Marketing Economic Issues

Melesatkan Nestea via Nestle Professional

Melesatkan Nestea via Nestle Professional

Selain agresif menggarap pasar ritel (business to consumer/B2C), Nestle Indonesia juga aktif menggarap pasar korporat (business to business/B2B) melalui divisi khusus yang bernama Nestle Professional. Nestea adalah produk andalannya di divisi tersebut. Bagaimana bisa?

Creative Beverage Solution, begitulah slogan citra Nestle Professional, divisi khusus PT Nestle Indonesia yang menggarap pasar B2B. Sejumlah pelanggan B2B Nestle Professional ini berasal dari berbagai industri seperti perusahaan penerbangan, hotel-restoran-kafe (horeka), convenience store dan rumah sakit. Pelanggan Nestle Professional saat ini di antaranya Solaria, Holycow, McDonald’s, Fish& Co, Pepper Lunch, Warung Pasta, Fiesta Steak, Carl’s Jr, Giant Fried Chicken, Donner Kebab, Kenny Rogers, HEMA Dutch, Fiesta Steak, Din Tai Fung, 7-Eleven dan Lawson.

Nestle

Ruslan Desmawan dan Tim Nestle

Produk Nestle yang dipasarkan Nestle Professional ada empat kategori minuman, yaitu teh, cokelat, kopi dan buah-buahan. Merek produknya ada lima, yaitu Nescafe Alegria, Milo, Nestea, Sjora (minuman rasa buah), dan Nestle Fruit. Semua produk tersebut dipasarkan Nestle kepada pelanggan B2B dengan menggunakan dispenser khusus yang disediakan Nestle untuk setiap gerai pelanggan B2B-nya.

Ruslan Desmawan, Country Manager Nestle Professional PT Nestle Indonesia, menjelaskan bahwa selama ini Nestle fokus pada bisnis yang menggarap pasar B2C. Namun dalam perkembanganya, terjadi perubahaan gaya hidup konsumen. Sekarang mereka lebih banyak beraktivitas di luar rumah sehingga memiliki kebiasaan makan di resto, kafe atau sejenisnya. Hal tersebut terjadi terutama di kota-kota besar.

Tak hanya di Indonesia, di luar negeri juga demikian. Di Singapura dan Hong Kong, masyarakatnya kini jarang memasak makanan sendiri. Banyak apartemen di sana yang mulai meniadakan dapur. Paling-paling menyediakan semacam microwave untuk memanaskan makanan yang dibeli dari resto atau makanan siap saji.

Bahkan di Taiwan, menurut riset, dalam lima tahun ini rata-rata keluarga di sana menghabiskan 35% dari penghasilannya untuk makan di resto. Sekarang pun, pengeluaran untuk makan di resto meningkat jadi 85%. “Tren serupa juga terjadi pada konsumen di Indonesia. Tetapi, spend-nya masih kecil, di bawah 10%. Ke depan dipastikan meningkat,” kata Ruslan. Dengan melihat fenomena tersebut, Nestle Global secara resmi mendirikan divisi baru bernama Nestle Professional pada 2008 — di Indonesia, Nestle Professional sudah berdiri lebih awal, yaitu pada 2006.

Semakin tingginya masyarakat yang berkegiatan di luar rumah berdampak pada bisnis Nestle di Indonesia yang semakin berkembang pesat. Hal ini juga didorong semakin derasnya arus urbanisasi yang memunculkan kota-kota besar. Misalnya, Cirebon, kini semakin berkembang pesat dan aktivitas penduduknya di luar rumah semakin padat. “Jadi, kota besar itu sekarang bukan hanya Jakarta, tetapi juga kota-kota lain sehingga semakin banyak juga orang yang spending time di luar rumah,” kata Ruslan.

Mengenal Bisnis Nestle Professional

Mengapa disebut Nestle Professional? Karena, divisi tersebut berhubungan dengan para profesional di perusahaan atau operator gerai/resto dalam menjajakan produknya. Saat menggarap resto, misalnya, pihak Nestle Professional akan berhubungan dengan para profesional di dalamnya seperti pemilik, chef, barista, atau pekerja lainnya. “Jadi, merekalah yang kami garap karena posisi mereka sangat menentukan. Mereka bisa menjadi pengambil keputusan mau menggunakan produk dari Nestle atau tidak untuk bisnisnya,” ujar Ruslan. Adapun di B2C, yang menentukan adalah konsumen sendiri (end user).

Nah, Nestle Professional pun dalam menggarap pelanggan B2B memiliki cara yang berbeda dengan yang sifatnya customized, tergantung pada kebutuhan pelanggannya itu. Maklum, setiap perusahaan atau gerai menginginkan inovasi atau nilai pembeda dari perusahaan lain. Misalnya, tiap-tiap resto harus memiliki diferensiasi sehingga mereka bisa saling bersaing untuk menarik pengunjung.

Memang, bisnis B2B selalu memberikan perlakuan khusus kepada pelanggan korporat. Ruslan membandingkan, di bisnis ritel, membuat aktivasi merek dengan mengumpulkan pedagang, grosir atau pelanggan dalam satu waktu dan satu tempat adalah hal biasa. Namun kalau dalam bisnis B2B, tidak bisa seperti itu, tidak bisa mengumpulkan pelanggan untuk melakukan gathering. “Setiap pelanggan B2B diperlakukan customized, dengan strategi dan perlakuan berbeda. Untuk pelanggan B2B tidak bisa membuat general treatment,” ungkapnya.

Ruslan Desmawan

Ruslan Desmawan

Maka, untuk menggarap pelangan B2B ini ada tingkatannya. Pertama, dengan pemilik perusahaan. Mereka dibuatkan pertemuan khusus. Misalnya, mengajak mereka ke kantor Nestle atau pihak Nestle menyambangi tempat usaha mereka. Kedua, dengan operasional tim perusahaan pelanggan. Yaitu, memberikan edukasi atau pelatihan seperti bagamana mengoperasikan mesin dispenser dengan baik. Ketiga, dengan krunya. Dengan memberikan edukasi pemeliharan atau membersihkan mesin dispenser. “Untuk meng-handle semua itu, kami punya tim khusus karena kami rutin bertemu dengan pelanggan,” ujar Ruslan.

Seperti disebutkan di atas, salah satu produk yang dipasarkan Nestle Professional adalah Nestea, produk teh berbentuk serbuk dengan rasa lemon sebagai varian andalannya. Menurut, Messy Wisesa, Manajer Kategori Minuman Dingin Nestle Professional, Nestea dipasarkan di Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Dan sejak pertama kali diluncurkan, Nestea dipasarkan secara B2B dan lebih banyak melakukan aktivasi merek dengan perusahaan yang jadi pelanggannya. Tak mengherankan, gaung Nestea tidak terlihat, tidak seperti produk Nestle lainnya, seperti Nescafe atau Milo, yang sering melakukan promosi besar-besaran karena keduanya juga menggarap pasar ritel.

Padahal kalau di luar negeri seperti Filipina, penetrasi pasar Nestea sudah dalam karena di sana kalau ngeteh itu ya Nestea. “Bahkan karena Nestea digemari, di Filipna ada Nestea yang siap minum (ready to drink),” ujar Messy. Di Indonesia, Nestea siap minum belum ada. Yang ada di sini, Nestea serbuk yang sudah disiapkan dalam dispenser di resto/kafe –dispenser disediakan oleh pihak Nestle.

Strategi Pemasaran Nestea

Dalam melakukan promosi, Nestle Professional mengandeng pelanggan korporatnya. Misalnya dengan Solaria, membuat program Umroh Solaria bagi konsumen Solaria. Konsumen yang makan di Solaria dan minum Nestea berhak mengkuti undian umroh untuk lima pemenang. “Yang menyediakan hadiahnya adalah pihak Nestle. Programnya sejak tahun lalu dan tahun ini diberangkatkan pemenang umrohnya,” ujar Suzy Burhan, Manajer Merek Nestle Professional. Selain itu, Nestea juga pernah membuat promosi Ramadhan Selfie Competition dengan mengandeng bisoskop Blitzmegaplex dan resto Holycow yang merupakan pelanggan B2B Nestle. Dalam promosi untuk produk Nestle Sjora ini, setiap konsumen harus melakukan selfie di Holycow atau Blitzmegaplex. Contoh promosi lainnya: kerja sama dengan McDonald’s (McD) untuk produk Milo. Promosi dengan McD dilakukan melalui paket ulang tahun untuk anak-anak. Promosi di McD ini sifatnya tematik yang diubah secara berkala. Misalnya, tema safari (kebun binatang) atau dunia laut. “Setiap tahun berganti-ganti temanya. Namun, semua McD di Indonesia temanya sama,” kata Messy.

Promosi lewat media digital dan media sosial juga dilakukan. Nestle memiliki website sendiri, sementara Nestle Professional juga aktif menggarap medsos untuk Nestea dan Sjora lewat Facebook dan Twitter. Melalui medsos, selain memberikan update info produk, juga sering memberikan edukasi atau sharing info yang up-to-date. Contohnya, mengobrol soal film atau tentang Pokemon Go yang sedang ramai dibicarakan. “Media sosial ini dibuat untuk engage dengan customer,” ujar Suzy. Customer yang digarap di sini adalah konsumen (end user) sehingga diharapkan saat mereka ke resto sudah tahu dan memilih Nestea untuk minuman saat mereka makan.

Bicara soal distribusi, Nestle Professional memiliki distributor khusus yang berbeda dari distributor yang mendistribusikan produk Nestle untuk pelanggan B2C. “Untuk Nestle Professional kami memiliki dedicated distributor dari pihak ketiga. Pelanggan B2B order produk langsung ke distributor,” ujar Ruslan. Distributor Nestle Professional cukup banyak dan setiap kota provinsi memiliki distributor yang berbeda. “Bisnis Nestle Professional fokus di kota-kota besar pronvinsi,” katanya menegaskan.

Dari semua produk yang dipasarkan Nestle Professional, Nestea menjadi salah satu yang memberikan konstribusi terbesar bersama Milo dan Nescafe. “Pertumbuhan Nestea strong double digit setiap tahun. Kontribusi Nestea siginifikan,” ungkap Ruslan tanpa mau menyebut angka pastinya.

Dijelaskannya, Nestea diklaim sukses di Indonesia karena memberikan sesuatu yang baru. Selama ini yang ada di Indonesia adalah teh tubruk, teh celup dan teh cair dalam kemasan atau botol. Nestea adalah produk yang praktis dengan tiga rasa: lemon tea, teh hijau dan teh tarik. Yang paling diminati adalah lemon tea.

Kunci sukses lainnya, Nestea diluncurkan oleh Nestle yang memiliki megabrand seperti Milo dan Nescafe. Lalu, varian produk yang dimiliki Nestle juga banyak. Dan yang tak kalah penting, pelayanannya kepada pelanggan B2B dengan adanya mesin dispenser khusus lebih memudahkan proses pembuatan produk. “Jadi, strategi kami one stop sulution,” ujar Ruslan.

Nestea Kuasai Pasar

Di industrinya, Nestea diklaim sebagai pemimpin pasar untuk lemon tea. Perusahaan global lain di Indonesia yang juga memasarkan teh rasa buah adalah Lipton Tea keluaran Unilever, tetapi Lipton Tea bukan dalam bentuk serbuk, tetapi teh celup, dan dipasarkan secara B2C. Pemain global di bidang minuman yang memasarkan B2B adalah Coca-Cola. Kendati produk yang dipasarkannya berbeda dengan Nestle, Coca-Cola juga menyediakan mesin dispenser untuk pelanggan korporatnya.

Sejatinya, yang memasarkan teh serbuk cukup banyak di Indonesia. Namun, rada jarang yang memasarkannya secara B2B. Data Nielsen mencatat, produk teh serbuk yang paling banyak beriklan adalah Tea Juice (instant tea) yang sudah menggelontorkan belanja iklan di televisi (TVC) dan media cetak sebesar Rp 74,8 miliar per Juni 2016. Adapun di 2015 sebesar Rp 38,2 miliar, di 2014 tidak ada datanya, dan di 2013 sebesar Rp 26,7 miliar. Sementara itu, pemain lainnya juga secara konsisten beriklan. Teh Sisri, misalnya, tahun lalu belanja iklannya Rp 18,9 miliar; 2014, Rp 42,7 miliar; dan 2013, Rp 43,7 miliar (tahun ini tidak ada data). Data iklan Nestea tidak ada dalam catatan Nielsen karena Nestea dipasarkan B2B.

Selain teh serbuk, ada bermacam jenis teh lainnya, yaitu teh celup, tubruk, teh dalam kemasaran, dll. Tak mengherankan, teh memberi kontribusi tertinggi kedua setelah air minum dalam kemasan (AMDK) terhadap total bisnis minuman di negeri ini. “Total industri minuman di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 300-400 triliun per tahun,” ungkap Ruslan.

Dalam pandangan Sumardy, pengamat pemasaran, B2B tentu menjadi pasar yang menarik dengan karakteristik yang berbeda dengan B2C. Market size B2B besar, pendekatan pemasarannya juga lebih terukur dan demand-nya lebih stabil sehingga bisa menjadi penyeimbang bisnis B2C yang memiliki karakteristik yang berbeda.

Selain itu, seiring dengan membesarnya pasar kelas menengah, otomatis produk dan jasa akan ikut membesar. “Hal ini karena gaya hidup kelas menengah yang menghabiskan banyak waktu untuk makan, nongkrong, liburan, dan sebagainya di luar rumah, sehingga meningkatkan demand terhadap produk yang otomatis meningkatkan juga demand terhadap produk pendukungnya,” ujar Sumardy yang juga CEO Buzz&Co.

Memang, menggarap B2B tidak hanya soal bagaimana menjaga hubungan yang baik dengan key account, tetapi juga mampu menarik dan meningkatkan demand bagi merchant sehingga produk Nestle bisa menjadi ingredient branding yang menarik agar bisa meningkatkan traffic konsumen untuk mengunjungi suatu gerai.

Twitter & IG: @ddsuryadi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved