Marketing Strategy

Transaksi di Jakarta Fair Makin Gendut

jakarta_fair

Untuk mempermudah transportasi ke lokasi, seperti biasa, JIExpo mengoperasikan bus khusus yang akan mengantar pengunjung. Titik berkumpul masih di area parkir IRTI Monumen Nasional.

Sudah menjadi pemandangan yang lazim situasi jalanan sekitar Kemayoran akan macet saat Jakarta Fair digelar. Ini menunjukkan begitu kuatnya animo masyarakat untuk ikut pesta rakyat. Pertanda bagus lainnya adalah meningkatnya taraf hidup masyarakat. “Dengan datang, mereka kemungkinan akan membeli produk dan jasa yang dipamerkan. Pemerintah mendapat tambahan pemasukan, demikian juga kalangan pengusaha besar hingga UKM,” ujarnya.

Menurut Ralph, JIExpo tetap memberi porsi besar yaitu 40% untuk pengusaha UKM memamerkan produknya. Sisanya, masih diberikan untuk pengusaha menengah ke atas. Ia mengharapkan pemerintah berkenan memberi insentif pajak untuk mendorong terlaksananya hajatan sekaligus pesta rakyat ini. Selama ini, peserta mengeluhkan banyaknya pemberlakuan pajak yang tidak perlu seperti pajak untuk pemasangan baliho atau umbul-umbul.

“Pemerintah sudah mendapat PPN (pajak pertambahan nilai) dari membludaknya penjualan barang dan jasa di Jakarta Fair. Ada juga pajak media. Jangan lagi ditambah dengan pajak yang tidak perlu,” kata Ralph.

Dampak lanjutan dari digelarnya Jakarta Fair, antara lain, mendorong belanja masyarakat, meningkatnya pendapatan dari pajak penghasilan dan pertambahan nilai. Dampak lanjutannya adalah membaiknya kesejahteraan pelaku usaha UKM, sektor yang selama ini selalu menjadi perhatian pemerintah.

Meski durasi pameran lebih lama, JIExpo tidak berencana menaikkan harga tiket dari semula, yakni Senin Rp20.000, Selasa-Kamis Rp25.000, Jumat-Minggu/hari libur Rp30.000. “Kami menargetkan jumlah pengunjung sekitar 4 juta orang. Di atas itu, sudah sulit,” katanya.

Pekan Raya Jakarta digelar pertama kali di Kawasan Monas 5 Juni-20 Juli 1968, dibuka oleh Presiden Soeharto dengan melepas merpati pos. Idenya muncul dari Syamsudin Mangan yang lebih dikenal dengan nama Haji Mangan, pada saat itu menjabat sebagai Ketua KADIN (Kamar Dagang dan Industri). Ia mengusulkan suatu ajang pameran besar untuk meningkatkan pemasaran produksi dalam negeri yang kala itu sedang mulai bangkit pasca G30S/1965 kepada Gubernur DKI Ali Sadikin pada tahun 1967.

Gagasan ini disambut baik oleh Pemerintah DKI, karena Pemerintah DKI juga ingin membuat suatu pameran besar yang terpusat dan berlangsung dalam waktu yang lama sebagai upaya mewujudkan keinginan Pemerintah DKI yang ingin menyatukan berbagai “pasar malam” yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta,seperti Pasar Malam Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada (kini kawasan Monas), juga merupakan inspirasi dari Pameran yang diklaim sebagai “Pameran Terbesar” ini.

Pemerintah DKI mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) no. 8 tahun 1968 yang antara lain menetapkan PRJ menjadi agenda tetap tahunan dan diselenggarakan menjelang Hari Ulang Tahun Jakarta yang dirayakan setiap tanggal 22 Juni.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved