Marketing Editor's Choice Strategy

Manajemen Loyalitas Pelanggan Ala AIMIA

Oleh Admin
Manajemen Loyalitas Pelanggan Ala AIMIA

AIMIA, sebuah perusahaan konsultan manajemen loyalitas yang berbasis di Kanada dengan keuntungan lebih dari CAD 2,2 miliar kini mengukuhkan posisinya sebagai salah satu konsultan manajemen loyalitas di Indonesia dengan mengakuisisi penuh saham Interact Carlson Marketing, perusahaan lokal yang bergerak di bidang komunikasi terpadu dan loyalitas.

Sebenarnya perusahaan dengan 4.000 karyawan di seluruh dunia yang listing di bursa saham Toronto, Canada ini telah memasuki pasar Indonesia sejak tahun 2009 dengan mengakuisisi 40 persen saham Interact. Dan kini kepemilikan itu menjadi 100 persen. Interact sendiri telah berpengalaman menangani klien-klien besar seperti Nestle, Nokia, Holcim, TVS, Silver Queen, Dettol, Blue Bird, Nutricia, Ultra Jaya, dan Aegon.

Pada 18 Juni lalu, David Johnston, Direktur Operasi Global AIMIA datang ke Indonesia, dan bersama Shalini Gopalan, Presiden Direktur AIMIA di Indonesia melakukan wawancara dengan SWA, berikut petikannya:

Mengapa AIMIA tertarik masuk ke Indonesia?

David : Saya kira semua perusahaan tertarik masuk ke Indonesia, khususnya dalam 5 tahun terakhir, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa dan pertumbuhan GDP yang mencapai 6 persen. Dari sudut pandang makroekonomi, ini adalah pasar global yang sangat penting.

Dan kami juga melihat saat ini manajemen loyalitas konsumen menjadi semakin penting di Indonesia, karena jelas bahwa perusahaan harus berinvestasi untuk meningkatkan pangsa pasar dan ‘memenangkan’ konsumen. AIMIA adalah perusahaan di bidang global marketing services business dan fokus kami adalah pada manajemen loyalitas dan analisa pelanggan.

Apa tantangan terbesar penerapan program loyalitas pelanggan ini di Indonesia?

David : Tantangan pada bisnis di Indonesia ini adalah perush harus berinvestasi cukup besar untuk memenangkan konsumen, padahal level brand loyalty di Indonesia ini masih cukup rendah, orang biasa berganti-ganti brand, mereka adalah pasar yang sangat value driven dan promotional driven.

Jika saya jadi CEO pada bisnis yang dioperasikan di Indonesia, saya akan mengatasi itu dengan berinvestasi pada program loyalitas dan membangun one to one relationship dengan best customer. Karena sesuai dengan aturan 80/20, di mana 80 persen dari profit datang dari 20 persen pelanggan, maka marketing yang baik itu setidaknya mengenal 20 persen pelanggan kita by name dan membangun one to one relationship dengan mereka. Itulah caranya membangun loyalitas pelanggan. Dan itu mengapa loyalitas pelanggan menjadi penting di Indonesia.

Bagaimana cara AIMIA membantu klien-kliennya untuk menerapkan manajemen loyalitas pelanggan itu?

David : Kami membangun strategi loyalitas yang end to end, kami bantu klien mendesain strategi loyalitas perusahaan, mendesain programnya, dan mengimplementasikannya pada keluruhan strategi marketing mereka. Kami punya platform teknologi untuk membantu melaksanakan programnya, misalnya saja untuk pemebrian reward atau semacamnya yang terkait dengan membangun loyalitas. Bahkan kadang klien kami meng-outsource call center-nya ke kami, jadi kami yang melaksanakan semua back office opration-nya

Kami juga punya keahlian analisa yang mendalam, karena bagian yang terpenting dari merancang program loyalitas adalah mengerti konsumen dengan lebih baik. Kita harus mengerti datanya dan pengaruhnya terhadap bisnis perusahaan, sehingga perusahaan dapat memberikan penawaran yang lebih menarik dan personal bagi customer. Sebagai contoh, di beberapa pasar di negara lain, kami juga memiliki program loyalitas pelanggan milik kami sendiri yang disebut coalition program, di mana AIMIA bekerja sama dengan beberapa perusahaan membuat kartu member bagi konsumen untuk mendapat manfaat belanja dari beberapa perusahaan tersebut.

Bagaimana contoh sukses AIMIA dalam menangani kliennya? Apa kunci sukses nya?

Shalini : Saat ini kami menangani 2 brand internasional produk susu bayi untuk anak di bawah 2 tahun. Pada dasarnya susu bayi itu tidak boleh diiklankan, karena WHO telah menetapkan standar bahwa sebaiknya setiap ibu memang menyusui anaknya. Namun pada kenyataannya seringkali susu bayi ini tetap menjadi kebutuhan penting. Dan kami memiliki care line untuk mengedukasi pasar bagi susu bayi ini.

Kami memberikan informasi tentang adanya care line ini melalui SPG di toko, website dan sebagainya. Para ibu dapat mendaftar untuk menjadi member care line ini, dan nantinya mereka akan menerima informasi dari care line ini. Dan jika anak mereka sudah berusia di atas 1 tahun, barulah kami promosikan produk yang jika dibeli akan memberikan poin. Dan nantinya poin-poin itu dapat ditukar dengan berbagai produk seperti stroller, televisi dan sebagainya.

Saya kira program ini cukup kuat untuk retensi karena kami perhatikan dari jumlah anggota, aktivitas anggota, jumlah orang yang menukar poin dan sebagainya itu menunjukkan adanya pembelian produk yang berulang. Diperkirakan setidaknya hampir 20-30 persen revenue perusahaan datang dari program-program semacam ini.

Pendeknya, kami berusaha mendekatkan brand dengan konsumen. Iklan itu kan hanya bersifat general dan hanya membangun awareness, tapi yang kami lakukan adalah membawa customer closer to the brand.

Berapa target pertumbuhan bisnis AIMIA di Indonesia?

David : Kami tidak bisa menyebutkan angkanya, tapi kami sangat optimis dengan potensi pasar Indonesia, dan kami siap berinvestasi untuk melangkah di bisnis ini. Kami juga berinvestasi pada tim Shalini dan kami membangun kapabilitas SDM dan teknologi untuk membantu klien-klien kami mewujudkan loyalitas konsumennya. Kami di sini untuk jangka panjang dan kami siap meraih kesempatan dari potensi pertumbuhan di Indonesia.

Apakah program loyalitas pelanggan ini terbilang mahal? Berapa persen rata-rata investasi yang harus dikeluarkan perusahaan untuk program loyalitas ini dari total biaya perusahaan tersebut?

Shalini : Itu tergantung dari bagaimana programnya, bisa sangat mahal, dan mungkin return-nya baru akan diperoleh setelah 3-4 tahun atau bahkan 5 tahun. Seperti membangun pabrik, mahal tapi hasilnya besar. Sebuah perusahaan harus memahami bahwa loyalitas itu adalah bagian dari startegi bisnis dan bukan hanya strategi pemasaran.

David : Pada dasarnya semua program itu berbeda-beda tergantung kebutuhannya. Tapi intinya return dari program itu harus dapat membuat perusahaan untuk mendapatkan pelanggan baru dan me-retain pelanggan lebih lama. Program itu harus membuat konsumen memiliki perilaku yang lebih memberikan keuntungan bagi perusahaan. Jadi teknik pemasaran berbasis loyalitas ini dapat digunakan untuk cross sell, up sell, dan sebagainya. Dan manfaatnya adalah membuat perusahaan bisa berhenti dari melakukan low margin discounting activity, karena terkadang ada perusahaan yang kerap melakukan promosi jangka pendek terus-menerus hanya untuk mendapatkan pelanggan baru.

Dengan program loyalitas dan merangkum data dari para pelanggan, perusahaan dapat lebih fokus pada target konsumennya dan mereka dapat memberikan penawaran yang lebih bersifat personal pada tiap-tiap individu pelanggan. Hal itu lebih sesuai target dan memberikan return yang jauh lebih baik daripada sekedar melakukan promosi jangka pendek untuk mendapatkan pelanggan baru. Dari segi biaya juga lebih efektif.

Jika ada 2 brand dengan kualitas yang sama dan yang satu menggunakan program loyalitas konsumen dan yang lain tidak, apakah sudah pasti konsumen akan memilih brand yang menggunakan program loyalitas konsumen itu? Bukankah terkadang ada konsumen yang tidak peduli dengan program loyalitas ini? Misalnya tidak peduli apakah ia mendapat poin atau tidak saat belanja dan sebagainya?

Shalini : Tentu saja, yang dapat memberikan keuntungan lebih bagi konsumen, maka itu yang akan dipilih konsumen. Misalnya di antara 2 toko minimarket ritel, yang satu memberikan poin belanja yang nantinya bisa ditukar dengan voucher atau semacamnya, dan yang lain tidak. Tentu orang akan memilih yang dapat memberikannya voucher belanja. Kalau ada yang tidak peduli dengan program loyalitas konsumen, itu berarti programnya tidak memberikan value yang berarti bagi si konsumen. Misalnya poinnya hanya nol koma sekian persen, mungkin tidak akan berarti banyak bagi konsumen.

Dan tentu saja perlu diingat bahwa memang tidak semua bisnis dapat membangun loyalitas konsumennya dengan cara pemberian poin semacam ini. Terkadang ada yang memang tidak cocok dan harus dipikirkan cara lain untuk membangun loyalitas konsumen. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved