Management Trends

Nucleus Farma Gandeng LIPI Kembangkan Fitofarmaka

Edward Basilianus, CEO and Pendiri Nucleus Farma (kanan)

Edward Basilianus, CEO and Pendiri Nucleus Farma menjadi salah satu figur yang berhasil memboyong penghargaan Indonesia Award 2020. Penghargaan ini diberikan oleh Indonesia Achievment Center kepada tokoh maupun lembaga yang dinilai berhasil menciptakan berbagai terobosan dan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Dalam sambutannya usai menerima penghargaan Edward mengatakan, dari 45 ribu jenis tumbuhan obat yang ada di dunia, 35 ribu tumbuh di Indonesia. Namun sayangnya yang berhasil menciptakan Fitofarmaka negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman. Fitofarmaka adalah obat dari bahan alami yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik. Selain itu, bahan baku dan produk jadinya juga telah distandardisasi.

“Kami sedang merancang obat Super Antioxidant untuk menghadapi Covid 19, obat kanker dan obat hipertensi. Jadi nanti kalau sudah diluncurkan, penderita ketiga penyakit tersebut tidak perlu mengonsumsi obat kimia yang berbahaya jika dikonsumsi dalam jangka panjang,” kata pria yang akrab disapa Edo tersebut.

Dr Teni Ernawati M.Sc, Peniliti, Pusat Penelitian Kimia LIPI, dalam kesempatan yang sama, menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan Edo untuk menggali sumber daya alam Indonesia sebagai obat herbal, contohnya dari Teripang dan buah Mengkudu. LIPI sebagai badan riset negara juga mendukung langkah kemajuuan Nucleus Farma di dunia farmasi.

Edward menambahkan, pihaknya bekerja sama dengan LIPI dalam mengembangkan obat anti kanker dari Teripang Emas (Golden Stichoupus Variegatus). Obat ini akan dibuat dengan teknologi tinggi yang berbasis Biotechnology. Di Amerika Serikat obat kanker berbahan Teripang sudah berhasil dikembangkan, namun bahan bakunya menggunakan Teripang yang hidup di lautan Atlantis. “Dr Teni akan meneliti sama tidak kandungan Teripang yang ada di laut Atlantis dengan Teripang yang ada di lautan Indonesia,” tutur Edwad

Dr Teni menjelaskan, obat herbal yang diproduksi Nucleus Farma masih dalam bentuk jamu, karena itu akan ditingkatkan menjadi obat Fitofarmaka. “Karena belum ada uji klinisnya, efektivitasnya belum teruji. Nah, kami harus menggali dan mengujinya secara klinis, apakah berkhasiat memulihkan kanker,” katanya.

Menurut Dr Teni, Indonesia masih kekurangan obat Fitofarmaka, bahkan dapat dikatakan negara paling sedikit memiliki obat Fitofarmaka. Obat Fitofarmaka baru ada 24 merek, masih kalau jauh dibandingkan Obat Herbal Terstandar (OHT) yang berjumlah ratusan, dan jamu yang berjumlah ribuan. Banyak proses yang harus dilalui jika jamu dan Obat Herbal Berstandar ingin “naik kelas” menjadi obat Fitofarmaka.

“Bahan Baku harus terstandarisasi, proses ekstraksinya seperti apa, harus melalui proses Good Manufacturing practice (GMP), senyawa aktif dan senyawa kimia dalam kandungan herbal harus teridentifikasi dengan baik, harus teruji pada hewan dan manusia,” jelas Dr Teni.

Edward menambahkan, perlu kerja sama tiga pihak untuk mendorong obat Fitofarmaka di Indonesia, yakni akademisi, dunia usaha, dan pemerintah. Akademisi dibutuhkan untuk proses penelitian uji klinis, dunia usaha berperan memproduksi dan memasarkannya, serta pemerintah yang mengatur regulasinya.

“Makanya kami fokus mengembangkan obat Fitofarmaka, dan Nucleus Farma satu-satunya produsen obat alami di Indonesia yang sudah mendapatkan Certificate FDA Registered Facility dari AS, agar kami bisa mengekspor dan orang asing tidak ragu mengonsumsinya,” jelas Edward mengklaim.

Saat ini, Nucleus Farma juga sedang mengembangkan sistem Ekstraksi berteknologi tinggi dengan nama “Analytical Supercritical Fluid Extraction”. Hal ini tentunya akan semakin membuktikan keseriusan perusahaan dalam mengembangkan obat Fitofarmaka. “Sistem ini akan memberikan hasil obat Fitofarmaka yang lebih sempurna,” ujar Edward pada malam penghargaan digelar di Santika Hotel Premiere, Jakarta (13/3/2020).

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved