Marketing zkumparan

Cerita Banting Setir Sisca: Dari Pegawai ke Eksportir Madu Premium

Fransisca Natalia Widowati, pendiri & pemilik PT Beema Boga Arta, produsen madu premium BeeMa Honey
Fransisca Natalia Widowati, pendiri & pemilik PT Beema Boga Arta, produsen madu premium BeeMa Honey

Konsumen cenderung memandang sebelah mata madu lokal karena kualitasnya dianggap tidak bagus. Daya saing madu lokal yang rendah mengundang madu impor untuk mengisi celah bisnis ini. Contohnya, Manuka Honey buatan Selandia Baru yang digemari konsumen.

Produsen madu Indonesia pun kalah bersaing, terutama di segmen madu premium. Inilah salah satu faktor pendorong Fransisca Natalia Widowati menekuni bisnis madu yang membidik pasar madu premium. “Madu lokal, kemasannya tidak bagus dan madunya dicampur dengan (unsur) yang lain,” ujar pengusaha yang biasa disapa Sisca ini.

Sisca melihat adanya celah di bisnis madu premium lantaran rentang harga antara madu lokal dan madu impor sangat jauh. Harga madu lokal ramah di kantong konsumen. Sebaliknya, madu impor tergolong mahal. Maka, pada April 2017 ia pun mengawali bisnis madu berkualitas premium dengan merek BeeMa Honey.

Kala itu, volume produksinya masih terbatas. Konsumen didekati satu per satu untuk menjajaki pasar madu premium. Sebanyak tiga varian jenis madu ditawarkan kepada kalangan terbatas, misalnya komunitas pencinta makanan organik.

Pandangan miring acapkali menerpa Sisca tatkala menawarkan BeeMa Honey kepada konsumen. Pelan-pelan, ia mengedukasi konsumen mengenai madu lokal berkualitas premium ini. Akhirnya, madunya pun laris manis.

Lantas, ia meningkatkan volume produksi. Caranya, menggandeng peternak lebah sebagai mitra bisnis. Karena itu, perempuan kelahiran Semarang, 22 Desember 1975, ini blusukan ke berbagai sentra peternakan lebah di Jawa Tengah untuk menyaksikan proses membuat madu secara organik. Saat ini, ia bekerjasama dengan empat sentra peternak lebah di lereng Gunung Muria, Ja-Teng.

“Kami ada empat macam lebah untuk menghasilkan enam macam madu. Lebah ternakan sifatnya musiman. Jika sedang musim rambutan, semua kotak lebah diletakkan di kebun rambutan ketika bunga rambutan hendak berbunga,” Sisca menuturkan. Lebah tersebut mengisap nektar (madu mentah) di bunga pohon rambutan. Kemudian, lebah ini ke kembali ke sarangnya dan mengeluarkan nektar yang ada di dalam perutnya tersebut untuk dimasukkan ke lubang sarang melalui proboscis (alat isap di kepada).

Usai musim rambutan, lebih dari 100 kotak lebah ini dipindahkan ke kebun lainnya. Pemindahan ini membutuhkan biaya operasional. Menurut Sisca, biaya ini merupakan salah satu komponen yang diperhitungkan untuk menetapkan harga BeeMa Honey. Saat ini, ada enam varian BeeMa Honey yang dipasarkan melalui skema business to business (B2B) dan business to customer (B2C), yakni di toko ritel modern (Ranchmarket di Jakarta, Surabaya, dan Malang; Mal Aeon di BSD, Tangerang; Pepito Market, Bali; Hi Organik, Makassar; Juragan Organik, Surabaya; Almond Factory, Aceh; dan Kopi Ketjil di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, serta e-commerce, seperti Shopee, Tokopedia, atau Blibli.

Untuk penjualan B2B, Sisca berhasil menembus sejumlah hotel bintang lima, antara lain Hotel Indonesia Kempinski, Hotel Raffles, Hotel Shangri-La, dan The Dharmawangsa. Harganya dibanderol Rp 110 ribu-215 ribu/botol. Tiga dari enam varian itu tercatat sebagai produk yang paling laris, yaitu madu Java Forest, Cajuput Cinnamon, dan Java Trigona.

Menurut Sisca, BeeMa Honey menggarap pasar madu premium karena adanya perubahan gaya hidup sehat masyarakat kelas menengah yang menginginkan makanan-minuman yang sehat dan organik. ”Madu yang kami produksi diproduksi di lahan yang bebas pestisida dan bahan kimia. Kami melakukan metode organik, walaupun belum disertifikasi organik,” tutur peraih gelar Sarjana Teknik Arsitektur dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Ja-Teng ini.

Guna menggenjot penjualan, Sisca rajin mengikuti bazar. Salah satunya bersama komunitas organik, yang digelar pusat perbelanjaan dan restoran. Juga mengikuti pameran berskala internasional seperti Trade Expo Indonesia 2019. Di pameran inilah ia menuai hasil lantaran mendapatkan konsumen mancanegara. “Tahun lalu, kami sudah melakukan ekspor ke Abu Dhabi dan Thailand. Di Thailand kami menyuplai ke salah satu bar yang masuk ke dalam Top 50 Best Bar in Asia. Saat itu, owner-nya datang ke Indonesia dan ingin bekerjasama dengan kami,” Sisca menerangkan.

Tahun 2020, Sisca berencana memperluas pasar ekspor. Kelihaiannya menembus pasar ekspor diperoleh dari pelatihan selama setahun yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan RI tahun lalu. Pelatihan ini menambah pengetahuannya untuk bisa menerobos pasar internasional, Mantan pegawai yang pernah berkarier di bagian distribusi perusahaan farmasi, ritel, dan perhotelan ini membidik ekspor ke Singapura, Australia, Jepang, dan Rusia, serta berpartisipasi pada acara ekspo di Paris (Prancis) dan menjajaki kerjasama dengan distributor di Uni Eropa.

Agar bisnisnya menggelinding mulus, Sisca pada Juli 2019 mendirikan PT Beema Boga Arta yang menaungi BeeMa Honey. “Untuk penjualan, dibandingkan dengan pemain madu yang sudah besar, kami masih jauh sekali. Skala kami masih startup. Kami mendirikan perusahaan ini Juli tahun lalu. Untuk growth, kami berharap penjualan di tahun ini bisa tumbuh hingga 200%, tahun lalu belum terlalu agresif,” ia memerinci. Ke depan, lulusan Magister Marketing Management Universitas Tarumanagara, Jakarta, ini ingin menambah kanal penjualan dan distributor di seluruh Indonesia.

Di pasar domestik, ia rajin mengedukasi mitra bisnis dan konsumen di berbagai acara. Pesan pokok yang disampaikannya adalah mengenai madu yang berkualitas, proses produksi yang ramah lingkungan tanpa pestisida, dan madu yang dikemas apik di botol kaca.

Potensi pertumbuhan bisnis BeeMa Honey terbuka lebar. Madu buatan Sisca ini diapresiasi di level internasional. Varian madu Java Trigona, misalnya, didapuk sebagai pemenang pertama kategori Stingless Bee Extracted Honey di ajang 14th Asian Apicultural Association Conference di Jakarta, Oktober 2018.

Sekarang, secara global, permintaan madu semakin meningkat. Ini karena masyarakat kian peduli gaya hidup sehat. Di sisi lain, fenomena global yang terjadi: koloni lebah mulai menurun akibat penggunaan pestisida yang berlebihan dan deforestation. “Supply madu semakin sedikit, sedangkan demand-nya naik secara global,” kata Sisca yang juga mengembangkan super food merek Bee Pollen. (*)

Anastasia Anggoro Suksmonowati & Vicky Rachman

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved