Trends

Merdeka di Era 4.0

Merdeka di Era 4.0

Oleh: Dr. Rio Christiawan,S.H.,M.Hum.,M.Kn.,Kriminolog dan Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya

Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 2019 telah memasuki usia kemerdekaan yang ke 74 tahun, usia kemerdekaan yang sudah cukup matang sebagai sebuah bangsa yang telah memasuki era revolusi industri 4.0. Sebagaimana dijelaskan oleh Huntington (2010), bahwa secara harafiah pemaknaan merdeka dari masa ke masa selalu berbeda. Pemaknaan kemerdekaan sebagai upaya untuk melepaskan diri dari penjajah hanyalah milestone awal dari definisi kemerdekaan, kini pada usia kemerdekaan ke 74 tahun, bangsa Indonesia seharusnya telah memasuki milestone definisi kemerdekaan 4.0.

Pada setiap masa kemerdekaan selalu memiliki tantangannya sendiri, era 4.0 adalah merupakan tantangan pada usia kemerdekaan 74 tahun. Pada era 4.0 memiliki tantangan yang lebih komplek dibanding era sebelumnya. Pada era 4.0 ketika seluruh dimensi kehidupan manusia tidak lagi ditandai dengan perjumpaan secara fisik seperti era sebelumnya. Koneksi internet dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) telah menggantikan ruang perjumpaan fisik antar manusia.

Artinya saat ini tantangan bangsa Indonesia pada usia kemerdekaan 74 tahun adalah membentuk budaya pada ruang cyber dengan basis koneksi internet dan kecerdasan buatan yang menjadi ciri khas era 4.0. Koentjaraningrat (1976), menyatakan bahwa budaya adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia untuk membuat peradaban yang lebih baik. Jika melihat bahwa setelah memasuki era 4.0 masyarakat Indonesia masih belum menganggap bahwa kehidupan digital adalah kehidupan nyata, seperti contohnya masih banyaknya hoaks, penipuan secara daring maupun hal-hal lainnya.

Ketidaksadaran bahwa era telah berganti dan tidak menggunakan ruang perjumpaan digital yang terkoneksi dengan kecerdasan buatan sebagai bentuk peradaban baru, justru membuat masyarakat akan semakin tertinggal pada era 4.0, hal ini dapat dimaknai bangsa Indonesia belum merdeka sepenuhnya di era 4.0. Jika mengacu data bareskrim Polri bahwa aduan dan pelanggaran terhadap UU ITE menempati urutan tertinggi pada desk krimsus (kriminal khusus) pada kurun tahun 2018 – 2019, hal ini menunjukkan belum terbentuk peradaban yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah siap berada pada era 4.0.

Tantangan

Tantangan pada usia kemerdekaan 74 tahun adalah untuk mewujudkan dunia maya maupun ruang perjumpaan maya sama beradabnya dengan dunia nyata maupun ruang perjumpaan nyata. Pada era 4.0 dunia nyata (ruang perjumpaan nyata) sudah dimulai dan ditentukan dari dunia maya. Seperti contohnya pada bidang komersial, kini transportasi online, toko online maupun

banyak aspek kehidupan bermula dari dari kehidupan dunia maya berbasis pada kecerdasan buatan dan koneksi internet.

Saat ini banyak aksi di dunia nyata yang dimulai dari aksi di dunia maya, viralnya suatu gerakan atau peristiwa akan sangat mempengaruhi respon masyarakat pada dunia nyata. Maka pentingnya artinya untuk membangun peradaban yang baik di dunia maya. Almarhum Satjipto Raharjo, seorang begawan hukum menyampaikan bahwa ukuran tingkat peradaban manusia adalah tingkat kepatuhan hukumnya. Artinya jika secara empiris masih ditemukan banyaknya pelanggaran hukum di ruang maya maka artinya peradaban di dunia maya yang ada saat ini belum dapat dikatakan sebagai peradaban yang baik.

Sebagaimana ditulis Millian (1967), mengutip surat Snouck Horgranje yang kala itu baru tiba di Indonesia, menyebutkan konsep devide et impera adalah bahwa salah satu metode penjajahan yang efektif adalah dengan menurunkan tingkat kualitas peradaban sebuah bangsa yakni membuat kondisi peradaban yang baik menjadi buruk. Jika pada usia kemerdekaan 74 tahun masih banyak dijumpai hoaks maupun pelanggaran hukum lainnya melalui dunia maya khususnya media sosial maka dapat dikatakan bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia masih belum merdeka pada dunia maya.

Sama halnya dengan mencapai kemerdekaan pada dunia nyata, yakni diperlukan rasa nasionalisme, kebersamaan serta kesadaran kolektif akan adanya tujuan bersama yakni merdeka. Artinya kini juga diperlukan kesadaran kolektif dari masyarakat Indonesia bahwa kini peradaban telah memasuki era 4.0, dimana manusia akan saling terhubung melalui kecerdasan buatan. Dalam hal ini kesadaran kolektif akan perubahan zaman tersebut akan sangat membantu masyarakat Indonesia dalam mewujudkan kualitas peradaban yang baik di dunia maya sebagai bangsa yang telah merdeka 74 tahun.

Menuju Kemerdekaan

Masyarakat Indonesia saat ini telah akrab dengan gawai canggih (smartphone), internet maupun media sosial, ditunjang dengan program ‘tol langit’ dari pemerintah yang artinya koneksi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) telah dapat dirasakan di seluruh NKRI, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa memang masih ada sebagian wilayah NKRI yang belum terjamah oleh program ‘tol langit’ tersebut, khususnya yang berada di remote area.

Kini diusia kemerdekaan 74 tahun guna menuju kemerdekaan dan membangun kualitas peradaban yang baik pada dunia maya di era 4.0 maka diharapkan program ‘tol langit’ pemerintah dapat menjangkau seluruh wilayah NKRI, sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat berpartisipasi dan memanfaatkan potensinya melalui kecerdasan buatan (artificial intelegence). Selain perlu mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan maka

pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat harus bersama-sama membangun kualitas peradaban yang baik, mengingat di era 4.0 sifat peradaban dunia internasional bersifat tanpa batas (borderless).

Peradaban tanpa batas tersebut di satu sisi akan mendatangkan banyak kemudahan sebagaimana yang telah dirasakan selama ini. Sebaliknya, ancaman infiltrasi budaya asing yang tidak sesuai dan pada akhirnya menimbulkan tindakan melawan hukum juga terbuka lebar. Guna membentuk kualitas peradaban yang baik di dunia maya maka diperlukan kesadaran kolektif bahwa peradaban dalam dunia maya harus dibentuk sama baiknya dengan peradaban pada dunia nyata.

Dalam hal mewujudkan kualitas peradaban yang baik di dunia maya maka seluruh elemen bangsa harus berpartisipasi. Pemerintah sebagai regulator harus berperan serta melalui regulasi yang tepat guna, menyediakan sarana dan prasarana serta pada aspek penegakan hukum. Sebaliknya masyarakat sebagai bagian dari organisasi kekuasaan rakyat harus membangun peradaban yang baik.

Perspektif penggunaan koneksi dan kecerdasan buatan (artificial intelegence) harus dipahami hanya untuk tujuan-tujuan yang memajukan peradaban. Adanya kecerdasaan buatan tersebut harus dimaknai masyarakat untuk kembali membangun persatuan bangsa melalui transfer budaya paguyuban dalam ruang perjumpaan nyata pada pembentukan budaya yang sama (paguyuban) pada ruang ruang digital, dengan demikian maka masyarakat Indonesia akan merasakan kualitas kemerdekaan sepenuhnya. Merdeka !


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved