Management Trends

Praktik Dumping Rugikan Industri Terigu Nasional

Praktik Dumping Rugikan Industri Terigu Nasional

Industri makanan dan minuman di dalam negeri dapat terus tumbuh berkelanjutan, jika penyediaan kebutuhan bahan baku dan bahan penolong juga dapat terjamin cukup dan berkesinambungan. Oleh karena itu, keberadaan industri pendukung ini sangat diperlukan untuk menjaga konsistensi kinerja industri makanan dan minuman (mamin) yang dari tahun ke tahun mampu tumbuh dan berkembang.

Pada kunjungan ke beberapa pabrik produsen produk pangan olahan yang berlokasi di Banten, Menteri Perindustrian Saleh Husin, menegaskan, industri makanan dan minuman memiliki arti penting dan strategis bagi perekonomian nasional, karena mendukung ketahanan pangan dan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja maupun dalam perolehan devisa.

Menteri Perindustrian Saleh Husin bersama Presiden Direktur PT. Bungasari Flour Mills Grant Lutz, Komisaris Utama FKS group Edy Kusuma dan Komisaris PT. Bungasari Flour Mills Chandy Kusuma, Dirut PT Krakatau Bandar Samudera Tonno Sapoetro, Asisten Daerah Pembangunan dan Kesra Pemprov Banten Eneng Nurcahyati serta para karyawan berfoto di depan produk tepung terigu produksi Bungasari, usai mengunjungi pabrik PT Bungasari Flour Mills di Cilegon.

Menteri Perindustrian RI, Saleh Husin bersama Presiden Direktur PT Bungasari Flour Mills, Grant Lutz; Komisaris Utama FKS Group, Edy Kusuma; Komisaris PT Bungasari Flour Mills, Chandy Kusuma; Dirut PT Krakatau Bandar Samudera Tonno Sapoetro; Asisten Daerah Pembangunan dan Kesra Pemprov Banten, Eneng Nurcahyati serta para karyawan berfoto di depan produk tepung terigu produksi Bungasari, usai mengunjungi pabrik PT Bungasari Flour Mills di Cilegon.

Pada triwulan I tahun 2016, industri makanan dan minuman memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp136,57 triliun (berdasarkan harga berlaku) atau memberikan kontribusi sebesar 31,4 persen terhadap PDB industri pengolahan non-migas. “Pada periode yang sama, ekspor industri makanan dan minuman sebesar US$499,1 juta atau menyumbang 5,88 persen dari ekspor hasil industri,” kata Menperin di Cilegon, Banten (21/7).

Bahkan, lanjut Saleh, pertumbuhan industri makanan dan minuman (tidak termasuk industri pengolahan tembakau) berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen, sedangkan industri makanan dan minuman tumbuh sebesar 7,54 persen.

Menperin mengunjungi PT Tereos FKS Indonesia (industri pengolahan jagung), PT Bungasari Flour Mills Indonesia (industri tepung terigu) dan PT Permata Dunia Sukses Utama yang memproduksi gula untuk industri dengan merek PDSU dan gula super putih Inti Manis.

Menyoal industri olahan jagung, Menperin mengatakan industri pengolahan jagung dan produk turunannya memiliki prospek yang bagus di Indonesia. “Produk turunan jagung seperti sweeteners dan gluten meal merupakan salah satu produk yang berkembang di Indonesia. Bisa dibilang, dari jagung tidak ada yang terbuang. Bahkan kulit ari masih bisa diproses, maka industri hilir terus kita perdalam ,” ujarnya.

Menurut Saleh, sweeteners yang dihasilkan dari jagung mengandung jumlah kalori yang lebih rendah daripada gula biasa. Penggunaan gula jagung akan cocok untuk gaya hidup sehat, yang menganjurkan pembatasan asupan gula garam lemak pada diet harian.

Selain itu, produk turunan jagung lain yang juga sedang berkembang adalah gluten meal, sangat berguna untuk industri pakan ternak. Menurut data Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Indonesia masih mengimpor 100 persen gluten meal dari Amerika senilai 163.847 metrik ton sepanjang tahun 2014-2015. Oleh karena itu, Pemerintah memberikan bantuan fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah untuk produk gluten meal. Hal tersebut mengindikasikan bahwa industri pengolahan jagung dan produk turunannya memiliki prospek yang bagus di Indonesia.

Menteri Perindustrian Saleh Husin didampingi Komisaris Utama FKS group Edy Kusuma dan Komisaris PT. Bungasari Flour Mills Chandy Kusuma dan Asisten Daerah Pembangunan dan Kesra Pemprov Banten Eneng Nurcahyati serta para koki menunjukkan mie kuah berbahan tepung terigu produksi Bungasari, usai mengunjungi pabrik PT. Bungasari Flour Mills di Cilegon.

Menteri Perindustrian Saleh Husin didampingi Komisaris Utama FKS group Edy Kusuma dan Komisaris PT. Bungasari Flour Mills Chandy Kusuma dan Asisten Daerah Pembangunan dan Kesra Pemprov Banten Eneng Nurcahyati serta para koki menunjukkan mie kuah berbahan tepung terigu produksi Bungasari, usai mengunjungi pabrik PT. Bungasari Flour Mills di Cilegon.

Namun demikian, industri masih menghadapi permasalahan pada kuantitas maupun kualitas bahan baku. Pada tahun 2015, Indonesia mengimpor sekitar 3 juta ton jagung untuk kebutuhan Industri. Produsen jagung dalam negeri masih belum dapat memenuhi kebutuhan industri secara keseluruhan.

CEO FKS Group, Chandy Kusuma, mengatakan, secara global Tereos memiliki pelanggan industri antara lain P&G, Danone, Nestle, Coca Cola dan Bayer. “Kapasitas pabrik FKS Tereosa di Cilegon untuk corn wet milling mencapai 1000 ton per hari, menghasilkan corn starch 10 ribu ton per bulan, glucose syrup 7000 ton per bulan, dan syrup solids 2000 ton per bulan,” katanya.

Sementara itu, pada kunjungannya di PT Bungasari Flour Mills Indonesia, Menperin mengatakan hingga tahun 2015 industri tepung terigu di Indonesia berjumlah 28 pabrik dan terdapat penambahan 3 pabrik yang beroperasi pada tahun 2016, sehingga total kapasitas giling gandum menjadi sebanyak 11,2 juta ton per tahun. “Sedangkan, pada tahun 2015, produksi tepung terigu sebanyak 5,58 juta ton,” ujarnya.

Salah satu permasalahan yang menjadi penyebab rendahnya utilisasi rata-rata pabrik tepung terigu di Indonesia sebesar 64-68 persen adalah adanya praktik dumping yang menyebabkan kerugian industri dalam negeri sebagaimana hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) atas impor tepung gandum yang berasal dari India, Sri Lanka dan Turki.

Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mengharapkan agar segera dilakukan implementasi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor barang tepung gandum dengan pos tarif 1101.00.10.00 dan 1101.00.10.90 dari ketiga negara tersebut.

“Perlu pengenaan bea masuk anti dumping sebagai proteksi agar industri nasional memiliki daya saing. Kami intensif berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan mendapat respons positif. Harapan yang lebih jauh, ini agar industri tepung terigu menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” katanya.

Selanjutnya, industri olahan pangan yang menggunakan tepung terigu berpeluang semakin banyak menyerap produk lokal. Manfaatnya pun berdampak pada industri yang kompetitif, harga produk terjangkau dan menciptakan lapangan kerja.

Di samping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tepung terigu juga diekspor ke beberapa negara antara lain Filipina, Timor Leste, Thailand, dan Korea Selatan. Nilai ekspor tepung terigu terus meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2013 nilai ekspor sebesar US$ 37,1 juta dan tahun 2014 sebesar US$39,95 juta. “Tahun 2015, nilai ekspor tepung terigu mencapai US$ 35,29 juta,” ujar Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Ditjen Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim, pada kesempatan yang sama.

Di Cilegon, industri lain yang dikunjungi ialah PT Permata Dunia Sukses Utama yang memproduksi gula untuk industri PDSU dan gula super putih Inti Manis. Produk perusahaan ini memasok industri makanan dan minuman seperti Indofood, Unilever, Mayora, Garuda Food, Wings Food, Kapal Api, Kalbe dan Indomilk. Produksi pada 2013 mencapai 363.968 ton GKR, tahun 2014 308.377 ton, dan tahun 2015 sebesar 295.248 ton GKR.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved