Management Trends

Sarandi Jalankan Estafet YDBA Membina UMKM Lain

PT Sarandi Karya Nugraha (Sarandi) merupakan UMKM binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) sejak 1997. UMKM yang didirikan oleh Isep Gojali ini tumbuh dan berkembang hingga kini sudah memiliki 22 anak usaha. Bahkan kini berperan aktif melanjutkan estafet pembinaan UMKM lain di bawahnya.

Perusahaan yang bergerak di bidang alat kesehatan (alkes) ini, berhasil mengembangkan pasar produk yang dihasilkanya bukan saja bisa diterima di pasar lokal tapi juga hingga ekspor. Kini Isep berhasil membina 40 UMKM lain menjadi bagian dari subcon atau bagian dari alih daya produksi perusahaannya.

“Saya ingat dulu tahun 1997, dibantu secara teknis dan pengelola usaha oleh YDBA, lalu untuk usaha lalu pendanaan untuk berkembang melalui Astra Mitra Ventura. Sarandi adalah binaan Astra yang bukan bergerak di bidang otomotif. Kami memaksimalkan jaringan YDBA yang berada di bawah Grup Astra. Kekuatan jaringan inilah membuat kami dari industri rumahan, bisa tembus ke pasar internasional, hingga kemudian bukan saja bergerak di produk alkes tapi sekarang berkembang ke alat pertanian juga,” papar Isep.

Sekarang setelah Sarandi berkembang besar, Isep merasa perlu menularkan ilmu serta jaringannya seperti yang dilakukan YDBA ke UMKM di bawahnya, terutama yang menjadi binaan YDBA. Isep mengatakan Sarandi yang kini membina 40 UMKM menjadikan organisasinya lebih fleksibel. “Kalau kami besarkan organisasi akan berat. Subcon-subcon kami merupakan binaan YDBA langsung atau ada juga yang awalnya difasilitasi YDBA, ini memudahkan saya mengontrol kualitas dan delivery-nya,” ujarnya.

Langkah kolaborasi memang didorong YDBA sebagai salah satu langkah mendorong UMKM binaannya naik kelas. Kini, dengan menggandeng UMKM binaan YDBA lain yang sudah besar untuk ikut membina UMKM lain menjadikan langkah ini akan lebih eksponensial. Untuk itulah pada 30 Oktober 2020 YDBA-Sarandi menandatangani kerja sama (MoU) untuk berbagi order dengan UMKM binaan YDBA yang produknya telah mencapai quality, cost dan delivery (QCD) yang ditetapkan oleh Sarandi. Sedangkan, YDBA berkomitmen dalam memberikan rekomendasi UMKM binaan yang kompeten membuat produk dengan standar QCD yang diberikan Sarandi serta memberikan pembinaan manajerial dan teknikal kepada UMKM binaan melalui pelatihan, pendampingan dan fasilitasi pembiayaan, sehingga kompetensi UMKM dapat berkembang dan menghasilkan produk sesuai QCD yang dibutuhkan.

Komitmen kolaborasi ditandai dengan adanya penandatangan MoU kerjasama oleh Ketua Pengurus YDBA Sigit P. Kumala, Pemilik PT Sarandi Karya Nugraha Isep Gojali, Sekretaris Pengurus YDBA Ida R.M. Sigalingging dan disaksikan oleh Bendahara Pengurus YDBA, Handoko Pranoto. Isep mengatakan dalam acara tersebut, Sarandi yang juga merupakan salah satu anggota Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI) berkomitmen akan mengajak anggota ASPAKI lainnya untuk juga melibatkan UMKM bisnisnya.

“Produk lokal masih 10\% yang support industri. Kemandirian alkes Indonesia masih rendah di pandemi ini terlihat, tapi saya lihat pemerintah mulai memberikan perhatian ke pelaku bisnis alkes lokal sekarang. Ke depan kemungkinan TKDN akan akan mendorong industri alkes lokal kita,” ujarnya. Isep menyebut saat ini Sarandi sedang berkolaborasi dengan perusahaan besar asal Jepang untuk mengembangkan produk baru.

Sigit mengatakan tujuan YDBA berkolaborasi diharapkan para pelaku UMKM akan bisa saling memperkuat terutama dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini. “Jika harus mengandalkan pasar di luar, sangat berat, saat semua turun, kita harus mencari jalan keluar, bagaimana sesama UMKM saling mendukung. Karena kami yakin mereka punya kebutuhan. Dengan saling bantu antar UMKM, akan lebih mudah, terutama di bawah YBDA, sudah paham QCD sehingga kolaborasi pun bisa lebih mudah,” ujarnya. Ia menyebut saat ini ada banyak UMKM lain seperti Sarandi yang juga merupakan binaan YDBA dan mampu membina UMKM lain di bawahnya. Salah satunya PT Rahmat Perdana Adimetal saat ini memberikan order ke UMKM yang ada di Waru Sidoarjo.

Tonny Sumartono, Advisor YDBA mengungkapkan kegigihan Isep yang memulai usaha dari hanya 2 orang saja hingga kini bisa mengembangkan hingga lebih dari 22 anak usaha.

“UMKM lain harus belajar dari Isep, terutama dalam hal kegigihan. Inisiatif tinggi dalam berbisnis, inovasi tiada henti dan berani berkembang. Saya ingat dulu dia bongkar kursi dokter gigi yang harganya Rp 30 juta lebih. Isep melihat hanya 3 fitur yang paling banyak digunakan dokter gigi. Akhirnya dia buat kursi yang harganya lebih murah Rp 10 juta saja, laris karena memang dibutuhkan pasar,” ujar pria yang juga suami dari Menkeu Sri Mulyani ini. Tonny juga menyebut bahwa Isep sangat memanfaatkan teknologi dalam mengembangkan bisnisnya, bahkan sudah dijalankan sejak sejak 15 tahun lalu. Dengan Sarandi menjadi “bapak angkat” bagi UMKM lain di bawah binaan YBDA, Tonny berharap para UMKM bisa tertular semangat positif Isep dalam mengembangkan bisnisnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved