Trends Economic Issues zkumparan

Pemerintah Dorong Ekonomi Syariah untuk Perbaiki Defisit

Untuk mendorong pengembangan keuangan syariah dan ekonomi syariah global, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), dan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menyelenggarakan High Level Discussion “Indonesia: Pusat Ekonomi Islam Dunia.”

Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah. Perkembangan potensi ekonomi syariah dapat dilihat dari semakin meningkatnya pertumbuhan populasi muslim dunia yang diperkirakan akan mencapai 27,5% dari total populasi dunia pada 2030. Selain itu, perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara muslim dan munculnya pasar halal potensial seperti Tiongkok dan India.

Ekonomi syariah juga berpotensi memberikan kontribusi untuk menekan defisit transaksi berjalan. Sejak 2011, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan akibat permintaan eksternal yang melemah terhadap komoditas ekspor serta turunnya harga komoditas ekspor. Defisit sempat mulai membaik pada akhir 2017, namun pada triwulan I 2018 neraca transaksi berjalan kembali mengalami defisit sebesar US$5,5 miliar. Hal ini dipicu oleh defisit pada neraca pendapatan primer sebesar US$7,9 miliar dan jasa sebesar US$1,4 miliar.

Berdasarkan data Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia, dalam 6 tahun terakhir, neraca transaksi berjalan Indonesia belum pernah mengalami surplus. Hal ini patut menjadi perhatian, mengingat defisit ini menjadi faktor penekan utama dari nilai rupiah yang melemah dalam beberapa bulan terakhir. Upaya pemerintah memperbaikinya dengan peningkatan ekspor barang dan jasa. Tingginya kinerja ekspor pada 2017 sejalan dengan meningkatnya permintaan dan harga komoditas ekspor, terutama minyak kelapa sawit, batu bara, dan karet, serta peningkatan volume perdagangan khususnya produk manufaktur.

Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, cara untuk mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan dilakukan peningkatan ekspor dengan strategi dan cermat melihat peluang komoditas ekspor. “Salah satunya adalah produk dan jasa halal yang menurut data Halal Industry Development Corporation tahun 2016, diperkirakan mencapai US$ 2,3 triliun. Produk dan jasa halal ini mencakup beberapa sektor, di antaranya makanan, bahan dan zat adiktif, kosmetik, makanan hewan, obat dan vaksin, keuangan syariah, farmasi, dan logistik,” ujarnya.

Peran ekspor produk halal Indonesia mencapai 21% dari total ekspor secara keseluruhan (Comtrade, 2017). Perkembangan ekspor produk halal Indonesia mengalami peningkatan sebesar 19% sejak 2016. Di masa mendatang, peran ekspor produk halal ini harus dapat ditingkatkan, terlebih potensi ekspornya ke negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam). Hal ini sejalan dengan arus perekonomian syariah yang peluangnya dimiliki Indonesia sangat besar.

Kondisi ini membuat Indonesia berada di posisi strategis bagi halal superhighway link dalam global halal supply chain. Potensi lainnya dalam industri halal yang dapat dikembangkan oleh Indonesia adalah di segmen pariwisata halal. Segmen ini tengah populer dan menjadi fenomena di kalangan pelaku industri pariwisata global. Moslem traveler memiliki pengeluaran terbesar dunia pada sektor pariwisata, yang besarnya mencapai US$120 miliar pada 2015 seiring pertumbuhan wisatawan muslim hingga 6,3%. Pengeluaran wisata muslim global ini cenderung terus meningkat, mencapai US$169 miliar pada 2016, dan diperkirakan akan mencapai US$283 miliar pada 2022.

Data pariwisata halal global saat ini menunjukkan Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan turis muslim terbesar. Pengeluaran turis muslim di Indonesia mencapai US$9,7 miliar atau setara dengan Rp141 triliun, dengan total turis domestik sebesar 200 juta orang. “Indonesia berpotensi besar untuk meningkatkan pendapatan negara melalui moslem- friendly tourism. Saat ini, Indonesia telah masuk dalam kategori Top 5 Destinasi Pariwisata Halal Dunia, dengan penerimaan devisa negara mencapai US$13 miliar, berkontribusi pada PDB sebesar US$57,9 miliar (UNWTO Highlights, 2016),” ungkapnya.

Menteri Bambang juga menjelaskan bahwa indikator pertumbuhan pariwisata halal mencakup jumlah wisatawan muslim lokal, moslem-friendly ecosystem, dan tingkat kesadaran serta kepedulian pada lingkungan sosial. Indonesia harus belajar dari Malaysia yang melakukan peningkatan kesadaran dan pendalaman masyarakat untuk berkontribusi dalam pariwisata halal dan mempromosikan destinasi wisata kepada moeslem traveler. “Indonesia harus menerapkan best practices tersebut untuk memajukan pariwisata halal di Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk cetak biru Ekonomi Islam Republik Indonesia,” ujarnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved