ditantang untuk bisa lebih mobile dan juga bisa berinteraksi dengan seluruh karyawan kami yang memiliki keragaman latar belakang yang sangat luas.

Apakah tidak ada resistensi dari karyawan lama?

Kebetulan tidak ada. Karena antara karyawan dengan keluarga pemilik sudah seperti keluarga sendiri. Seperti saya, dari zaman SMA dulu sering mengikuti acara-acara kantor. Jadi, orang-orang sudah kenal dengan saya. Ketika saya masuk, tidak ada masalah dengan mereka. Apalagi, saat masuk, perusahaan masih kecil. Masih menerapkan micro management. Jadi, hampir semua orang sudah kenal dekat.

Bagaimana meyakinkan mereka?

Saya menempatkan diri sebagai profesional. Kalau saya tidak bisa, bilang tidak bisa. Misalnya, saat ke kantor cabang. Ketika datang, saya tidak langsung main perintah dan sok-sokan. Saya belajar pada kepala cabang. Saya kenalkan diri kalau saya masih baru dan perlu belajar. Mereka welcome kok. Jadi, tidak mentang-mentang anak owner bisa seenaknya. Tidak.

Bagaimana Anda terus “belajar” sehingga bisa diterima di kalangan mereka?

Saya harus banyak mencontoh ayah saya dan juga para anggota direksi dalam perusahaan kami. Semakin saya bisa mengikuti ritme dan kecepatan kerja seluruh tim manajemen, semakin mudah saya diterima oleh jajaran manajemen dan karyawan perusahaan.

Saya harus bisa menunjukkan diri bahwa saya mampu. Bahwa saya di sini bukan semata-mata anak pemilik. Tetapi memang saya perform. Saya juga mendapat perlakuan sama seperti profesional lainnya. Akan halnya ketika akan membuka PT Buana Sejahtera Multifinance. Saya harus lebih dulu melakukan fit & proper di Kementrian Keuangan. Waktu itu saya menjadi orang paling muda saat mendapat fit & proper tersebut. Saya kelahiran 25 Desember 1987.

Siapa yang menjadi mentor sehingga berhasil melewati masa-masa kritis itu?

Contoh dan teladan dari ayah saya, para anggota direksi dan manajer-manajer senior serta dukungan dari istri saya, bisa mendorong saya untuk terus bekerja lebih baik bagi grup kami.

Bagaimana proses mentoring-nya?

Ya seperti biasa. Diskusi. Melihat bagaimana direksi dan manajer senior sehari-hari. Kalau Anda mengharapkan drama, tidak ada peristiwa dramatis untuk itu.

Apa saja suka dukanya menjadi anak pemilik?

Positifnya, saya memiliki kesempatan lebih luas dan resources yang lebih besar untuk bisa mengembangkan perusahaan-perusahaan di dalam grup kami, dibandingkan apabila saya harus memulai dari nol. Negatifnya karena memiliki legacy ayah yang sangat kuat di dalam perusahan-perusahaan kami, tidak mudah untuk bisa keluar dari bayang-bayangnya dan memberikan pembuktian kesuksesan yang saya bisa capai.

Bagaimana menghilangkan bayang-bayang nama besar orang tua?

Tidak bisa. Tetap itu terus melekat. Bagaimanapun ceritanya, pasti melekat. Tinggal bagaimana caranya kita manfaatkan nama besar itu untuk me-leverage ke hal positif. Misalnya, untuk cari modal ke bank. Memang nama orang tua saya yang dikenal, mau bagaimana lagi? Biarkan saja. Kan memang mereka yang membangun bisnis ini.

Apa legacy yang diajarkan orang tua dalam berbisnis? Bagaimana proses belajarnya?

Itu tadi, harus kekeluargaan. Antara pucuk pimpinan sampai staf harus tidak ada sekat. Bagaimana merangkul staf. Menyerahkan bisnis kepada profesional, dan juga fairness. Misalnya, performa saya diperlakukan sama seperti profesional lain. Gaji dan bonus juga tidak lebih besar dari Direktur Utama. Ini yang namanya fairness.

Sekarang, ayah saya sudah tidak aktif lagi di perusahaan. Beliau hanya bersikap sebagai investor saja. Tidak ada jabatan baik di holding maupun anak perusahaan. Untuk belajar dari beliau, secara rutin saya berkunjung ke rumah ayah. Biasanya, seminggu 2-3 kali. Waktu makan malam bersama, biasanya ayah membahas bisnis. Seperti apa perkembangannya, apa rencana, pencapaian dan lain sebagainya.

Nah, sebagai anak muda, saya akui kadang masih menggunakan kacamata kuda”. Kalau ada keinginan melihatnya ke situ terus. Kalau ayah saya pandangannya lebih luas. Jadi, lebih banyak belajar tentang perspektif dari beliau.

Apa saja terobosan-terobosan yang telah mereka lakukan untuk memajukan bisnis keluarga? Bagaimana hasilnya? Seperti apa perubahannya?

Kami telah berhasil mengembangkan grup kami dari hanya sebuah perusahaan multifinance yang membiayai kendaraan komersil, sekarang kami telah memiliki satu perusahaan multifinance baru lagi yang khusus membiayai barang elektronik dan furnitur (PT Buana Sejahtera Multidana). Selain itu kami juga telah memperluas bidang industri kami ke bidang rental mobil (PT Dunia Sejahtera), manufaktur foambed (PT Grha Prima Sejahtera), perdagangan elektronik dan furnitur (PT Buana Ritel), dan properti. Selain itu, perusahaan di mana saya menjadi Direktur, PT Artha Prima Finance telah menjadi perusahaan multifinance yang memiliki aset hampir Rp 2 triliun. Memiliki 70 kantor cabang di Indonesia. Artha Prima Finance juga telah mendapat peringkat korporasi BBB (stable outlook) oleh Pefindo, 9 kali berturut-turut mendapat peringkat “Sangat Baik” dan 4 kali mendapatkan Golden Award oleh majalah InfoBank.

Apa rencana ke depan untuk memajukan bisnis keluarga?

Dalam waktu dekat kami berencana untuk memasuki industri asuransi yang mana akan memberikan sinergi kinerja sangat baik dengan portofolio perusahaan kami saat ini. Selain itu, kami juga berencana untuk mencari partner strategis yang memiliki latar belakang industri keuangan untuk bisa lebih memajukan lagi perusahaan-perusahaan multifinance kami.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved