Marketing

Penglipuran Village Festival Bisa Tingkatkan Wisatawan

Penglipuran Village Festival (PVF) kembali diselenggarakan Desa Penglipuran, Bangli, Bali untuk ke-7 kalinya.

PVF yang diadakan oleh masyarakat bersama Pemerintah Kabupaten Bangli serta pengelola Desa Wisata Penglipuran diharapkan menjadi sarana promosi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnus).

Tenaga Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bidang Pemasaran dan Kerja sama Pariwisata Prof. Dr. I Gde Pitana, M.Sc, mengatakan PVF 2019 merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas desa wisata Penglipuran serta desa lainnya di kawasan Bangli.

Menurutnya Ini juga menjadi salah satu dari program Bali Recovery yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). “Dalam program Bali Recovery, Kemenparekraf selain memberikan dukungan pada event PVF juga pada Festival Kintamani dalam upaya meningkatkan kualitas serta citra pariwisata di Kabupaten Bangli dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan,” katanya.

Penyelenggaraan PVF yang sudah berlangsung secara rutin ini merupakan suatu wujud nyata komitmen daya tarik wisata di Desa Penglipuran untuk senantiasa melestarikan seni dan budaya Bali serta pada saat yang sama menghidupkan pariwisata untuk menyejahterakan masyarakat lokal.

Ia menambahkan bahwa festival harus diartikan sebagai salah satu bentuk investasi untuk mengenalkan destinasi ke dunia internasional. Namun patut dicatat bahwa suatu festival akan dapat dikenal dan menjadi brand suatu destinasi apabila dilakukan secara konsisten dan dengan waktu yang sudah pasti.

Pengalaman menunjukan bahwa suatu festival harus dipastikan tempat, waktu, dan berbagai agendanya setahun sebelum hari H. ” Namun kelemahan kita selama ini adalah kurang promosi dan kurang pastinya tanggal pelaksanaan festival-festival yang begitu banyak yang kita lakukan di Bali maupun di seluruh Indonesia,” kata I Gde Pitana.

Pelaksanaan sebuah festival, kata Pitana, haruslah mempunyai visi yang pada ujungnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sebuah festival yang penuh dengan nilai kreativitas yang tinggi dengan cultural values harus mampu dikonversi ke arah nilai ekonomi yaitu kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan ini bukan saja sifatnya sementara, melainkan harus berkelanjutan sehingga festival bisa menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi sebagai suatu modal atau capital.

“Pada akhirnya capital ini harus bisa menggerakkan kemakmuran masyarakat lokal atau dengan kata lain sebuah festival harus dapat mentransformasikan dari C-1 yaitu Creativities menuju ke C-2 Commercialization atau nilai ekonomi selanjutnya ke C-3 yaitu Commoditization dan C-4 yaitu Capitalization dan berujung ke C-5 yaitu Community Development,” jelasnya.

Desa Penglipuran dikenal sebagai contoh pertama kali bentuk desa wisata di Indonesia. Desa ini sempat mendapatkan penghargaan Kalpataru. Pada 2016 Penglipuran terpilih sebagai desa terbersih ke-3 dunia versi majalah internasional Boombastic dan pada 2017 mendapat penghargaan ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) 2017 dengan peringkat terbaik untuk kategori pelestarian budaya.

Penghargaan terbaru, Penglipuran dan Pemuteran masuk dalam Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation. Penyelenggaraan PVF terbukti mampu meningkatkan kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Penglipuran pada 2018 sebanyak 10.500 wisatawan. Sedangkan pada 2019 ditargetkan akan berkunjung 13.500 wisatawan terdiri dari 2.700 wisman dan 10.800 wisnus.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved