Management Strategy

Terobosan Natalie Tjandra Hadirkan Portia

Terobosan Natalie Tjandra Hadirkan Portia

Disposable panties Portia sangat membantu saya selama menunaikan ibadah haji pada 1 Oktober – 10 November 2013. Selain bahannya adem, tekstur lembut, elastis, juga bisa dicuci, sehingga nyaman dipakai dan praktis. Maklum di Saudi Arabia sekitar 42 hari dan hawanya terik. Ini terobosan baru untuk produk celana dalam sekali pakai, karena rata-rata produk lain terbuat dari kertas dan agak panas dipakainya,” ujar Fairuz yang membeli Portia di jaringan outlet Guardian.

Portia2

Fairuz benar, Portia cocok dipakai untuk wanita yang sering bepergian atau traveling. Apalagi di zaman modern ini mobilitas para wanita juga tinggi. Pergi ke luar kota atau luar negeri dalam beberapa hari sering dilakukan. Baik untuk urusan tugas kantor, liputan, seminar, meeting, studi banding, atau sekadar jalan-jalan liburan.

Ya, kehadiran Portia sangat ditunggu-tunggu jutaan kaum Hawa. Produk ini berhasil menjadi solusi atas kebutuhan celana dalam sekali pakai yang nyaman, hygienis dan berbahan nylon.

Siapakah sosok di balik Portia yang fenomenal itu? Adalah Natalie Tjandra, founder sekaligus Presiden Direktur PT Portia Utama, produsen disposable panties merek Portia. Wanita kelahiran Surabaya, 26 Desember 1980 ini mengawali bisnisnya sejak tahun 2011.

Ketertarikannya menggeluti bisnis disposable panties bukan sekadar mengikuti tren. Melainkan, benar-benar atas pengalaman kebutuhan pribadi. Jadi, lebih memahami karakter produk celana dalam sekali pakai yang diinginkan oleh kebanyakan wanita.

Natalie-Portia

“Bermula dari pengalaman saya sebagai konsumen yang tidak nyaman dengan disposable panties berbahan kertas. Bahan nylon seperti yang digunakan untuk pantyhose justru memberi saya pengalaman yang lebih baik,” kenang eksekutif berparas cantik ini. Dari situlah muncul ide memproduksi panties berbahan baku nylon.

Alasan dipilih bahan nylon, lanjut wanita yang banyak menghabiskan masa kecilnya di Singapura itu, dia memiliki kebiasaan pakai stocking yang bahannya nyaman, tipis dan adem dari nylon.

Portia bukan disposablepanties biasa. Mengapa? Natalie mengklaim, ada banyak deferensiasi yang membedakan produknya dengan kompetitor. Pertama, berbahan baku 100% nylon. Ada 3 model, yakni boxer, brief, dan G string yang tersedia dalam tiga warna (black, nude, tanned). Kedua, kualitas tinggi, tapi harga terjangkau. Produk Portia dibanderol Rp 45.000 tiap 3 potong. Jadi, ini sekaligus menegaskan segmennya untuk semua kalangan.

“Produk ini baru pertama kalinya ada di Indonesia. Sangat nyaman digunakan, bisa untuk segala ukuran, segala usia, baik muda sampai usia lanjut,” tegas pemilik tubuh semampai dan berkulit putih ini.

Sebelum dilempar ke pasar, produk ini dilakukan uji coba terlebih dahulu. Natalie mengaku semua dilakukan secara bertahap. “Saya uji pasar dulu. Rupanya respons pasar bagus,” tutur pengusaha yang berasal dari keluarga pengusaha bahan bangunan di Surabaya. Alhasil, dia pun makin percaya diri menyasar konsumen perempuan berusia 25-60 tahun, mulai dari lajang sampai ibu hamil.

Dijelaskan Natalie, walaupun Portia adalah merek Indonesia, bahan dan proses produksinya dilakukan di Thailand. Pemasarannya masih terpusat di department store dan convenience store, seperti Glow Living Beauty, Guardian, dan Sogo Foodhall.

Sebenarnya, selain disposable panties, Portia juga memiliki varian produk lain. Maklum, fokus bisnis Portia memang memproduksi barang-barang kebutuhan khusus perempuan, di antaranya stocking dan pantyhose. Selain itu, Portia juga memasarkan aksesoris perempuan seperti tas tangan, nail patch, dan candle art aroma therapy. Kendati demikian, disposable panties yang memberikan kontribusi revenue terbanyak. Sebab, paling laris penjualannya.

Kendati disposable panties Portia baru seumur bayi dalam meramaikan pasar, tapi pertumbuhan bisnisnya signifikan. “Contoh, untuk outlet kecil di Glow yang mulai tahun 2013 ini dimasuki, penjualannya bisa mencapai 1.000-2.000 pieces tiap bulan,” jelasnya. Sementara itu, penjualan di ritel besar, seperti Debenhams dan Sogo, omset mencapai 2-3 kali lipat saban bulan. Tak heran jika ada brand global yang tertarik untuk mengakuisisi merek Portia. Namun, Natalie dengan rendah hati menolak pinangan bisnis itu.

Diakui Natalie, akhir-akhir ini, permintaan konsumen membludak. Tadinya suplai dari pabrik Portia di Thailand bisa memenuhi permintaan pasar Indonesia sampai sebulan. Sekarang hanya 2 minggu saja. Jadi, ada kenaikan permintaan hampir 50% per tahun. Namun, dia enggan memaparkan total nilai produksinya. Kenaikan penjualan ini dipicu oleh meningkatkanya jumlah wanita kelas menengah dan sadar akan kesehatan dan penampilan.

Bagaimana strategi menghadapi persaingan bisnis? Natalie tidak gentar dengan kualitas produk yang dimiliki Portia. “Kami akan terus berinovasi menggunakan teknologi yang lebih baru dan canggih, bahan lebih bagus, dan kemasan yang lebih menarik,” ujarnya dengan nada optimistis.

Prospek Portia diyakini Natalie akan menjanjikan. Itulah sebabnya, dia berencana untuk memproduksi di pabrik di Indonesia. “Rencana produksi di Indonesia akan dilakukan 1-2 tahun ke depan,” dia menegaskan. Yang jelas, Portia siap membidik kota-kota besar Indonesia, semisal Surabaya, Medan, dan kota-kota lain di pulau Kalimantan. Juga, menggandeng mitra ritel lebih banyak lagi.

“Kelak, saya berharap merek Portia bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri, dan tamu terhormat di negara lain,” harap pehobi kuliner dan traveling ini. Untuk itu packaging dan nama yang disematkan ke produknya identik dengan merek mobil mewah Porsche. Semoga Portia bisa menjadi produk asli Indonesia yang mendunia. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved