Business Research Trends Covid 19

Perempuan Lebih Peduli Protokol Kesehatan Meski Terdampak Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan tapi juga sosio-ekonomi, terutama bagi perempuan sebagai kelompok rentan. Sejak awal pandemi, perempuan rentan mengalami berbagai permasalahan, seperti beban ganda, kehilangan mata pencaharian, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, hingga mengalami kekerasan berbasis gender.

Perempuan juga berperan penting atas kemungkinan tertularnya virus Covid-19 di dalam keluarga. Maklum, akhir-akhir ini banyak bermunculan klaster keluarga. Awalnya, virus mematikan ini menginfeksi anggota keluarga yang memiliki aktivitas di luar rumah, semisal bekerja, bepergian, atau berkumpul dengan banyak orang. Setelah itu, anggota keluarga lainnya ikut tertular, termasuk yang tidak pernah keluar rumah.

Untuk itu, kaum wanita utamanya para ibu sangat peduli terhdapat aturan 3 M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga tangan) di lingkungan keluarga. Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo menyarankan 3 cara pencegahan Covid-19 yang disingkat dengan 3M itu juga dilakukan di rumah, terutama apabila ada anggota keluarga yang kerap ataupun rutin beraktivitas di luar kediaman.

Di sisi lain, guna menyediakan data yang komprehensif, Entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, dan Indosat Ooredoo melakukan Survei Menilai Dampak Covid-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia.

Hasil dari laporan survei ini mengungkapkan, pandemi telah memperparah kerentanan ekonomi perempuan dan ketidaksetaraan gender di Indonesia. Hal inilah yang menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dapat mengancam kemajuan dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

“Salah satu cara untuk melakukan upaya yang tepat sasaran, yaitu dengan mempertimbangkan berbagai hasil kajian, data, dan hasil riset yang representatif dengan perkembangan kondisi saat ini. Dengan diluncurkannya hasil survei ini, merupakan sumber berharga sebagai dasar bagi kita untuk merancang dan melaksanakan kebijakan yang tepat sasaran,” katanya saat peluncuran survei secara virtual.

Adapun dalam survei terungkap bahwa pembatasan sosial dan tindakan pencegahan lainnya yang diterapkan untuk menjaga kesehatan masyarakat di Indonesia memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian. Perempuan, yang sebagian besar bergantung pada pendapatan dari usaha keluarga, mengalami pengurangan pendapatan yang cukup besa.

Sebanyak 82\% dari mereka mencatat penurunan dalam sumber pendapatan ini. Meskipun 80\% laki-laki mengalami penurunan serupa, bukti menunjukkan bahwa laki-laki di Indonesia mendapatkan keuntungan dari sumber pendapatan yang lebih luas.

Sumber pendapatan kedua yang paling umum untuk perempuan, subsidi dan bentuk lain dari dukungan pemerintah, juga menurun lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki; 24\% perempuan mengalami penurunan, dibandingkan dengan 20\% laki-laki.

Krisis Covid-19 juga telah mempengaruhi kesehatan mental dan emosional perempuan secara tidak proporsional. Data kesehatan tentang penularan dan tingkat kematian mengungkapkan perbedaan pengalaman berdasarkan gender, yakni bahwa laki-laki lebih mungkin tertular dan meninggal karena virus ini. Namun, analisis data tentang kesehatan mental menunjukkan gambaran yang sangat berbeda: perempuan secara tidak proporsional lebih mungkin mengalami peningkatan stres dan kecemasan sejak penyebaran Covid-19.

Lebih banyak perempuan mengurus anggota keluarga yang sakit, dan merawat mereka yang sakit, telah menambah beban pekerjaan rumah tangga yang memang sudah meningkat. Faktor-faktor tersebut, ditambah dengan kecemasan atas hilangnya pekerjaan dan pendapatan serta efek pembatasan sosial terhadap kekerasan berbasis gender, berkontribusi pada memburuknya kesehatan mental perempuan secara tidak proporsional.

Akibatnya 57\% perempuan mengalami peningkatan stres dan kecemasan akibat bertambahnya beban pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan, kehilangan pekerjaan dan pendapatan, serta mengalami kekerasan berbasis gender. Sementara, jumlah laki-laki yang mengalami permasalahan tersebut yaitu 48\%.

Pembatasan sosial juga telah membuat 69\% perempuan dan 61\% laki-laki menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Angka tersebut menunjukkan perempuan memikul beban terberat, mengingat sebanyak 61\% perempuan juga menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengasuh dan mendampingi anak dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 48\%.

Sejak Covid-19, pekerja informal lebih cepat kehilangan pekerjaan di mana 46\% laki-laki dan 39\% perempuan pekerja informal sudah mengalaminya. Bagi mereka yang tidak memiliki tunjangan selama menganggur, hal ini dapat berdampak sangat buruk. Di antara pekerja informal, diperkirakan 63\% laki-laki tidak menerima tunjangan atau bentuk dukungan pemerintah lainnya dibandingkan dengan 80\% perempuan.

Laporan terjadinya kekerasan terhadap perempuan tampaknya terus meningkat selama pandemi. Berdasarkan kajian tentang dinamika rumah tangga selama Covid-19 yang dilakukan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 2020, frekuensi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia semakin meningkat sejak awal krisis, terutama mereka yang sudah menikah, berusia 31–40 tahun dan mereka yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta.

Di antara laporan kekerasan, kekerasan psikologis dan ekonomi adalah yang paling sering disebutkan: 15\% perempuan mencatat bahwa mereka terkadang mengalami kekerasan psikologis, dan 4\% mengatakan bahwa insiden ini sering terjadi. Untuk kekerasan ekonomi, 7\% perempuan mencatat mengalaminya sesekali, dan 3\% sering mengalaminya.

Perwakilan Bidang Perempuan PBB untuk Indonesia dan Hubungan ASEAN, Jamshed Kazi mengungkapkan hasil laporan tersebut diharapkan dapat membantu Satuan Tugas Penanganan Covid-19, mitra-mitra pembangunan, serta sektor swasta di Indonesia dalam menyusun kebijakan yang mendukung upaya penanganan Covid-19 agar dapat memenuhi kebutuhan perempuan dan anak perempuan, serta mempromosikan upaya pemulihan yang cepat.

“Data ini sangat penting untuk memastikan bahwa intervensi yang ada dirancang dengan memperhatikan kebutuhan perempuan, terutama bagi kelompok rentan,” ujar Jamshed.

Lebih lanjut Menteri Bintang juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dengan pilar-pilar pembangunan lainnya, seperti dunia usaha, lembaga masyarakat, dan media massa dalam menghadirkan kebijakan, program, dan layanan terbaik bagi perempuan dan anak.

“Laporan ini merupakan sebuah langkah progresif untuk menjawab berbagai tantangan akibat pandemi Covid-19 di seluruh dunia, salah satunya terkait minimnya ketersediaan data, mengingat dinamika permasalahan di lapangan berjalan begitu cepat. Jika kita tetap optimis, berpikiran progresif, dan terus berupaya, saya yakin di balik tantangan pasti ada peluang,” ujar Menteri Bintang.

Survei terkait ‘Menilai Dampak Covid-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia,’ dilaksanakan melalui proses pengiriman pesan singkat dengan tautan survei yang disebar secara acak kepada pengguna ponsel melalui jaringan Indosat Ooredoo selama April hingga Juli 2020.

Survei tersebut didistribusikan kepada 5 juta pelanggan telepon, yang menghasilkan ukuran sampel 1.266 responden, berkisar antara usia 10 dan 79 tahun. Diperkirakan 54\% responden adalah perempuan dan 46\% adalah laki-laki. Mengingat sampel dan ukuran populasi, sebagian besar perkiraan mewakili pada tingkat kepercayaan 95\%, dengan margin kesalahan +/- 3.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved