Trends

Protein Hewani Mendukung Perbaikan Gizi

Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan fase yang sangat penting bagi anak dan tidak dapat terulang kembali, terhitung sejak anak masih berada di dalam kandungan hingga usia 2 tahun (Foto: dok FFI)

Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan fase yang sangat penting bagi anak dan tidak dapat terulang kembali, terhitung sejak anak masih berada di dalam kandungan hingga usia 2 tahun. Di fase inilah terbentuknya jaringan otak, perkembangan tulang dan berbagai organ tubuh lainnya yang tentunya membutuhkan dukungan beragam asupan zat gizi, salah satunya protein hewani. Dengan kata lain, protein hewani merupakan salah satu zat gizi yang berperan penting dalam upaya peningkatan status gizi bagi anak dan sebagai bentuk investasi gizi di masa mendatang.

Protein hewani merupakan sumber beberapa zat gizi yang dibutuhkan untuk memaksimalkan perkembangan fungsi otak yang berpengaruh pada fungsi kognitif anak dikemudian hari. Protein hewani mengandung kebaikan asam amino esensial, zat mikronutrien yang berperan penting pada kehidupan manusia. Dikatakan esensial karena tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh dan harus didapatkan dari makanan. Asam amino esensial dapat ditemui dari beragam sumber protein hewani seperti daging, seafood, ikan air tawar, telur, serta susu.

Kementerian Kesehatan RI telah menyatakan pemberian sumber protein sangat penting untuk memperbaiki status gizi anak dengan gizi buruk. Seperti diketahui, Indonesia masih berkutat dengan masalah gizi kurang pada anak. Sejumlah penelitian di beberapa daerah di Indonesia secara khusus mendapati hubungan yang erat antara kekurangan asupan protein hewani terhadap stunting dan masalah gizi kurang lainnya.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kemenkes mendapati prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita masih mencapai 17,7 persen. Sementara prevalensi stunting, yaitu masalah gizi kronis yang ditandai dengan tubuh yang pendek, mencapai 30,8 persen.

Data rata-rata konsumsi kalori dan protein per kapita per hari penduduk usia dewasa Indonesia sebenarnya sudah di atas Angka Kecukupan Gizi yang (AKG) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28 tahun 2019, yaitu 2.100 kkal dan 57 gram protein per orang per hari. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata konsumsi kalori dan protein per kapita per hari penduduk Indonesia sampai dengan Maret 2020 adalah 2.112,06 kkal dan 61,98 gram protein.

Lebih rinci, BPS menyebutkan untuk asupan protein hewani sebanyak 15,9 gram yang berasal dari ikan/udang/cumi/kerang, daging, serta telur dan susu. Protein nabati sebanyak 30,08 gram, berasal dari padi-padian, umbi-umbian, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan bahan makan lain. Serta dari bahan makanan dan minuman jadi sebanyak 15,94 gram.

Hal ini lah yang mendasari studi lapangan South-East Asia Nutrition Survey (SEANUTS), studi mengenai gizi dan kesehatan yang dilakukan di empat negara di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam) yang diprakarsai oleh FrieslandCampina, induk perusahaan produk bergizi berbasis susu PT Frisian Flag Indonesia.

Bekerja sama dengan lembaga penelitian dan universitas di Indonesia, SEANUTS melibatkan sekitar 3 ribu anak di seluruh Indonesia dengan rentang usia 6 bulan–12 tahun yang dilakukan di 21 Kabupaten/Kota pada 15 Provinsi di Indonesia.

Melibatkan sekitar 25 personil dari kalangan dokter, ahli gizi, kesehatan masyarakat dan bidang olahraga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi anak dengan menilai asupan makanan, ukuran antropometri, aktivitas fisik, dan parameter biokimia. Studi ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui gambaran status gizi anak-anak di Indonesia dan memberikan informasi mengenai asupan makanan anak, termasuk konsumsi protein hewani yang berkontribusi bagi tumbuh kembang anak.

Studi ini diharapkan dapat menjadi sebuah acuan para pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan untuk mengentaskan kasus gizi kurang di Indonesia, mengingat anak-anak merupakan cikal bakal generasi penerus bangsa yang harus dijaga.

Mengenai protein hewani, lebih lanjut Advisor SEANUTS Prof. Dr. dr. Saptawati Bardosono, M.Sc mengungkapkan protein hewani memiliki kualitas lebih baik dari protein nabati, sebab strukturnya mendekati struktur protein manusia.

“Manusia ini kan lebih mirip dengan hewani dibandingkan dengan nabati, sehingga kita lebih pro kepada protein hewani yang lebih mudah dicerna untuk mendapatkan asupan proteinnya, untuk kebutuhan zat pembangun itu di dalam semua metabolisme tubuh kita,” tutur Prof. Saptawati.

Menurutnya, salah satu sumber protein hewani yang tak kalah penting adalah susu. Dia mengatakan susu adalah sumber protein yang dapat melengkapi asupan macro dan micronutrient untuk anak. Susu sangat mudah dikonsumsi. Dengan kemajuan teknologi, susu telah diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan asupan protein sebagai selingan di antara waktu makan. “Susu akan melengkapi asupan protein sehingga tumbuh kembang anak menjadi lebih baik,” tuturnya.

Selain itu, Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Andrew F. Saputro menilai studi SEANUTS merupakan salah satu langkah konkret bagi Royal FrieslandCampina dan juga PT Frisian Flag Indonesia yang bernaung di bawahnya dalam upaya menekan angka kasus malnutrisi di Indonesia sekaligus mewujudkan visi perusahaan Nourishing by Nature.

“Melalui studi SEANUTS ini, Frisian Flag Indonesia sebagai perusahaan produk bergizi yang telah hadir untuk keluarga Indonesia selama hampir 100 tahun berharap dapat membuka peluang untuk berkolaborasi bersama para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah agar dapat bersama-sama mengentaskan kasus malnutrisi dan meningkatkan literasi gizi masyarakat,” ungkap Andrew.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved