Business Research Trends zkumparan

Perusahaan Indonesia Perlu Meningkatkan Fleksibilitas & Kesejahteraan Karyawan

Director of Career Services Mercer Indonesia Isdar Mawan saat menyampaikan Laporan GTT Study 2023. (Ubaidillah/SWA)

Laporan Global Talent Trends (GTT) Study 2023 yang dilakukan Mercer (Perusahaan layanan SDM) menemukan bahwa karyawan lebih menyukai kerja secara fleksibel dan hybrid. Artinya karyawan ingin bekerja dalam bentuk kemitraan, fleksibilitas kerja, dan imbalan yang berkelanjutan.

Namun faktanya, hanya 31% perusahaan di Indonesia yang mengatakan bahwa mereka menawarkan pilihan fleksibilitas kerja bagi para karyawannya. Angka ini lebih rendah dari rata-rata koresponden global (56%). Lebih jauh lagi, 43% di antaranya tidak berencana untuk memberikan penawaran tersebut ke depannya.

“Hasil tersebut berbenturan dengan ekspektasi mayoritas karyawan. Di mana 7 dari 10 karyawan di Asia berpendapat bahwa keuntungan dapat bekerja jarak jauh atau hybrid menjadi aspek penting bagi mereka saat menerima tawaran kerja (2022),” kata Director of Career Services Mercer Indonesia Isdar Mawan dalam paparannya, Senin (20/3/2023).

Sehubungan dengan adanya inflasi ekonomi, 50% perusahaan di Indonesia, dibandingkan 26% perusahaan lain di Asia dan global, mengaku memanfaatkan bonus untuk meningkatkan total paket kompensasi karyawan. Perusahaan-perusahaan tersebut enggan memperbesar gaji pokok karyawan demi menghindari komitmen jangka panjang.

Sementara itu, dalam aspek memberikan pendapatan sebagai penyesuaian biaya hidup atau kenaikan upah, perusahaan-perusahaan Indonesia (24%) sedikit lebih baik dibanding rata-rata perusahaan lain di Asia (22%) namun masih berada di bawah rata-rata global (29%). Hal ini diyakini merupakan cara yang lebih berkelanjutan dalam mengelola kompensasi bagi organisasi.

Kesejahteraan karyawan turut menjadi hal krusial supaya dapat menarik dan mempertahankan karyawan, selain memberikan gaji yang adil. Kesejahteraan tersebut meliputi kesejahteraan fisik, mental, sosial, dan finansial. Para pengusaha di Indonesia (45%) diketahui memberlakukan karyawannya jauh lebih baik dibanding perusahaan lain di Asia (39%) terkait pertimbangan beban kerja dengan kesejahteraan bagi karyawannya, misalnya memperkenalkan sistem hari-tanpa-rapat kepada para karyawan, jadi tidak setiap hari karyawan harus mengadakan rapat.

Namun perusahaan di Indonesia tertinggal dari Asia dalam hal lain seperti menjadikan isu kesehatan mental bukanlah aib dan mendorong perawatan diri 36% sementara Asia 40%, serta menyediakan layanan kesehatan mental virtual saat diperlukan baru 14% (Asia 26%). Hanya 28% perusahaan di Indonesia (38% di Asia) yang telah meningkatkan aksesibilitas program bantuan karyawan hingga ke para pekerja garis depan (frontliners).

Studi GTT tahun lalu menemukan, 8 dari 10 karyawan beresiko mengalami burnout. Sehingga, tahun ini, 96% perusahaan di Indonesia (versus rata-rata 90% di Asia) mengambil langkah menciptakan lingkungan kerja yang mementingkan pribadi tiap individu. Salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan membangun budaya kerja yang mengajak karyawannya untuk menjadi diri sendiri (62%), berinvestasi dalam berbagai pelatihan supaya dapat berkolaborasi secara efektif (51%), dan menata ulang pekerjaan serta proses kerja yang mempertimbangkan kesejahteraan karyawan (49%), dan masih banyak lagi.

Pada waktu yang sama, banyak perusahaan juga memprioritaskan transformasi kantornya pasca COVID-19. Para pemimpin HR di Indonesia juga menghadapi keprihatinan tersendiri dalam menyeimbangkan rencana transformasi dengan pola pikir untuk bertahan hidup (57% vs 45% rata-rata Asia) dan mewujudkan transformasi dengan anggaran yang ada (37% vs 26% rata-rata Asia).

“Perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memberikan peluang bagi para karyawan untuk berkembang. Mereka berusaha menciptakan dan mengoptimalkan lingkungan kerja yang ideal. Hal ini perlu dilakukan secara terus menerus supaya dapat terbangun momentum kuat dalam menciptakan tenaga kerja yang aktif terlibat pada setiap kegiatan di perusahaan dan mereka menjadi terampil,” katanya.

Terkait hal tersebut, Isdar melanjutkan sebagai contoh, perusahaan dapat menerapkan lebih banyak strategi dan memberikan pengaturan kerja yang lebih fleksibel. Pengaturan tersebut dapat menjadi acuan penting untuk menarik dan mempertahankan para pekerja. Perusahaan pun sebaiknya berinvestasi dan berinisiatif memberikan kesejahteraan secara total serta holistik demi mempertahankan pekerja yang ada.

“Mereka pun dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan efisiensi kerja. Sehingga, keterlibatan karyawan dalam pekerjaan yang dilakukan dapat bernilai lebih tinggi,” ujar Isdar.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved