Technology Trends zkumparan

Peran Bioteknologi dalam Pengembangan Vaksin

Teknik Bioteknologi seperti rekayasa genetika dan kultur sel memungkinkan pengembangan vaksin. (dok. Getty)

Untuk mengendalikan wabah yang telah menginfeksi lebih dari 23 juta orang di seluruh dunia, berbagai perusahaan berlomba membuat vaksin dan obat COVID-19. Salah satu kunci dalam penemuan vaksin tersebut berasal dari kemampuan penerapan ilmu bioteknologi.

Bioteknologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari teknologi pemanfaatan makhluk hidup dalam skala besar untuk menghasilkan produk yang berguna bagi manusia. Vaksin merupakan sediaan biologis yang diberikan kepada individu sehat untuk menyiapkan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan infeksi bakteri atau virus patogen (penyebab penyakit). Vaksin dapat berisi patogen yang sudah dilemahkan atau komponen antigen (dikenali oleh sistem imun) dari patogen tersebut, biasanya berupa protein di permukaan sel atau partikel virus yang dapat dikenali oleh antibodi pada sistem imun.

Ihsan Tria Pramanda, Pengajar Fakultas Biotechnology, Indonesia International Institute for Life Science (i3L) menyatakan, pengembangan vaksin terkait erat dengan bioteknologi. Teknik-teknik bioteknologi modern seperti rekayasa genetika dan kultur sel memungkinkan pengembangan vaksin dilakukan dengan efektif, cepat, dan ekonomis. Teknologi DNA rekombinan memungkinkan antigen dari suatu patogen untuk diproduksi pada sel inang yang relatif tidak patogenik (misalnya bakteri E. coli atau ragi) sehingga tidak perlu dipanen langsung dari patogen aslinya.

“Selain itu, saat ini juga sedang dikembangkan vaksin berbahan dasar materi genetik (DNA atau RNA) dari patogen (termasuk untuk COVID-19) sehingga produksi antigen dapat langsung terjadi pada tubuh individu penerima vaksin,” kata Ihsan dalam keterangan resminya, (24/8).

Produksi vaksin secara komersil juga menerapkan disiplin bioteknologi yang disebut bioproses. Mencakup proses hulu (seperti penyiapan media tumbuh, sel produksi, dan optimasi kondisi produksi) hingga proses hilir (pemanenan produk, pemurnian produk, serta penanganan limbah produksi).

Ihsan menjelaskan bahwa metode baku dalam pembuatan vaksin bergantung pada tipe vaksin yang ingin diproduksi. Beberapa vaksin menggunakan sel atau partikel patogen secara langsung. Untuk tipe ini, patogen ditumbuhkan langsung pada medium pertumbuhan spesifik (atau pada kultur sel hidup untuk patogen virus) dan kemudian dipanen setelah mencapai jumlah tertentu. Sel atau partikel patogen kemudian dilemahkan (atenuasi) atau “dimatikan” (inaktivasi). Misalnya dengan panas atau zat kimia tertentu, sebelum diformulasikan sebagai sediaan vaksin proses produksi vaksin tipe ini relatif sederhana dan fasilitas untuk produksi skala besar sudah banyak tersedia.

“Namun masih ada resiko patogen kembali aktif serta titer (jumlah) antigen yang dihasilkan relatif terbatas,” ungkapnya.

Untuk vaksin yang berbahan dasar protein, gen pengkode protein tersebut dapat disisipkan ke dalam plasmid dan lalu ditransformasikan ke sel inang (misalnya bakteri E. coli atau sel mamalia) yang kemudian akan mengekspresikan gen tersebut menjadi protein. Protein yang dihasilkan kemudian dipanen, dimurnikan, dan diformulasikan menjadi sediaan vaksin. Proses produksi vaksin tipe ini relatif lebih kompleks karena membutuhkan unit operasi tambahan, namun bisa memperoleh titer antigen yang sangat tinggi.

Proses produksi vaksin berbahan dasar materi genetik lebih sederhana karena urutan DNA dan RNA dapat didesain sesuai kemauan lalu diperbanyak dengan mudah dan cepat (berdasarkan konsep replikasi materi genetik). Kelemahannya, vaksin tipe ini belum terbukti efektifitasnya secara in vivo sehingga masih dianggap sebagai teknologi alternatif yang masih perlu digali potensinya.

Ihsan mengungkapkan bioteknologi berpengaruh dalam resiko pembuatan vaksin. Untuk itu, bioteknologi berperan penting untuk memastikan vaksin yang diproduksi aman dan efektif. Mulai dari desain dan studi eksplorasi komponen vaksin (misalnya protein antigen), perlu dipastikan bahwa komponen tersebut memang yang bersifat antigenik dan imunogenik sehingga akan bekerja efektif pada tubuh penerima.

Selain itu, selama proses produksi vaksin skala besar, perlu dipastikan bahwa vaksin yang diperoleh di akhir produksi memenuhi standar. Vaksin protein harus bebas dari sisa-sisa medium produksi, komponen sel inang produksi, serta pengotor atau kontaminan yang mungkin masuk dari luar.

“Pada vaksin berbasis sel atau partikel patogen, metode atenuasi dan inaktivasi yang digunakan harus benar-benar tepat dan efektif sehingga mengurangi resiko patogen kembali aktif dan timbulnya efek samping pada individu penerima vaksin,” Ihsan mengakhiri penjelasannya.

Editor : Eva Martha Rahayu

ww.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved