Management Strategy

Tiga Indikator yang Menunjukkan Struktur Ekspor Indonesia Semakin Sehat

Oleh Admin
Tiga Indikator yang Menunjukkan Struktur Ekspor Indonesia Semakin Sehat

Struktur perdagangan Indonesia semakin sehat yang ditunjukkan dengan struktur ekspor yang mengikuti tren pemulihan ekonomi dunia, dengan pertumbuhan tertinggi didominasi oleh barang-barang bernilai tambah. Struktur impor juga semakin bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi domestik.

“Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekspor yang didominasi produk manufaktur pada Januari 2014, khususnya ekspor bernilai tambah tinggi seperti mesin-mesin, perangkat mekanik, dan bahan-bahan kimia. Ketika ekspor non migas meningkat walaupun rupiah menunjukkan tren penguatan ini artinya kualitas produksi nasional semakin diakui kualitasnya,” ungkap Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan, dalam konferensi pers yang berlangsung hari ini, Selasa (4/3/2014), di Jakarta.

Ekspor impor

Menurut dia, ada tiga indikasi yang menunjukkan struktur ekspor Indonesia semakin sehat dan perlu terus ditingkatkan. Pertama, ekspor ke negara-negara tradisional, seperti China dan Amerika Serikat pada Januari 2014 menguat signifikan, masing-masing naik sebesar 22,6 persen dan 1,5 persen dibanding Januari 2013.

“Ini artinya ketika perekonomian dunia pulih, maka kita bukan ditinggalkan melainkan justru ikut merasakan percepatan pertumbuhan,” imbuh Lutfi.

Kedua, ekspor ke negara tujuan ekspor baru atau non tradisional khususnya Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, Peru, dan Nigeria pada Januari lalu juga terus menguat, di mana masing-masing tumbuh sangat signifikan sebesar 116 persen, 72 persen, 187 persen, dan 117 persen (yoy). “Negara-negara berkembang besar sebagai tujuan ekspor baru tersebut perlu digarap terus secara serius karena punya fungsi yang sangat strategis selain memperluas pasar ekspor juga berperan sebagai buffer (penyangga). Sehingga kalau terjadi lagi krisis perekonomian dunia atau bila pemulihan ekonomi di negara maju lambat, Indonesia bisa tetap tumbuh berkesinambungan,” tambahnya.

Ketiga, kenaikan ekspor tertinggi ditunjukkan oleh ekspor barang-barang manufaktur, khususnya yang bernilai tambah tinggi, seperti mesin-mesin atau pesawat mekanik naik 33,7 persen, perhiasan (54,5 persen), produk-produk kimia (26,5 persen), dan kertas atau karton (11 persen).

Bukan hanya struktur ekspor yang positif, menurut dia, struktur impor juga sangat menggembirakan. “Yang paling penting dari neraca impor Januari adalah turunnya impor barang konsumsi dan impor migas secara signifikan, digantikan dengan impor barang modal untuk keperluan industri,” katanya.

Indikasinya adalah struktur impor pada Januari 2014 didominasi oleh bahan baku atau penolong dengan pangsa 76 persen dari total impor. Selain itu, kenaikan impor barang modal sebesar 8,3 persen pada Januari 2014 dibanding Desember tahun lalu; penurunan impor barang konsumsi sebesar 16,3 persen (month on month); serta penurunan impor migas sebesar 15,8 persen (mom) dan 10,4 persen (yoy).

Lutfi juga menyampaikan bahwa neraca perdagangan non migas Januari 2014 surplus sebesar US$ 627,3 juta. “Kinerja neraca perdagangan bulan Januari ini jauh lebih baik dari yang kami perkirakan,” ujarnya.

Sedangkan total neraca yang mengalami defisit sudah diperkirakan sebelumnya. Salah satu penyebab defisit neraca perdagangan ini adalah implementasi UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang di dalamnya mengatur larangan ekspor mineral mentah. “Defisit perdagangan memang sudah kami perkirakan karena Januari 2014 adalah bulan pertama Indonesia tidak lagi mengekspor mineral mentah. Awalnya, perkiraan kami defisit akan mencapai US$ 700-800 juta, namun ternyata hanya 50 persennya dikarenakan struktur perdagangan kita yang semakin sehat,” ujarnya.

Menurutnya, selain larangan ekspor mineral mentah, penurunan nilai ekspor bulan Januari kemarin juga disebabkan oleh penurunan harga komoditas seperti batubara (turun 12 persen, yoy), ikan (20,2 persen), karet (29,5 persen), dan kopi (15,6 persen).

“Kalau kita bisa pertahankan terus struktur perdagangan yang sehat ini, mudah-mudahan kita tidak perlu terlalu khawatir lagi dengan penurunan harga komoditas dunia dan semakin siap menyongsong ASEAN Economic Community (AEC). Kita harus semakin terbiasa memproses komoditas mentah,” tegas dia. Sebagai informasi, berdasarkan data empiris selama lima tahun terakhir, siklus ekspor pada triwulan I setiap tahun selalu lebih rendah dari triwulan IV tahun sebelumnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved