Marketing

Omset Game Online Diprediksi US$ 1 Triliun

Omset Game Online Diprediksi US$ 1 Triliun

Bagi investor, Indonesia adalah lahan subur untuk dijajaki bisnis-bisnis fantasi, seperti permainan virtual (game online). Saat ini tercatat lebih dari 33 game publisher, ribuan agen voucher, pengembang dan game center yang tersebar hingga ke pelosok daerah. Beberapa pelaku bisnis memprediksi, omset bisnis game online akan mencapai US$ 1 triliun dalam kurun 5-7 tahun ke depan.

Bisnis ini mulai masuk di Indonesia tahun 2001, ditandai dengan mulai beroperasinya Nexia Online yang dibawa oleh Boleh.net. Meskipun demikian, awal dari ledakan bisnis game online ditandai dengan Ragnarok Online yang beroperasi mulai tahun 2003 di bawah naungan PT Lyto Datarindo Fortuna.

Han Dongil, President & CEO PT Olleh4U, mengatakan, Indonesia akan menjadi negara tujuan investasi di bisnis game online, baik untuk investor asing ataupun lokal. Asumsi tersebut didukung beberapa faktor, seperti peningkatan penetrasi internet sebesar 13%, serta semakin banyaknya pecinta game online di Indonesia, mulai dari anak remaja hingga heavy gamer.

“Pasar permainan akan menunjukan pertumbuhan eksplosif sebesar 33% per tahun atau mencapai US$ 1 triliun dalam kurun waktu 5-7 tahun. Ketika tingkat penetrasi internet lebih dari 10%, maka game online akan meledak disetiap negara seperti di Korea, Cina dan Amerika Serikat. Di Korea sendiri game online sebagai salah satu bisnis paling populer setelah search engine dan media sosial, ” ujar Han.

Setali tiga uang dengan Han, Andrian Pauline Husen, Director of Marketing & Sales PT Qeon Interactive, menuturkan, derasnya arus investasi di bisnis game online mulai meningkat sejak dua tahun terakhir. Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya investor Korea dan Jepang yang masuk ke Indonesia. Cerahnya bisnis ini juga menstimulasi investor lokal untuk membangun bisnis yang sama. “Kebanyakan game publisher masih membeli game dari pengembang asing seperti Korea dan Jepang. Dinegara itu, game online sudah menjadi sebuah industri besar,” Andrian menambahkan.

Untuk bisa membeli lisensi game dari pengembang asing, game publisher harus merogoh kocek sekitar US$ 100 ribu – 5 juta untuk satu permainan. “Omset bisnis ini mencapai US$ 100 juta setiap tahun,” ungkapnya.

Sayangnya, menurut Andrian, besarnya ceruk pasar tersebut tidak didukung dengan kematangan ekosistem. Antara lain, sumber daya manusia yang terampil, institusi pendidikan dan pelatihan yang baik, modal, hingga infrastruktur. “Masalah dalam bisnis ini adalah people and infrastruktur. Kalau dua hal itu sudah bagus, maka bisnis ini akan menjadi bisnis yang sangat prospektif,” jelas Andrian.

Beberapa game publisher besar di Indonesia antara lain; PT Lyto Datarindo Fortuna (Ragnarok Online,GetAmped, Seal Online, Rising Force), PT Megaxus Infotech (Ayodance, Lineage2, WarRock), PT WarePro (AngelLove, Emil Chronicle,Khan Wars), PT Gemscool (Yulgang, On Air, PointBlank), PT Orange Game (81 Keys, Mahadewa, T-Bot). (Ario Fajar/EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved