Management Strategy

Tanri Abeng: Holdingisasi BUMN Harga Mati

Tanri Abeng: Holdingisasi BUMN Harga Mati

Gagasan membentuk holding BUMN (holdingisasi) sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagai entitas bisnis, perusahaan pelat merah mesti menghadapi persaingan ketat seiring dimulainya era perdagangan bebas di kawasan ASEAN (MEA) mulai akhir tahun ini. Gagasan holdingisasi sejatinya sudah digulirkan saat Tanri Abeng memimpin Kementerian BUMN.

“Holdingisasi seperti konsep structural holding akan menciptakan kekuatan yang besar. BUMN yang ada di bawah holding bisa fokus ke downstream (hilirisasi). Holding juga berperan sebagai kekuatan untuk investasi, pendanaan, logistik, pemasaran, dan lainnya,” katanya.

Dari hasil riset SWA, pendapatan total dari 147 BUMN pada tahun 2013 mencapai Rp 1.890 triliun, tumbuh 20,3% dibanding tahun sebelumnya Rp 1.570 triliun. Asetnya naik dari Rp 3.468 triliun menjadi Rp 4.216 triliun. Hingga tahun lalu, total aset BUMN sudah mencapai Rp 4.500 triliun.

Tanri menilai perkembangan BUMN saat ini sudah jauh lebih bagus. Bank Mandiri Tbk, hasil merger Bank Pembangunan Indonesia, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bank Dagang Negara; Bank Rakyat Indonesia Tbk, Bank Negara Indonesia Tbk, serta Bank Tabungan Negara Tbk sudah mampu unjuk gigi di industri perbankan Tanah Air meskipun sejumlah bank swasta besar kini dikuasai investor asing.

Mantan Menteri BUMN, Tanri Abeng

Mantan Menteri BUMN, Tanri Abeng

Perusahaan pelat merah lainnya, seperti Telekomunikasi Indonesia Tbk, Pertamina, Semen Gresik, dan sejumlah BUMN karya seperti Adhi Karya Wijaya Karya pun mampu bersaing dengan perusahaan swasta untuk memperebutkan kue bisnis di bidang konstruksi.

Indonesia juga punya banyak pemimpin hebat yang mampu membawa BUMN tumbuh pesat seperti Agus Martowardojo di Bank Mandiri Tbk (kini Gubernur Bank Indonesia), Ignasius Jonan di PT Kereta Api Indonesia (kini Menteri Perhubungan), Emirsyah Satar di Garuda Indonesia Tbk, R. J. Lino di PT Pelindo II dan Karen Agustiawan di Pertamina (kini diisi Dwi Soetjipto yang sebelumnya sukses mengonsolidasikan beberapa BUMN semen).

Meski begitu, konsolidasi BUMN tidak semudah membalikkan tangan. Namun, menurut Tanri, yang penting ada kemauan dari jajaran manajemen BUMN untuk bersatu. “Kalau mereka mau, mereka akan bergerak, dan pasti akan jalan. Kalau intervensi polisik dalam BUMN, saya kira sekarang sudah zamannya serba transparan, bebas bicara, maka semestinya sudah minimlah itu. Teman-teman di DPR juga bisa diyakinkan bahwa itu tujuannya baik,” katanya.

Konsolidasi akan menciptakan pertumbuhan yang cepat, baik dari sisi aset, pendapatan, laba, maupun nilai perusahaan. Total aset seluruh BUMN saat ini sekitar Rp 4.500 triliun. Jika dikonversi ke US$ (dengan kurs Rp 12.500 per dolar AS), nilainya sekitar US$ 360 miliar. Bandingkan dengan aset Temasek Ltd. yang hanya US$ 31 miliar.

“Jika masterplan konsolidasi BUM dijalankan dan on the track, dalam waktu singkat Indonesia bisa punya BUMN yang besar sekali. Pemerintah yang akan diuntungkan karena BUMN mampu mendukung program pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pencapaian kemakmuran seluruh rakyat Indonesia,” katanya. (Reportase: Arie Liliyah)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved