Rudiantara Menkominfo RI
Industri seluler di Indonesia menghadapi tantangan berat dalam 2-3 tahun terakhir. Berkembangnya OTT (over the top) yang sangat pesat menjadi biang keladi bisnis legacy telko (voice dan SMS) yang menyumbang profit paling besar tergerus terus. Meski pendapatan data terjadi peningkatan, tapi belum bisa menambal penurunan bisnis mereka.
Pada acara Halal Bi Halal Menkominfo Rudiantara, Media dan Mitra Kerja Industri Telekomunikasi di Rumah Dinas Kemenkominfo di Widya Chandra Jakarta (20/07/2018), para pengelola operator seluler sepakat, yang juga diamini Rudi, bahwa mereka harus berpikir out of the box serta duduk bersama untuk kemajuan industri ke depan.
Untuk diketahui sebelumnya pada 13 Juli lalu telah diumumkan pada Rapat Umum Anggota (RUA) Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia ( ATSI) jajaran pengurus barunya untuk periode 2018-2021. CEO Telkomsel, Ririek Adriansyah, terpilih sebagai Ketua Umum menggantikan Merza Fachys (Smartfren). Kepengurusan baru ini didukung oleh Marwan O. Baasir dari XL Axiata sebagai Sekjen dan Herfini (Indosat Ooredoo) sebagai Bendahara.
Ririek juga mengajak para pemain lain berjuang bersama mendorong pertumbuhan industri ini agar kembali bergairah. “Jika industri sehat, operator juga sehat, yang diuntungkan adalah masyarakat juga,” tuturnya.
Herfini Haryono, Direktur & Chief of Wholesale & Enterprise Officer Indosat Ooredoo, mengungkapkan, apa yang disentil Rudiantara pada suatu kesempatan membandingkan valuasi perusahaan operator seluler (opsel) yang menurut Menkominfo itu, valuasi mereka jika dikombinasi masih kalah dengan para unicorn Indonesia.
Ia melanjutkan sindiran Rudi yang menyampaikan penghasilan Youtuber yang memiliki follower di atas 1 juta dibandingkan dengan pendapatan perusahaan opsel, membuatnya terkejut, bahwa para Youtuber itu bisa meraih keuntungan Rp 1 miliar per hari.
“Saya pun mulai berhitung, kami para opsel opex dan capex-nya bisa mencapai Rp 60-100 triliun, dapatnya dari jualan data 5 GB hanya Rp 50 ribu,” imbuh wanita yang didapuk sebagai Bendahara ATSI 2018-2021 ini. Dengan kondisi industri telekomunikasi yang makin berat, Herfini sebagai salah satu pengurus ATSI mengajak Ririek sebagai Ketua ATSI baru untuk melakukan langkah-langkah out of the box.
ATSI ke depan diyakininya akan lebih menantang kondisinya. “Kami memang menghadapi tantangan regulasi yang dikhawatirkan banyak tidak bolehnya, daripada bolehnya, seperti dalam pengembangan bigdata business,” tuturnya.
Pada intinya, Herfini menegaskan para pengurus ATSI siap dengan berbagai tantangan ke depan. Bahkan menyambut tantangan dan sentilan Rudi yang membandingkan valuasi mereka dengan para unicorn. “We are seeing us more as one, kami akan melihat segala hal bersama. Mudah-mudahan kami bisa menemukan cara lain untuk menggebrak industri ini lebih maju lagi, bukan dengan cara dikasihani tapi kami akan menemukan sendiri cara kami yang out of the box,” katanya. Ia meyakinkan yang hadir termasuk Rudi, bahwa semua sepakat akan mengambil alih lagi industri telko Indonesia, walau belum tahu caranya saat ini.
Rudi menjawab yang disampaikan Herfini dalam sambutannya dalam acara tersebut mestinya bukan out of the box, tapi justru no box. “Tidak usah terlalu takut dengan disrupsi dan VUCA yang terjadi, banyaknya pekerjaan yang hilang akibat ini, jangan menjadi paranoid. Justru dengan adanya Kominfo, mari duduk bersama komunikasikan, kita punya apa, lalu kita buat regulasi yang baru. Jadi jangan khawatir dengan regulasi, regulasi adalah tools untuk mencapai hal yang lebih besar. Kalau regulasi menjadi penghambat, bubar saja Kominfo,” sergahnya.
Misalnya mau konsolidasi, Rudi menyayangkan para pengelola opsel dari manajemen, pemegang saham hingga komisarisnya ribut hanya soal frekuensinya bagaimana. “Mikirnya jangan begitu, tidak usah takut, maunya apa, saya buat regulasinya, dibalik cara berpikirnya jangan hanya apa-apa susah,” katanya. Tentang prospek ke depan, menurut Rudi, kalau hanya berpikir soal bandwidth saja, akan tamat karena kebutuhan bandwidth ke depan akan lebih besar lagi.
Ia menyebut beberapa aplikasi yang melakukan terobosan masa depan, harus diwaspadai, salah satunya aplikasi yang disebutnya bisa menjadi “bandwidth eater”. “Kita harus berpikir ahead the curve, jangan hanya ribut di dalam terus. Harus bicara industri. Memang benar kita harus berkompetisi, ada efisiensi, dan sebagainya. Sama dengan regulasi, harus juga berpikir ahead the curve,” paparnya.
Dijelaskan Rudi, infrastruktur positioning-nya janganlah dibangun berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depan dan pasar, tapi harus berpikir lebih besar, tapi infrastruktur dibangun bagaimana agar ekonominya tumbuh. “Saya ajak teman-teman ayo bersama, Kominfo berubah bukan sebagai regulator saja, tapi harus menjadi fasilitator dan akselerator. Saya ajak teman-teman berpikir keluar dari pakem,” tegasnya.
Editor : Eva Martha Rahayu
www.swa.co.id