Management

Strategi APROFI Tingkatkan Kualitas Film Indonesia

Strategi APROFI Tingkatkan Kualitas Film Indonesia

Industri perfilman merupakan satu dari 16 subsektor industri kreatif yang terus dikembangkan oleh pemerintah. Beberapa bulan lalu, sebagai salah satu cara untuk membuka peluang memajukan perfilman, dilakukan pembukaan Daftar Negatif Investasi (DNI). Masuknya investor asing ini, membuka pembangunan infrastruktur bioskop secara signifikan, memberikan kesempatan kompetisi pada sektor distribusi dan peluang untuk produksi film dengan biaya yang lebih besar.

Kebijakan pembukaan DNI mulai mengeluarkan hasil. Senin (5/12) perusahaan investasi Singapore, Government Investment Corporation mengumumkan akan melakukan investasi di PT Nusantara Sejahtera Raya pemilik Cinema XXI sebesar Rp 3, 5 Triliun.

Selain itu, memberikan kesempatan pada produser film Indonesia dan tenaga kerja kreatif film untuk mendapatkan akses pembiayaan, teknologi dan akses pasar luar negeri. Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), pun memiliki program utama untuk meningkatkan kualitas film tanah air. Salah satunya adalah melalui capacity building anggota. Seperti memberikan pengetahuan mengenai produksi, perpajakan, funding, pasar, festival internasional, teknologi, dan masih banyak lagi.

Fauzan Zidni, Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI). Doc Fauzan Zidni

Fauzan Zidni, Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI). Doc Fauzan Zidni

Fauzan Zidni, Ketua APROFI menyatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan pembangunan infrastruktur pendidikan film untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, dengan cara mengembangkan sekolah film yang sudah ada maupun dengan membangun sekolah baru. Sedangkan untuk jangka pendek, perlu ditingkatkan jumlah pendidikan singkat ke luar negeri, adanya alih bahasa buku-buku ajar teknis film ke dalam bahasa Indonesia.

Untuk memperbanyak layar, akses pasar untuk investasi asing sekarang sudah dibuka. Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengatakan idealnya Indonesia punya 5 ribu layar. “Tapi menurut saya pemerintah tidak hanya mempromosikan peluang investasi di subsektor film, tetapi juga perlu disiapkan paket insentif bagi investor untuk membangun di daerah yang belum memiliki bioskop,” tambah Fauzan.

Untuk mewujudkannya, bersama Bekraf, APROFI menjalin kemitraan strategis, tidak hanya melakukan workshop dan business forum, mereka juga tergabung dalam Satgas Anti Pembajakan Digital Film dan Musik, untuk melaporkan situs-situs ilegal agar diblokir oleh pemerintah.

Asosiasi pun bekerja sama dengan Production Guild of Korea (PGK) sejak 2 tahun lalu. Beberapa bulan lalu, juga membuat acara global networking bersama Korean Film Council (KOFIC) dan BEKRAF untuk mempertemukan produser Korea dan Indonesia. Saat ini sudah ada dua project ko-produksi yg diinisiasi CJ Entertainment. Tugas asosiaso adalah membantu advokasi mengenai regulasi dan menjadi jembatan yang mempertemukan, sedangkan untuk B2B merupakan ranah antar perusahaan.

Tahun 2017 akan menjadi tahun yang penuh tantangan dan penuh perdebatan soal regulasi. Komisi X DPR RI beberapa waktu lalu memutuskan akan merevisi UU No 33 Tahun 2009 dan akan masuk Program Legislasi Nasional 2017. Sedangkan Peraturan Menteri yang mengatur pelaksanaan teknis UU No 33 sampai sekarang belum disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Ada banyak masalah dalam UU ini, paling jadi perdebatan misalnya tentang kuota layar 60% untuk film lokal, apakah untuk mendapat market share sebesar itu harus dipaksakan lewat regulasi? Kenyataannya secara kualitas dan kuantitas film Indonesia juga belum bisa memenuhi kalau dipaksakan seperti itu,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved