Management Strategy

Sofyan Wanandi: Keberhasilan Otonomi Daerah Tidak Lebih Dari 15%

Sofyan Wanandi: Keberhasilan Otonomi Daerah Tidak Lebih Dari 15%

Hadir sebagai pembicara, Sofyan Wanandi (APINDO) dan Titi Anggraini (Perludem)

Hadir sebagai pembicara, Sofyan Wanandi (APINDO) dan Titi Anggraini (Perludem)

Era otonomi daerah tidak hanya membawa pengaruh bagi jalannya pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia. Secara tidak langsung, iklim bisnis dan investasi pun terkena imbasnya. Otonomi daerah dinilai tidak memberi hasil yang dapat dirasakan oleh mayoritas rakyat.

Dalam seminar bertemakan Pemilihan Kepala Daerah dalam Konteks Otonomi Daerah yang diselenggarakan Pokja Otonomi Daerah, Sofyan Wanandi, Ketua APINDO mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya mencapai 8-9%, tetapi yang terjadi hanya sekitar 6%. “Banyak Ekonomi biaya tinggi. Cost untuk berdemokrasi besar sekali. Seharusnya pertumbuhan ekonomi kita bisa 8-9%, tetapi hanya sekitar 6%. Artinya, ada 2-3% yang dikorbankan untuk berdemokrasi,” paparnya.

Lebih lanjut, Sofyan mengungkapkan, keberhasilan otonomi daerah tidak lebih dari 15 persen dari yang diharapkan. Berbagai faktor yang melatar belakangi diantaranya adalah SDM yang kurang. Pemimpin yang terpilih menjadi kepala daerah, banyak yang tidak memiliki kemampuan yang baik dalam membangun, termasuk pemimpin-pemimpin di tingkat pusat. Dari jumlah yang tidak sampai 15% tersebut, otonomi daerah bisa berjalan jika pemimpinnya baik. “85% lainnya tidak baik. Itu yang membuat otonomi daerah tidak dirasakan rakyat. Sebagian dari mereka justru bertindak untuk kepentingannya sendiri, memperkaya diri,” ujarnya berapi-api.

Sofyan Wanandi

Kepemimpinan buruk diantaranya justru melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak produktif dan justru menghambat pertumbuhan ekonomi. Banyak perda-perda yang justru lebih banyak mengganggu dari pada yang membantu. Dari 27 ribu perda yang ada, Sofyan berpendapat dua puluh lima persen diantaranya perlu dicabut karena diantaranya menyebabkan high-cost economy dan bertentangan dengan undang-undang di atasnya. Mengenai hal ini, ia mengatakan, seharusnya peraturan yang ada jangan merusak SDA yang ada di daerah dengan izin-izin yang tidak perlu. Akibatnya, sumber daya alam terkuras tetapi rakyat daerah tidak mendapatkan manfaatnya.

Ia pun mengungkapkan, tidak hanya faktor kepemimpinan yang penting, tetapi juga kontrol dari pusat. Menurutnya, saat ini hubungan pusat dan daerah terlalu jauh, sehingga tidak ada kontrol dan akhirnya kepala daerah menjadi raja-raja kecil di daerah. “Kontrol dari atas masih perlu. Hukum kita tidak berjalan sepenuhnya. Makanya orang seenaknya aja selundupkan, orang menyeleweng, semua berkolusi, banyak yang tidak baik. Semua terlibat,” pungkasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved