Management Strategy

Tips dari 4 Meneer Sukses Asal Belanda Buat Para Peternak Sapi Perah

Tips dari 4 Meneer Sukses Asal Belanda Buat Para Peternak Sapi Perah

Empat meneer (sebutan bapak/tuan untuk orang Belanda) yang merupakan peternak sapi perah sukses di negaranya melakukan sharing knowledge (berbagi pengetahuan) kepada 350 peternak sapi perah Indonesia.

Testimoni PeternakKe-4 meneer ini masing-masing adalah; Berend Jan Stoel (pemilik peternakan seluas 40 hektar dengan 45 ekor sapi perah), Gerben Smeenk (45 hektar dengan 185 ekor sapi perah), Brord Sloot (150 hektar dengan 150 ekor sapi) dan Marten Dijkstra (56 hektar dengan 150 ekor sapi perah).

Jan Stoel, Smennk, Sloot dan Dijkstra, juga merupakan pemegang saham Royal FrieslandCampina, pemegang brand susu Frisian Flag. Setelah melakukan observasi selama tiga minggu di beberapa peternakan di Pulau Jawa, mereka mencoba membagi pengetahuannya kepada 350 peternak sapi perah lokal. Beberapa tips yang disampaikan terkait bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas susu yakni:

Jan Stoel melihat kekurangan pakan adalah masalah utama peternak sapi perah di negeri ini. Penyebab kurangnya pakan adalah akibat kekurangan lahan dan masalah musim kemarau. Selain itu para peternak juga kurang pengetahuan tentang bagaimana memberi makan ternaknya.

Anjuran Jan Stoel adalah memaksimalkan peran koperasi. “Jika biasanya koperasi hanya menjual satu concentrates, maka bisa dijual lebih banyak lagi. Peternak juga bisa bekerja sama dengan petani sayur mayur. Jika musim kemarau, jangan hanya dikasih jerami yang hanya mengandung serat, solusinya harus mencari sumber protein lain,” papar Jan Stoel.

Sementara, Brord Sloot melihat peternak lokal jarang membuang perahan pertamanya. Padahal, perahan pertama mengandung banyak bakteri. Cara memerah peternak lokal juga masih ditarik, padahal semestinya diremas. Mereka juga jarang yang menggunakan peralatan bersih, jarang memberi makan sapi usai diperah (karena penting agar puting bisa cepat tertutup), jarang mengelap puting, padahal jika tidak dilap puting yang terbuka dapat membuat bakteri gampang masuk.

“Jika ada bakteri mastitis, 1 juta bakteri mastitis dapat mengurangi produktivitas susu sampai 20%,” ungkap Sloot.

Dia menyarankan agar sebisa mungkin saat memerah dalam keadaan sapi kering agar tidak ada sebagian air yang ikut ke dalam susu. Kemudian sebisa mungkin melihat perasan pertama apa ada yang menggumpal (jika menggumpal dibuang karena mengandung banyak bakteri).

“Memerahnya juga harus benar agar puting tidak rusak dan apabila punya sapi mastitis, maka diperah terakhir agar tidak menular ke sapi lain, kemudian setelah diperah diberi makan setengah jam setelah pemerahan,” tambah Sloot.

Gerben Smeenk melihat dari sisi manajemen colostrum (pembibitan). Dia masih melihat sapi-sapi yang baru lahir diberi susu hingga usia 6 bulan. Ini membuat peternak rugi karena harus memngeluarkan susu ekstra.

Di sisi lain, jarang peternak memberikan consentrates kepada sapi-sapi yang baru lahir. Imbas tidak memberi consentrates di usia dini berarti mengurangi produktivitas.

“Saya menyarankan agar susu yang diberikan pada pedet (anak sapi) cukup sampai 3 bulan saja, selebihnya pedet cukup disediakan air di kandangnya agar bisa minum. Inseminasi sebaiknya didasarkan pada berat, bukan pada umur,” kata Smeenk.

Menurutnya sapi di sini kukunya juga masih panjang-panjang. Efeknya adalah sapi jadi tidak nyaman dan produksi susunya akan berkurang. Harusnya setahun dua kali dipotong dan dilakukan oleh petugas resmi yang cukup punya keahlian.

Smeenk menyarankan agar pengetahuan tidak hanya ditujukan ke peternak, tapi petugas peternakan juga wajib punya pengetahuan yang baik.

Meneer yang terakhir, Marten Dijkstra, melihat kesuburan jadi masalah utama sapi-sapi perah di Indonesia. Jeda melahirkannya sapi-sapi di sini terlalu lama padahal. Idealnya, setiap tahun sapi bisa melahirkan. Jika terlalu lama melahirkan, maka produksi juga sedikit dan peternak juga susah mendapatkan pedet. Solusi yang Dijkstra berikan adalah peternak harus memberi makan dengan rasio yang benar.

Masalah kurangnya gizi juga mempengaruhi kesuburan. Belum lagi masalah infeksi rahim. Banyak peternak yang masih tidak peduli terkait hal ini. Masalah kebersihan kandang, penggunaan sarung tangan bagi peternak.

Data tentang sapi-sapi juga tidak ada, padahal ini sangat penting. Jika diinseminasi, kapan bisa jadi akan ketahuan. Imbasnya, kemampuan untuk meningkatkan produktivitas akan sulit dilakukan.

“Analisa juga sulit dilakukan, apakah bisnis menguntungkan atau tidak. Saran saya adalah buat data sederhana untuk menganalisi. Peternak tentu ingin dapat suntikan dana dari investor untuk mengembangkan usahanya, untuk itu mereka perlu meyakinkan investor melalui data yang benar. Antar peternak juga seharusnya selalu ada sharing,” ucap Dijkstra.

Kandang ternak di negeri ini menurut nya juga masih tradisional (fentilasi kurang, kandang rata2 basah dan kotor, tidak dilengkapi tempat penyimpanan kotoran sapi). Imbasnya, kualitas susu akan rendah karena tidak higienis. Sapi juga mudah terinfeksi dan peternak juga harus bekerja lebih keras untuk membersihkan kandang karena desain kandang tidak baik.

Solusi yang diberikan Dijkstra adalah peternak harus membenarkan desain kandang, fentilasi harus benar (kandang harus terbuka) dan harus ada manajemen kotoran sapi. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved