Management

Suryani S. Motik: Pengusaha Pribumi Harus Mampu Bersaing Secara Global

Suryani S. Motik: Pengusaha Pribumi Harus Mampu Bersaing Secara Global

Sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) periode 2010 – 2015, tugas Suryani Sidik Motik tidak ringan. Selain memperjuangkan dan memajukan UKM, ia juga harus memenangkan pengusaha pribumi tanpa membedakan ras, suku, dan agama dalam menghadapi era globalisasi dan persiapan menuju perdagangan bebas sehingga mampu bersaing dengan pengusaha asing. Berikut petikan wawancara Suryani dengan Darandono dari Swa Online.

Apa yang akan menjadi prioritas HIPPI untuk membantu pengusaha pribumi tahun 2013?

Saat ini HIPPI sebagai organisasi pengusaha pribumi yang anggotanya sekitar 4 juta, umumnya merupakan Usaha Kecil Menengah (UKM), sedangkan yang besar bisa dihitung dengan jari. Kegiatan yang akan menjadi prioritas tahun 2013 adalah pengembangan industri kreatif, seperti musik/informasi teknologi, pertanian dan perikanan. Saya akui potensi industri musik di Indonesia bagus sekali hanya saja belum diangkat sehingga kalah dengan Korea. Padahal secara kultur Korea tidak kuat, tapi karena berhasil mengemas dengan baik, sehingga pamor industri musik naik. Tapi yang harus diwaspadai justru Malaysia, meskipun kulturnya kurang kuat, tapi bisa naik lebih cepat dari Indonesia. Begitu juga di teknologi informasi (TI), banyak anak-anak Indonesia yang kreatif, tapi tidak disentuh dengan baik. HIPPI akan masuk ke industri ini.

Bagaimana dengan sektor pertanian dan perikanan?

Dipilihnya sektor pertanian dan perikanan, karena sebagian besar anggota HIPPI adalah bergerak di sektor pertanian dan saya melihat sektor ini juga belum tersentuh. Rencana saya akan mengirim tenaga-tenaga terbaiknya untuk ditraining baik di Indonesia maupun Jepang.

Bentuk dukungannya?

HIPPI juga sedang membentuk modal ventura di mana skema permodalan untuk UKM yang difokuskan pada industri kreatif, pertanian dan perikanan. Hal ini dilakukan karena pendukung permodalan sampai saat ini di HIPPI belum ada. Padahal bila melihat Amerika Serikat modal ventura berkembang dan sangat maju. Di Indonesia, bila industri kreatif ataupun TI kalau datang ke bank, belum tentu dapat pinjaman modal, tapi kalau ada pendampingan modal ventura pasti akan lebih mudah aksesnya.

Kapan realisasinya?

Insya Allah akan berjalan mulai tahun 2013 dan saya menargetkan minimal Rp 20 miliar, tapi mudah-mudahan bisa Rp 100 miliar. Karena ada kejadian seorang anak yang punya bakat di industri kreatif tidak mendapat pinjaman dari bank lokal. Tapi Bank UOB justru memberi bantuan tapi dengan syarat harus tinggal di Singapura dan sekarang jadi warga negara Singapura. Potensi orang-orang Indonesia yang seperti ini banyak. Begitu juga di industri musik akan terus dikembangkan.

Dari mana pendanaanya?

HIPPI sudah dapat komitmen dari senior-senior HIPPI yang sudah menjadi pengusaha besar. Intinya yang penting ini harus running dulu, setelah berjalan target ke depan pasti dengan sendirinya dana bertambah dengan sendirinya karena hasilnya bagus.

Bukankah anggota HIPPI banyak, bagaimana seleksinya?

Prioritasnya seperti yang disebut di atas industri kreatif/TI, perikanan dan pertanian yang telah dijalankan secara profesional dan disepakati pemegang saham, karena perusahaan itu harus untung dan akan dikembalikan untuk orang banyak.

Bagaimana model bisnisnya?

Kalau modal ventura tidak menetapkan bunga, tapi menggunakan sistem bagi hasil. Jadi bila ada anggota yang usahanya punya potensi akan berkembang dengan baik, tinggal melihat apa kekurangan. Misalnya kekuarangnya dalam hal disain nanti akan dicarikan orang yang jago desain. Jadi, kelebihan modal ventura selain menaruh uang juga akan mengirim orang untuk membantu mengembangkan perusahaan.Ini yang membedakan modal ventura dengan bank.

Komposisinya?

Saya belum tahu. Karena nanti akan dilihat berapa dana yang akan ditempatkan dan dihitung, misalnya Rp 1 miliar, akan tergantung dari cashflow berapa tahun dana ini akan kembali, baru ada kesepakatan, karena modelnya bagi hasil bukan bunga. Bisa jadi modal ventura dalam 1-2 tahun pertama tidak akan dapat dana pengembalian, yang penting perusahaan yang dibantu bisa berjalan dulu, dengan jangka waktu 3-5 tahun bisa dilepas. Karena saya pingin melihat keberhasilannya.

Bagaimana dukungan terhadap UKM?

HIPPI akan membantu untuk meningkatkan kualitasnya dan patent. Karena orang Indonesia banyak memiliki produk yang bagus tapi lupa dengan kualitasnya. Saya akan memberikan training-training gratis tentang hal ini dengan memanggil konsultan patent dan menggandeng departemen pertanian. Bukan hanya itu, bila perlu juga menjalin kerjasama dengan Kementerian UKM atau Kementerian Pariwisata bila ada daerah-daerah yang banyak UKM-nya. Di Tasikmalaya misalnya jika disana berkembang kerajinan pakaian, bila tidak bagus akan dikirim ahlinya untuk memberikan training disana.

Bagaimana dengan pengusaha menengah ke atas?

Biasanya lebih banyak terkait kebijakan yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah, HIPPI ikut menyuarakan.

Kongkretnya seperti apa?

Misalnya tentang UU Perdagangan dan Perindustrian, HIPPI aktif bersuara dan memberikan proteksi. Misalnya industri ritel harus dibatasi dan tidak masuk sampai tingkat RW, sehingga akan mematikan warung-warung kecil disekitarnya. Begitu juga terhadap usaha kecil khususnya di Jakarta seolah kurang mendapat perhatian, sehingga diperlukan pasar/penampungan. Di Korea contohnya pedagang kaki lima mendapat tempat yang bagus dan bisa menjadi obyek wisata. Sedangkan di Indonesia pedagang kaki lima terus tergusur.

Hasilnya?

Saya sudah bicara dengan Menteri Perdagangan dan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, nantinya di Undang-Undang yang baru akan ada Kepmen yang baru membatasi itu dan diakomordir dalam Undang-Undang Perdagangan. Nantinya dalam UU akan membatasi jumlah, misalnya membatasi jumlah riteler yang masuk dalam satu daerah baik yang skala bisnisnya besar maupun pola kepemilikan khususnya untuk mini market.

Bagaimana dengan aturan pembayaran di modern ritel?

Saya akui banyak aturan pembayaran yang merugikan UKM, karena jangka waktunya bisa 3-4 bulan. Selain itu, ada juga supplier yang produknya laku, tapi justru `ditendang’, tapi modern ritel justru menggantikan produk yang sama dengan private label. Ini tidak benar.

Perkembangnya?

Lumayan, sudah bisa lebih cepat pembayaran dan tidak 3 bulan lagi.

Apa lagi yang diperjuangkan HIPPI?

Saya minta ke pengelola mal-mal agar produk dalam negeri diberi kesempatan. Coba bayangkan sebelumnya di mal termegah di jalan Thamrin tidak mengizinkan produk Martha Tillar masuk karena dianggap kurang branded, tapi yang lebih aneh di Malaysia bisa merek ini bisa diterima oleh pengelola mal. Kalau masih seperti ini, bagaimana bisa mengangkat merek asli Indonesia.

Apa yang paling urgent diperjuangkan tahun 2013 terkait dengan kebijakan?

Tahun depan akan fokus pada perizinan yang simple. Di Singapura misalnya, untuk membuat ijin usaha biayanya sekitar Sin$ 1.200 dan selesai dalam 2 hari. Sedangkan di Indonesia, ketika mengurus perijinan ditanya mau jalur cepat atau jalur lambat. Jalur cepat butuh waktu 2 bulan biaya Rp 30 juta, sedangkan jalur lambat selesai dalam waktu 3 bulan biayanya Rp 20 juta. Masa Indonesia kalah dengan Singapura, meskipun dari harga Indonesia lebih mahal bukannya lebih murah, itu yang membuat sedih pengusaha.

Apa kelemahan pengusaha pribumi?

Ada dua hal yang saya lihat, pertama karena pengusaha pribumi lahir belakang, awareness untuk menjadi pengusaha tahun 1975, sedangkan non pribumi sudah sejak tahun 1960. Selain itu kekompakan pengusaha non pribumi kuat sekali. Saya punya contoh teman non pribumi, pabriknya sedang bermasalah dan membutuhkan dana sekitar Rp 10 miliar. Selain cepat untuk mengumpulkan dana juga ada yang membantu untuk membenahi manajemen. Begitu juga perbankan cukup kuat membantunya karena ada trust diantara mereka. Saya juga melihat pengusaha non pribumi jauh lebih ulet dari yang pribumi.

Bagaimana peran HIPPI?

Saya ingin HIPPI bisa menjadi tempat untuk menemukan solusi dari persoalan-persoalan anggotanya yang muncul. Ke depan, persaingan bukan masalah pribumi dan non pribumi tetapi dengan pengusaha dari luar negeri. Apalagi tahun 2015 setelah menjadi ASEAN Community, sehingga pesaingnya justru berasal dari Malaysia, Singapura, Bangkok. Saya rasa masalah pribumi dan non pribumi sudah tidak relevan lagi, pengusaha Indonesia harus kompak bersama-sama menghadapi ancaman dari luar negeri dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved