Marketing Management Editor's Choice Strategy

Strategi Ditjen Pajak Penuhi Target Penerimaan Pajak

Strategi Ditjen Pajak Penuhi Target Penerimaan Pajak

Direktorat Jendral Pajak, Kementerian Keuangan, mencanangkan sejumlah langkah strategis demi meningkatkan kepatuhan wajib pajak membayar kewajibannya. Ditjen Pajak pada tahun ini memasang target penerimaan pajak senilai Rp 1.200 triliun, naik 30% dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar Rp 900 triliun. Sejumlah metode yang ditempuh Ditjen Pajak diantaranya pembinaan dan persuasif, perluasan wajib pajak, pengembangan teknologi informasi, atau memberikan tax amnesty. Hal ini disampaikan oleh Sigit Pramudito, Direktur Jenderal Pajak, di sela-sela acara Ditjen Pajak dengan Pemimpin Redaksi di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (27/5/2015) malam.

Sigit menegaskan pihaknya di tahun ini mencanangkan tahun pembinaan pajak guna meningkatkan kesadaran wajib pajak individu dan institusi memenuhi kewajibannya. Ditjen Pajak akan membuat aturan yang ramah bagi wajib pajak. “Wajib pajak adalah pahlawan bagi pembangunan nasional jadi kami terus mengakomodasi aturan yang ramah bagi wajib pajak diantaranya memberi tax amnesty,” jelas Sigit.

Sigit Pramudito, Direktur Jenderal Pajak. (Foto : Dok Ditjen Pajak).

Sigit Pramudito, Direktur Jenderal Pajak. (Foto : Dok Ditjen Pajak).

Ditjen Pajak sedang mengkaji kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Menurut Sigit, pihaknya sudah membicarakan hal ini ke berbagai lembaga, sepertiPolri untuk merumuskan hal ini. Nantinya, rumusan ini diserahkan kepada DPR untuk dibahas dan ditetapkan sebagai undang-undang.”Pekan depan, kami akan bertemu dengan pengusaha dan mengundang akademis di kesempatan lain untuk membahas wacana tax amnesty agar rumusannya sesuai harapan semua pihak,” tutur Sigit. Tax amnesty memberikan ampunan kepada pelaku tindak pidana pajak, pidana khusus, dan pidana umum, kecuali terorisme dan narkoba.

Lebih kanjut Sigit menjelaskan wacana tax amnesty tersebut digulirkan untuk mendapat tanggapan dari masyarakat. Dia mengilustrasikan tax amnesty berpotensi akan menarik dana WNI yang diparkir di luar negeri. Sigit bilang pihaknya mempertimbangkan 10% sebagai persentase yang bisa didapatkan pihaknya dari total dana yang ditarik dari luar negeri. Sebagai contoh, kata dia, WNI yang menempatkan dananya di Singapura diestimasikan sekitar Rp 3 ribu-4 ribu triliun. “Dengan adanya tax amnesty, seandainya 10% dari jumlah itu bisa kita dapatkan maka kita bisa memperoleh penerimaan pajak sekitar Rp 100 triliun,” ucapnya.

Menurut Sigit, Italia dan India adalah negara yang berhasil menerapkan tax amnesty. Italia dinilainya sukses memberlakukan ini dibarengi dengan undang-undang mengenai lalu lintas devisa dalam nilai tertentu yang diizinkan pemerintahnya. “Kalau nilainya melewati batas yang ditentukan itu, mereka akan disangka akan melakukan kejahatan. Jadi, Italia berhasil menerapkan tax amnesty,” tutur Sigit.

Ditjen Pajak mengestimasikan Rancangan Undang-undang (RUU) masuk Prolegnas pada Juli 2015, sehingga kebijakan ini bisa diterapkan pada September 2015 dan berlaku hingga akhir 2016. Pada tahap awal pelaksanaanya, Sigit akan menetapkan besaran pajak yang dikenakan sekitar 7,5%.

Selain tax amnesty, Ditjen Pajak juga sedang menggenjot pengembangan teknologi informasi termutakhir untuk meningkatkan produktivitas pegawai pajak memproses laporan. Sistem TI berfungsi untuk menelusuri tunggakan atau kelalaian wajib pajak membayar kewajibannya. Menurut Sigit, pihaknya memiliki aplikasi yang bisa membandingkan data dari Ditjen Pajak dengan institusi lainnya. Sebagai contoh, dia bisa menelusuri aset wajib pajak. Katakanlah si wajib pajak ini membeli mobil dan properti yang tidak dilaporkannya ke Ditjen Pajak.

“Kami bisa membandingkannya dengan data dari kepolisian. Setelah itu, kami sampaikan surat pemberitahuan ke wajib pajak. Ini adalah cara kami yang persuasif karena sebagian wajib pajak kami perkirakan tidak tahu aturannya. Makanya tahun ini kami canangkan tahun pembinaan pajak agar semua pihak mengetahui aturannya,” urainya.

Berikutnya, lanjut Sigit, institusinya juga sedang merampungkan aturan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) untuk barang-barang dikategorikan mewah, seperti televisi, alat elektronik, dan tas-tas bermerek. Potensi pengurangan pajak dari skema ini sekitar.

Dia menyebutkan pihaknya ingin memacu daya beli masyarakat melalui aturan yang seperti demikian. Ia tidak risau penerimaan pajak berkurang. Sebab, skema penerimaan pajak akan diraupnya dari saluran lainnya. “Kita yakin bisnis akan baik kondisinya kalau daya beli masyarakat masih baik dan membelanjakan uangnya,” terangnya. Ditjen Pajak Kemenkeu juga berencana menaikkan besaran ‎Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp24 juta per tahun menjadi Rp36 juta per tahun agar daya beli masyarakat tetap baik. “Tahun ini kita berharap bisa melakukan tahun rekonsiliasi pajak nasional,” harapnya. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved