Management Editor's Choice Strategy

Tantangan MEA 2015 Kita Harus “Menyerang”, Bukan “Bertahan”

Tantangan MEA 2015 Kita Harus “Menyerang”, Bukan “Bertahan”

Pasar bebas dengan bingkai Masyarakat Ekonomi ASEAN akan mulai bergulir pada 2015. Sejauh mana kesiapan Indonesia menghadapinya? Menurut Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, persiapan Indonesia sudah 88%. Indonesia tidak perlu takut menghadapu MEA 2015, karena kebebasan arus barang sebenarnya sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Apa yang harus dilakukan para pebisnis Tanah Air menghadapi MEA? Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi memaparkannya kepada Ario Fajar dari SWA Online:

BayuKemendag2

Seberapa optimal pelaku bisnis Indonesia memanfaatkan MEA?

Saya berani mengklaim optimalisasi serta persiapan pelaku bisnis Indonesia terhadap MEA sudah mencapai 88%. Hal itu didorong dari beberapa progress yang terjadi kemarin. Adanya MEA bukan berarti nantinya setelah Desember 2015 akan terjadi perubahan besar-besaran, pintu terbuka lebar, gelap jadi terang, itu adalah persepsi yang salah. Komitmen-komitmen MEA sudah dijalankan jauh-jauh hari bahkan pelaksanaannya sudah mencapai 85%. Orang sudah bisa lewat (keluar masuk), barang sudah lewat, semua sudah keluar masuk.

Jadi tidak akan terjadi apa-apa pasca December 2015?

Banyak orang yang menanyakan kepada saya, apa yang terjadi setelah itu? Jawabannya: tidak akan terjadi apapun. Tidak ada guncangan apapun karena kita sekarang ini sudah dan sedang mengalaminya. Jadi, yang ditakutkan itu tidak benar karena kita semua sedang menjalankan MEA. Memang ada beberapa yang kami masih protek misalnya ada beberapa produk yang sifatnya sensitif atau hal-hal terkait development issue.

Kenapa pencapaiannya baru 88%?

Sisanya 10-12% itu adalah sektor jasa yang mana lebih banyak menyoal tentang jasa profesi. Saat ini ada 8 jasa profesi yang sedang digodok, seperti dokter, pengacara, chef, dll. Masalahnya masih ada profesi yang belum menyepakati kesamaan sertifikasi atau standar kompetensi sehingga harus ditemukan jalan keluarnya. Untuk profesi dokter misalnya, sertifikat IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sudah diakui di negara ASEAN, sehingga dokter Indonesia diakui kompetensinya di luar negeri. Jika ingin berkarier di sana, maka dokter Indonesia harus mengikuti tes lanjutan sesuai permintaan negara setempat dan sebaliknya.

Apakah Indonesia sudah siap menjalankan MEA ke depannya?

Oh, sangat siap. Tidak ada kata selain kata “harus siap”. Pertanyaannya sekarang adalah apakah ini semua sudah ideal atau belum, ya jelas belum. Kenapa?. Karena ada 4 permasalahan yang menjadi kendala bagi bangsa ini, baik dengan atau tanpa adanya MEA. Permasalahan itu adalah soal infrastruktur, keahlian tenaga kerja, energi, serta kemudahan berbisnis.

BayuKemendag

Apakah dengan adanya masalah itu akan menghambat kesiapan atau implementasi Indonesia terhadap MEA?

Tidak juga. Kita (Indonesia-red), make progress kok. Misalnya tahun lalu, Indonesia sudah memiliki double track Jakarta-Surabaya. Kedua, tahun 2016 nanti akan di buka Tanjung Priok dengan perluasan yang baru, bandara juga semakin diperluas, makin banyak lagi pembangkit listrik. Indonesia juga sudah memiliki fasilitas kawasan ekonomi khusus seperti Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur. Nah, progress itu yang harus didayagunakan.

Apakah 4 permasalahan itu harus rampung sebelum Desember 2015 sehingga pencapaian bisa mencapai 100%?

Target adalah target, tapi kita harus realistis saja melihat keadaan nanti. Kalau memang nanti tidak bisa sampai 100%, yah tidak perlu khawatir. Saya kira lanjutkan saja.

Adakah kebijakan yang baru dibuat atau diubah guna menyukseskan MEA dan pro pelaku bisnis?

Semua kebijakan yang kami buat selalu ditujukan untuk kepentingan nasional. Ada dua pertimbangan dalam hal ini mengenai sektor perdagangan. Pertama, mendorong supaya perdagangan surplus, neraca diharapkan bisa surplus, impor dan eskpor boleh-boleh saja, yang penting ekspornya harus lebih besar. Kedua, pasar dalam negeri yang berkembang harus diisi oleh produk-produk yang berasal dari dalam negeri.

Bagaimana neraca perdagangan Indonesia terhadap ASEAN dan negara-negara ASEAN?

Sekarang ini, kalau dilihat neraca perdagangan ASEAN tahun 2013 sebesar US$ 94,5 miliar, non-migasnya mencapai US$ 60 miliar. Sayangnya, neraca perdagangan Indonesia terhadap ASEAN masih defisit di mana dari US$ 13,2 miliar, US$ 13 miliar berasal dari migas. Problem utamanya berada di migas di mana Indonesia masih mengimpor dari Singapura.

Neraca perdagangan Indonesia dengan Singapura tahun 2013 untuk ekspor sektor nonmigas sekitar US$ 10.4 miliar dan impor dari Singapura sebesar US$ 10,1 miliar. Jadi Indonesia surplus terhadap Singapuar.

Indonesia defisit agak besar kalau di non-migas itu dengan Thailand di mana nilai ekspor mencapai US$ 5,5 miliar, tapi impor Indonesia mencapai US$ 10.6. Kenapa itu terjadi? Karena faktor industri otomatif di mana Indonesia masih mengimpor beberapa komponen atau spare parts untuk produksi otomotif di Indonesia.

Bagaimana kekuatan ASEAN bila dibandingkan dengan kawasan lainnya? Dimana peluang ASEAN?

ASEAN memiliki kelebihan yang luar biasa. Pertama, ASEAN memiliki 600 juta penduduk. Lalu ASEAN juga punya keragaman yang luar biasa, punya megapolitan seperti Singapura, Jakarta, Kuala Lumpur, dan penduduknya sangat kaya. Tapi di sisi lain, ASEAN juga punya Laos, Myanmar. Nah, rentang ini begitu beragam yang membuat pasar menjadi lebih luas, bukan hanya sekedar besar jumlahnya tetapi juga punya keluasan produk yang bisa dijual. Contoh sederhananya, di ASEAN bisa jual barang luxury hingga sabun colek karena pasarnya yang begitu luas.

Kekuatan kedua adalah kawasan ini merupakan kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah Tiongkok. Dengan demikian, demand juga besar, ditambah lagi ASEAN punya basis produksi yang baik. Dengan kondisi Tiongkok yang sedang mengalami masalah soal buruh dan upah, maka ASEAN bisa menjadi basis investasi dan produksi. Dengan kondisi tersebut, saya yakin bahwa ASEAN punya kelebihan dibandingkan dengan kawasan lain.

Idealisme dari MEA adalah bukan hanya sekedar trading antar negara tetapi membuat ASEAN menjadi basis produksi untuk mensuplai pasar dunia

Lantas opportunity Indonesia di mana?

Indonesia adalah yang paling lengkap. Hal itu bisa dilihat dari beberapa fakta: ekonomi Indonesia di kawasan ini yang terbesar, penduduknya sangat banyak, GDP juga paling tinggi. Di sisi lain, Indonesia memiliki keragaman yang sangat tinggi. Hal itu tentu akan membuat pasar Indonesia menjadi kian menarik. Dari sisi suplai dan produksi, Indonesia mempunyai sumber daya alam, kemampuan buruh, investasi yang pesat dan basis produksi. Perlu diingat, Indonesia juga mempunyai kemapanan secara sosial politik dan negara demokrasi yang besar.

Sektor mana yang paling diunggulkan?

Kita masih tetap mengandalkan 3 kelompok besar. Pertama, yang berbasis sumber daya alam. Kuncinya adalah harus meningkatkan nilai tambah, jadi tidak menjual barang mentah entah itu dari kehutanan, perikanan atau pertanian.

Kedua, consumer products. Kenapa?. Karena pasar kita yang sangat besar. Untuk itu, kita harus mampu menjadi basis produksi.

Ketiga, adalah ekonomi kreatif yang kini jumlahnya semakin banyak. Di seluruh dunia yang namanya creative player jumlahnya tidak lebih dari 5%. Maka 5% dari 250 juta penduduk Indonesia, yakni sekitar 10-15 juta orang, harus diberdayakan dan ditopang melalui institusi dan infrastruktur yang memadai.

Dari tiga aspek MEA – Liberalisasi, Fasilitasi dan Reform- apakah Indonesia sudah optimal menjalankannya?

Tiga-tiganya sudah optimal. Misalnya : Indonesia adalah negara pertama yang menerapkan National Single Window. NSW adalah system online untuk 86 instansi penerbit surat keterangan asal. Kita juga membuat self sertification dalam kegiatan ekspor impor. Jadi, pengusaha didorong untuk melaporkan secara jujur dan benar dokumen-dokumen ekspor dan impor.

Ketiga, promosi ekspor terus digelar semisal Trade Expo Indonesia yang sudah beberapa tahun ini digelar. Bahkan tahun ini, kegiatan ini akan menjadi The Best and The Biggest in ASEAN. Data terakhir yang saya dapat, nanti di Trade Expo 2014 akan ada 10 ribu buyer dari seluruh dunia. Ini salah satu pencapaian di aspek Fasilitasi.

Apakah ASEAN Single Window akan terwujud?

Sekarang ini hanya 6 negara yang memberikan komitmennya yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, dan Filipina, sementara lainnya masih ragu-ragu. Salah satu yang saya hormati dalam ASEAN adalah tidak adanya paksaan bagi anggota untuk mengikuti komitmen.

Banyak pelaku usaha yang mengeluh karena mahal dan lamanya proses mengurus sertifikat, contohnya Sertificate of Origin. Tanggapan Anda?

Sebenarnya kami juga tengah memperbaiki hal itu dengan menekan biaya serendah mungkin. Terakhir yang kami lakukan untuk ini adalah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan untuk pelayanan terpadu perdagangan. Dengan adanya itu, 56 licensing akan online. Kami akan lakukan perbaikan secara bertahap dan akan menutup pelayanan offline-nya. Semua akan dipaksa masuk ke online sehingga tidak akan terjadi kekacauan atau harga yang membengkak.

Apakah MEA menguntungkan UKM?

Justru dengan adanya MEA sangat menguntungkan pelaku UKM. Saya melihat, nantinya akan ada banyak permintaan terhadap barang-barang limited atau terbatas (tidak mau lagi mengkonsumsi barang seragam) baik dari garmen, alas kaki ataupun makanan. Dari permintaan itu akan melahirkan dan membantu bisnis UKM dalam menghasilkan produk yang tidak seragam atau eksklusif.

Di sisi lain, dengan perkembangan e-commerce, maka merupakan suatu kekuatan baru yang luar biasa berkembang yang bisa memfasilitasi UKM ke pasar yang lebih luas. Tak heran jika saat ini banyak barang seperti fashion, mebel, makanan olahan UKM terpampang di e-commerce.

Adakah kebijakan untuk memproteksi profesional di Indonesia agar tidak berkarier di luar negeri?

Lho, kenapa harus diproteksi? Justru dengan adanya ini kita harus berani unjuk gigi di pasar internasional. Inilah yang kurang dari orang-orang atau profesional asal Indonesia di mana mereka hanya berani berkarier di Tanah Air. Jangan hanya jago kandanglah.

Misalnya di Myanmar begitu banyak peluang yang bisa digarap oleh orang atau perusahaan Indonesia. Di sana, kita mendapatkan “previllage” untuk membangun bisnis. Saya berkali-kali bilang ke pihak perbankan Tanah Air agar membuka dan memperluas bisnisnya ke luar negeri. Memang, pasar dalam negeri masih sangat besar, tetapi apakah kita melulu mengandalkan pasar dalam negeri saja?.

Apakah tidak takut kehilangan anak bangsa yang kompeten?

Sama sekali tidak. Justru kita harus berani bertarung dengan orang-orang di kawasan ASEAN

Lalu, bagaimana orang-orang ASEAN yang akan berkarier di Indonesia?

Tentunya mereka harus menjalani beberapa persyaratan yang berlaku, misalnya bahasa, dll.

Banyak pelaku bisnis yang kurang mendapat informasi lengkap tentang MEA. Tanggung jawab pemerintah seperti apa?

Sekarang ini era informasi. Pelaku bisnis bisa mencari tahu banyak melalui Internet atau sumber lainnya.

Apa tantangan terbesar dalam MEA?

Tantangannya adalah bagaimana kita harus “menyerang”, bukan “bertahan”. Jika hanya bertahan dalam artian hanya berbisnis di dalam negeri saja, maka daya saing kita akan segitu-gitu saja. Bukalah cakrawala bahwa di luar sana banyak peluang yang masih bisa digarap dan saya yakin orang-orang Indonesia bisa.

Apa ancaman terbesar MEA?

Tidak ada. Semua akan bergerak seperti biasa. Saya tidak melihat orang ASEAN membanjiri Indonesia. Kalau toh ada, mungkin karena mereka memiliki kelebihan. Sementara kalau soal produk, kita sendiri yang belum mampu mensuplai pasar dalam negeri.

Adakah review jika nantinya MEA tidak menguntungkan Indonesia?

Yang sangat saya hormati dari ASEAN adalah mereka tidak memaksakan anggota untuk ikut atau bergabung dalam komitmen, semuanya berbasis pada konsensus.

Apa himbauan kepada pelaku bisnis?

Marilah kita semua berani tampil di negeri orang. There is big opportunity market out there. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved