Marketing zkumparan

M Bloc Space, Menandai Kultur Kreatif Tempo Dulu

Handoko Hendroyono, salah satu pendiri M Bloc Space
Handoko Hendroyono, salah satu pendiri M Bloc Space

Jakarta bukan cuma ada mal dan beton-beton bangunan modern. Di tengah modernitas yang diburunya, kini hadir ruang publik nostalgia yang menghadirkan kultur kreatif tempo dulu. Dinamai M Bloc Space, ruang kreatif ini berdiri di atas lahan 6.500 m2 di kawasan Blok M, Jakarta.

Adalah Handoko Hendroyono, Jacob Gatot Sura, Lance Mengong, Mario Sugianto, Glenn Fredly, dan Wendi Putranto yang tergabung dalam PT Ruang Riang Milenial yang beruntung dipertemukan dengan Perum Peruri (BUMN) yang ingin memanfaatkan lahan rumah dinasnya yang selama ini mangkrak seolah tak bertuan. “Kami berenam, ada yang dari musik, film, arsitek, dan lain-lain, beda latar belakang, langsung tertarik berkolaborasi,” kata Handoko, salah satu pendiri M Bloc Space yang sebelumnya sukses memproduseri film Filosofi Kopi.

Di sela-sela kesibukannya, bertempat di kafe Suwe Ora Jamu, salah satu kafe di kawasan M Bloc, Handoko menceritakan ide awal proyeknya. Awalnya, tidak ada keinginan khusus untuk menyasar anak muda. “Namun, setelah berdiskusi dengan kami, Peruri (Divisi Properti) mulai muncul kesadaran itu. Kami sejak awal memang sudah ada ide membuat space untuk milenial,” ungkapnya.

Menurut Handoko, tidak sekadar mengingat kultur kreatif tempo dulu, M Bloc merupakan creative hub yang diarahkan menjadi pusat ekosistem baru bagi anak muda kreatif di kawasan Jakarta. Konsep ini memang masih baru di Indonesia, meskipun sebenarnya di luar negeri sudah banyak yang menerapkannya. Intinya, place making adalah tempat yang sudah ada atau eksis kemudian direspons oleh partisipasi publik, dan akhirnya membuat nilai ekonomi dan social impact baru. Hal ini menarik sekali.

Di Belanda banyak sekali tempat yang dibuat seperti itu. Ekstremnya adalah gereja yang digunakan untuk bar, atau lainnya. Akhirnya, konsep place making itu berkembang ke negara lain, seperti Australia (Melbourne). “Di sini masih baru dan inilah yang kami kembangkan dengan segala narasinya,” kata Handoko bangga.

Narasi yang dibangun di M Bloc, antara lain, bangunan ini adalah gedung bekas perumahan Peruri. Bayangkan narasi gedung bekas percetakan uang yang saat ini menjadi tempat untuk mencetak talenta Indonesia di Jakarta.

Narasi berikutnya, Jakarta Selatan sebagai pusat kreatif tempo dulu. Di masa lampau, kawasan Blok M merupakan tempat ekspresi berkesenian, ada Jakarta Blok M Jazz (JAMZ) dan Gedung Teater Bulungan. “Place making ini dibuat dalam rangka public merespons sebuah tempat dan akhirnya memberikan energi baru,” kata Handoko.

Salah satu kultur yang dikembangkan adalah jalan kaki, karena kita dekat dengan MRT. “Kami sengaja tidak menyediakan lahan parkir untuk para pengunjung. Karena, kami ingin memanjakan pejalan kaki, di mana orang yang lewat bisa duduk-duduk di luar kafe,” kata Handoko. Ia menambahkan, di Asia, place making sudah menjadi hal yang jamak terjadi.

Bagaimana aspek bisnisnya? Menurut Handoko, dalam hal ini pihaknya menggunakan metode revenue sharing. Artinya, setiap tenant di M Bloc menggunakan sistem yang terintegrasi dan transaksi yang dilakukan bisa terlihat secara transparan.

Adapun kerjasama dengan Peruri berbentuk KSO. Ruang Riang Milenial yang mengurus perihal operasional, sementara Peruri tidak ikut campur dalam hal secara pengelolaan. “Jadi, kami memiliki tanggung jawab untuk menjalankan, mulai dari branding, kontrak, dll. Peruri hanya menyediakan lahan. Tapi, mereka juga ikut dalam pengawasan. Karena, setiap bulan kami diharuskan memberikan setoran,” ungkap Handoko.

Setelah berjalan tujuh bulan (diluncurkan September 2019), M Bloc sudah menemukan formatnya. Penataan tempat terbagi dua. Bagian depan M Bloc Space terdiri dari dua bangunan berderet sisi kanan dan kiri. Deretan bangunan itu kini menjelma menjadi ruang kreatif dengan berbagai deretan merek lokal, seperti kedai kopi Titik Temu dan Unionwell. Adapun bagian belakang gudang percetakan uang kini menjadi kedai Oeang dan Live House (ruang pertunjukan musik).

Slank, Kunto Aji, Tompi, Glen Fredly, dll. sudah berkomitmen untuk bermain di sini. “Daya tampung 400-an orang bila pengunjung berdiri,” ujar Handoko. Resmi dibuka pada 26 September 2019, Live House menampung 109 grup musik atau band dari seluruh Indonesia untuk pentas,” tutur Handoko tentang ruang live seluas 450 m2 tersebut.

Selain diisi dengan tenant-tenant spesial, M Bloc juga banyak dimanfaatkan untuk penyelenggaraan event. Handoko mengatakan, justru prinsip dari place making adalah ketika berhasil membangun agen-agen perubahan yang akhirnya bisa berkembang. “Ketika kami membicarakan tentang place making, kami akan membicarakan ekosistem,” ungkapnya. Hal itu, katanya, merupakan efek domino dari ekosistem yang dibuatnya.

Ke depan, Handoko dkk. berencana mengembangkan place making di daerah lain. Misalnya, di daerah rural, yakni Pasar Papringan, Temanggung. “Sebaiknya, kami memang harus membuat place making lain yang berbeda-beda konsepnya,” kata Handoko optimistis.

“M Bloc bisa disebut sebagai destinasi kreatif, karena kami menyasar kelas kreatif. Di tempat lain, boleh jadi konsepnya lain lagi,” ujarnya. Intinya, konteks place making berbeda dengan mal. Place making adalah commercial space, tetapi memiliki dampak sosial.

“Karena melibatkan dan memberdayakan publik yang sifatnya bottom up, ketika membangun tempat itu kami harus membangun soul atau jiwanya. Itu yang penting, dan merupakan sifat gotong royong yang bisa menarik crowd,” kata Handoko meyakinkan. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved